Zelenskyy Tolak Serahkan Crimea, Trump: Hambat Perundingan Damai Rusia-Ukraina

Pada 23 April, saat perjanjian damai Rusia-Ukraina yang dimediasi oleh Amerika Serikat hampir tercapai, muncul perkembangan besar yang menghambat proses tersebut. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio membatalkan perjalanan ke London untuk menghadiri perundingan. Penyebabnya adalah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara tegas menolak usulan perdamaian dari Presiden Trump, dengan menyatakan bahwa Ukraina tidak akan secara hukum mengakui pendudukan Rusia atas Crimea. Presiden Trump mengkritik pernyataan Zelenskyy, menyebutnya sebagai penghambat proses damai dan penyebab berlanjutnya pertumpahan darah.

EtIndonesia. Pada  Rabu (23 April), di kota Marhanets, wilayah Dnipropetrovsk, Ukraina tengah, sebuah drone FPV Rusia menyerang bus yang mengangkut pekerja pabrik pengolahan tambang, menyebabkan sembilan orang tewas dan lebih dari 40 orang terluka.

Sementara itu, pejabat Ukraina mengatakan infrastruktur sipil di wilayah timur, selatan, dan tengah Ukraina juga menjadi sasaran serangan udara Rusia. 

Serangan ini terjadi ketika Ukraina menyerukan Rusia untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil dan agar kedua pihak segera menyetujui gencatan senjata total dan tanpa syarat.

 “Jika Rusia siap untuk gencatan senjata total, maka setelah itu tercapai dan kita tahu berapa lama gencatan senjata akan berlangsung, kami siap untuk mengadakan perundingan dalam bentuk apa pun,” ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. 

Zelenskyy juga menegaskan kembali sikap Ukraina dalam isu teritorial, bahwa Ukraina tidak akan secara hukum mengakui pendudukan Rusia atas Crimea.

Presiden Trump pada  Rabu menanggapi di media sosial, mempertanyakan mengapa Ukraina tidak berperang untuk Krimea 11 tahun yang lalu jika mereka benar-benar menginginkannya, dan menyebut pernyataan Zelensky yang “menghasut” hanya akan merusak perundingan dan memperpanjang pertumpahan darah.

Trump mengatakan bahwa perjanjian damai sebenarnya hampir tercapai, dan mendesak Zelenskyy untuk menyelesaikan perundingan, membuat pilihan antara perdamaian atau tiga tahun perang lagi yang bisa menyebabkan Ukraina kehilangan seluruh negaranya.

Menurut dokumen yang bocor ke media pada hari Selasa dan disebut sebagai “Rencana Perdamaian Final” dari Presiden Trump, salah satu poin utamanya adalah pengakuan resmi oleh AS terhadap kendali Rusia atas Crimea.

Pernyataan Kiev mengguncang ritme perundingan pemerintahan Trump. Sehari sebelum pertemuan di London, Menteri Luar Negeri Marco Rubio tiba-tiba membatalkan perjalanan ke Inggris, dan pertemuan tingkat menteri yang dijadwalkan antara AS, Ukraina, Inggris, Prancis, dan Jerman pun harus ditunda.

Wakil Presiden AS, JD Vance, pada Rabu mengeluarkan ultimatum terakhir mengenai perundingan Rusia-Ukraina. Ia menyatakan bahwa kedua negara harus menerima proposal damai dari AS, atau AS akan menarik diri dari proses mediasi.

 “Kami telah menyampaikan usulan yang sangat jelas kepada Rusia dan Ukraina. Sekarang saatnya bagi mereka untuk menyatakan setuju, atau AS akan keluar dari proses ini. Ukraina dan Rusia harus rela melepaskan sebagian wilayah yang mereka kuasai saat ini,” ujarnya. 

Sumber dari Financial Times menyebutkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam pertemuan sebelumnya dengan utusan Trump, Witkoff, menunjukkan sikap lebih lunak dan mempertimbangkan untuk melepaskan wilayah yang saat ini masih dikuasai Kiev di empat wilayah pendudukan: Zaporizhzhia, Kherson, Donetsk, dan Luhansk. Ia juga untuk pertama kalinya menyatakan kesiapan untuk gencatan senjata di garis depan saat ini.

Pada Rabu, pejabat AS, Ukraina, dan Eropa tetap melanjutkan pembicaraan teknis tertutup di London mengenai cara mengakhiri perang dan berupaya membawa proses negosiasi yang menurun kembali ke jalurnya.

Wakil Perdana Menteri Ukraina, Yulia Svyrydenko, kembali menegaskan sikap prinsipil Ukraina, bahwa mereka siap berunding, tetapi tidak akan menyerah.

 James Nixey, Direktur Program Rusia dan Eurasia di Chatham House, mengatakan: “Saya sungguh merasa bahwa sekarang ini kita menjauh dari negosiasi dan kembali ke konflik yang tampaknya tidak akan berakhir. Bukan berarti ini akan berlangsung selamanya, tetapi kedua belah pihak masih punya banyak ruang secara militer.” (Hui) 

Laporan oleh: Yi Jing, New Tang Dynasty Television

FOKUS DUNIA

NEWS