Di bawah Tekanan Tarif yang Berat, Penutupan Perdagangan Luar Negeri Tiongkok Dapat Berubah Menjadi Gelombang Pengangguran

EtIndonesia. Baru-baru ini, sebuah artikel yang ditulis oleh Chen Shuting, pembawa acara ekonomi dari stasiun TV Shenzhen, menyebar luas di media sosial WeChat. Dalam artikelnya, ia memperingatkan bahwa jika tarif tinggi terus berlanjut, gelombang penghentian produksi hari ini bisa berubah menjadi gelombang pengangguran di hari esok. 

Mulai  Juni, Tiongkok dikhawatirkan akan menghadapi gelombang besar kebangkrutan dan penutupan perusahaan. Provinsi-provinsi pesisir penghasil ekspor di Tiongkok daratan pun telah menunjukkan tanda-tanda meluasnya penghentian produksi.

 “Mungkin masih ada orang yang belum menyadari dampaknya. Tapi sebenarnya, baik itu yang terlibat dalam perdagangan luar negeri maupun kami yang bukan pabrik ekspor, semuanya sangat terdampak,” ujar seorang pengusaha di Tiongkok.

Media Tiongkok melaporkan bahwa akibat keputusan Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk melawan Amerika Serikat dalam perang tarif, hampir semua perusahaan dagang dan manufaktur yang mengekspor ke AS di wilayah Delta Sungai Yangtze dan Delta Sungai Mutiara telah menghentikan operasi. 

Bahkan perusahaan besar seperti Guangdong Sailing Trading Group, yang menjual mesin es krim ke AS, sudah menghentikan produksi dan gudangnya kini penuh dengan barang tak terjual.

Di Canton Fair tahun ini, banyak eksportir menyatakan bahwa orderan dari Amerika Serikat ditunda atau dibatalkan. Seorang produsen alat medis di Shenzhen mengaku bahwa 60–70% pesanan dari AS telah menghilang, dan sangat sulit untuk menemukan pasar pengganti dalam waktu singkat.


“Perdagangan dengan Amerika, khususnya di Amerika Utara, tampaknya akan menurun tajam. Ini akan berdampak besar pada ekspor dan ekonomi Tiongkok. Saya percaya tren ini akan terus berlanjut,” ujar Xie Tian, profesor di School of Business Aiken, University of South Carolina.

Pada 18 April, artikel berjudul “Industri Manufaktur Ekspor Butuh Penyelamatan Darurat” yang ditulis oleh Chen Shuting dari Shenzhen TV menjadi viral. Dalam tulisannya, ia memperingatkan bahwa jika tarif tinggi ini dipertahankan, penghentian produksi saat ini akan berubah menjadi pengangguran massal, dan mulai Juni, kemungkinan besar akan terjadi gelombang besar kebangkrutan dan penutupan usaha di Tiongkok.

 “Saya sungguh terkejut dengan dampak tarif AS terhadap perusahaan-perusahaan dalam negeri kita. Saya datang ke Shunde untuk membeli sofa dari teman dekat saya, dan ternyata pabriknya yang luasnya puluhan ribu meter persegi sekarang hanya ada dua atau tiga petugas gudang. Saya tanya kenapa, dan katanya sudah lama tutup. Biaya operasional harian saja lebih dari 100 ribu yuan, jadi mereka terpaksa meliburkan semua karyawan,” ujar seorang pedagang di Tiongkok .

Pada 15 April, Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, menyatakan bahwa pemerintah akan lebih gencar mendorong konsumsi domestik dan memperluas permintaan dalam negeri. Namun, analis menilai langkah ini justru bisa menciptakan lingkaran setan yang merugikan.

 “Kalau mereka tidak dapat pesanan luar negeri, mereka akan beralih ke pasar dalam negeri. Tapi saat mereka masuk ke pasar dalam negeri, mereka akan bersaing ketat dengan para pelaku lokal yang sudah ada. Akhirnya semua terlibat dalam persaingan harga dan pada akhirnya semua bisa hancur bersama,” kata seorang pengusaha Tiongkok. 

Laporan oleh wartawan NTDTV, Kai Xin

FOKUS DUNIA

NEWS