Zelenskyy: Warga Negara Tiongkok Ditemukan di Pabrik Produksi Drone Rusia

EtIndonesia. Sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina pada tahun 2022, teknologi drone telah mengubah secara drastis cara perang konvensional dijalankan. Ukraina, dengan dukungan kuat dari negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, berhasil mengembangkan dan memproduksi berbagai jenis drone. Namun, dunia terus bertanya-tanya bagaimana Rusia secara tiba-tiba mampu menciptakan dan memproduksi drone dalam jumlah besar dan dengan teknologi tinggi.

Baru-baru ini, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa terdapat warga negara Tiongkok yang bekerja di salah satu basis produksi drone militer Rusia. Dia bahkan menyiratkan bahwa Moskow kemungkinan telah “mencuri” teknologi drone dari pihak Tiongkok.

Zelenskyy: Warga Tiongkok Terlibat dalam Produksi Drone Militer Rusia

Dilansir oleh Central News Agency (CNA), pada 22 April, Presiden Zelenskyy mengungkapkan bahwa terdapat warga Tiongkok yang ditemukan bekerja di sebuah fasilitas produksi drone militer di wilayah Rusia. Dia menyampaikan kemungkinan bahwa Rusia memperoleh teknologi drone dari Tiongkok tanpa sepengetahuan pihak berwenang di Beijing.

Dalam konferensi pers yang digelar di Kyiv, Zelenskyy mengulangi pernyataan yang sebelumnya dia lontarkan beberapa hari lalu, yakni tuduhan bahwa Tiongkok telah memasok senjata dan bahan peledak kepada Rusia—sebuah tuduhan langsung pertama terhadap Beijing yang telah dibantah keras oleh Tiongkok.

Tiongkok dikenal sebagai negara adidaya dalam produksi dan pengembangan drone. Sejak pecahnya konflik Rusia-Ukraina, Beijing secara konsisten menyatakan bahwa mereka bersikap netral dan tidak memberikan bantuan militer seperti drone kepada Rusia.

Sebelumnya, Tiongkok menyatakan bahwa mereka menjalin “kemitraan tanpa batas” dengan Rusia, namun juga berusaha memosisikan diri sebagai pihak yang netral dan mendukung penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi. Meski demikian, hingga saat ini, Beijing belum pernah secara terbuka mengutuk tindakan militer Rusia dalam konflik ini.

Dengan mengisyaratkan bahwa teknologi drone militer Rusia mungkin diperoleh tanpa izin dari otoritas Tiongkok, Zelenskyy tampaknya mulai meragukan sikap netralitas yang selama ini diklaim oleh Beijing.

Serangkaian tuduhan Ukraina terhadap Tiongkok ini muncul di tengah upaya diplomasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mengakhiri perang secara damai—sebuah momen yang sangat sensitif dalam hubungan internasional.

Zelenskyy: Rusia Merekrut Warga Tiongkok Lewat Media Sosial

Zelenskyy juga sempat mengungkapkan bahwa Rusia diduga menggunakan media sosial untuk merekrut warga Tiongkok guna bergabung dalam angkatan bersenjata mereka. Dia menambahkan bahwa pihak berwenang Tiongkok diyakini mengetahui proses perekrutan tersebut. Pemerintah Kyiv pun tengah menyelidiki apakah para perekrut ini bertindak atas instruksi langsung dari Beijing.

Sebagai respons terhadap tuduhan tersebut, pihak Tiongkok kembali menegaskan dukungannya terhadap upaya perdamaian di Ukraina, dan meminta semua pihak untuk “menghindari pernyataan yang tidak bertanggung jawab”—pernyataan yang tampaknya ditujukan langsung sebagai bantahan atas tudingan Zelenskyy.

Dalam konferensi pers pada tanggal 22 April, Zelenskyy menyatakan bahwa dia telah menginstruksikan pejabat terkait untuk mengirimkan semua hasil penyelidikan resmi kepada
Pemerintah Tiongkok melalui jalur diplomatik. Dia juga memerintahkan Dinas Keamanan Ukraina (SBU) untuk menyerahkan semua informasi mengenai keterlibatan warga negara Tiongkok dalam pabrik drone militer Rusia.

“Kami menduga bahwa Rusia membuat kesepakatan dengan warga negara tersebut dan menggunakan teknologi mereka tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari pimpinan Pemerintah Tiongkok,” ujar Zelenskyy.

Baik Pemerintah Rusia maupun Tiongkok belum memberikan komentar resmi terkait pernyataan ini.

Dua Warga Tiongkok Ditangkap Pasukan Ukraina

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Ukraina mengungkap identitas dua warga negara Tiongkok yang ditangkap oleh militer Ukraina—menjadikan mereka warga Tiongkok pertama yang ditangkap dalam konflik ini. Mereka tampil dalam konferensi pers di Kyiv pada 14 April lalu dan menyatakan bahwa mereka bergabung secara sukarela dengan militer Rusia tanpa ada keterlibatan Pemerintah Tiongkok. Keduanya mengaku awalnya hanya ingin mencari uang, namun akhirnya terjebak di medan perang dan menjadi tawanan perang.

Menurut laporan Kyiv Independent, kedua pria tersebut adalah Wang Guangjun, kelahiran 1991, dan Zhang Renbo, kelahiran 1998. Berdasarkan informasi paspor yang tersebar di media sosial X, Wang berasal dari Provinsi Henan, sementara Zhang berasal dari Jiangxi.

Dalam konferensi pers tersebut, keduanya mengaku bergabung dengan tentara Rusia secara sukarela demi mendapatkan penghasilan yang jauh lebih tinggi dari rata-rata pendapatan di Tiongkok. Wang mengatakan bahwa dia melihat iklan perekrutan tentara Rusia di platform TikTok versi Tiongkok, dan tergiur oleh janji gaji sebesar 200.000 hingga 250.000 rubel per bulan (setara dengan Rp 65–98 juta).

Namun, Wang mengungkapkan bahwa semua janji tersebut tak ditepati. Bahkan, setelah tiba di Rusia, ponsel dan kartu bank miliknya disita oleh tentara Rusia, membuatnya kehilangan seluruh kebebasan.

Sementara itu, Zhang mengaku dirinya dulunya adalah petugas pemadam kebakaran dan penyelamat. Dia berangkat ke Rusia pada Desember tahun lalu, awalnya mengira akan bekerja sebagai buruh bangunan, namun malah direkrut menjadi tentara dan dikirim ke garis depan.

Sebelum sampai ke zona perang, keduanya sempat melewati Moskow, Rostov-on-Don, dan akhirnya tiba di Donetsk—wilayah yang diduduki oleh pasukan Rusia. Wang mengaku dirinya sempat menjalani pelatihan militer bersama tentara bayaran asing dari Asia Tengah, Ghana, dan Irak. Karena kendala bahasa, dia hanya bisa mengikuti perintah lewat isyarat dari komandan Rusia.

Wang juga mengaku sempat mencoba kabur, tapi itu mustahil karena pelatihan sangat ketat. Dia hanya bertahan selama tiga hari di garis depan, tak pernah menembak, dan tidak pernah membunuh prajurit Ukraina. Zhang bahkan mengatakan bahwa hingga dia ditangkap, dia belum pernah melihat seperti apa rupa tentara Ukraina.

Wang juga bercerita bahwa saat pertama kali ditangkap, dia sempat mengalami serangan senjata kimia yang diduga dilakukan oleh Rusia, dan akhirnya diselamatkan oleh tentara Ukraina. 

“Saat itu tubuhku lemas, hampir pingsan… lalu aku merasa ada seseorang yang menarik bajuku dan membawaku keluar untuk menghirup udara,” tuturnya.

Keduanya dalam konferensi pers tersebut secara terbuka mengkritik Rusia dan mengimbau agar warga Tiongkok tidak bergabung dengan militer Rusia. Namun, mengingat status mereka yang masih dalam tahanan Ukraina, belum dapat dipastikan apakah pernyataan mereka dibuat secara sukarela atau di bawah tekanan.Menurut laporan Kyiv Independent yang mengutip hasil penyelidikan dan dokumen intelijen Ukraina, hingga awal April 2025, setidaknya terdapat 163 warga negara Tiongkok yang telah bergabung dengan angkatan bersenjata Rusia. Selain itu, dokumen yang dilihat media tersebut juga menyertakan foto dan data paspor dari 13 warga Tiongkok yang ikut berperang.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS