EtIndonesia. Setelah perang tarif AS-Tiongkok meletus, ekonomi Tiongkok mengalami dampak serius. Baru-baru ini, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa negosiasi tarif antara AS dan Tiongkok telah dimulai. Namun, Kementerian Luar Negeri Tiongkok membantah klaim ini. Pada Kamis (24 April), Trump secara terbuka membantah pernyataan tersebut, menegaskan bahwa memang ada kontak antara kedua pihak, bahkan menyebut bahwa pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah meneleponnya. Mengapa PKT membantah? Mari simak analisis para ahli.
“Mereka (pihak PKT) mengadakan pertemuan pagi ini, saya tidak bisa memberitahu Anda siapa saja mereka. Mungkin nanti kami akan mengungkapkannya, tetapi pagi ini mereka mengadakan pertemuan, dan kami juga terus bertemu dengan Tiongkok,” kata Presiden Donald Trump.
Saat menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Putih pada Kamis, Trump menyebut bahwa AS dan Tiongkok mengadakan pertemuan lebih awal hari itu, namun ia menolak mengungkapkan siapa saja pejabat yang hadir.
Dr. Lin Xiaoxu, anggota Komite Krisis AS-Tiongkok, berkomentar: “Pertemuan seperti ini mungkin hanya komunikasi awal. Trump sengaja membocorkan sedikit informasi untuk memberi sinyal kepada PKT bahwa pintu negosiasi masih terbuka, berharap PKT mau merendahkan diri untuk bernegosiasi dengan Amerika.”
Pada hari yang sama, majalah Time melaporkan bahwa dalam wawancara eksklusif, Trump mengatakan pemerintahannya sedang bernegosiasi dengan pihak Tiongkok untuk mencapai kesepakatan tarif, dan bahwa pemimpin PKT telah meneleponnya.
Namun, tidak hanya Kementerian Perdagangan PKT membantah kabar ini, pada Kamis, juru bicara Kementerian Luar Negeri PKT, Guo Jiakun, juga menyatakan dalam konferensi pers bahwa “menurut pemahamannya”, tidak ada negosiasi atau pembicaraan mengenai tarif antara AS dan Tiongkok, menyebut berita tersebut sebagai “berita palsu”.
“Bukan hal baru kalau pihak Tiongkok berbohong. Mereka mempertimbangkan faktor ‘menjaga muka’. Namun setelah berbohong, masalah berikutnya adalah bagaimana Amerika Serikat akan menafsirkan kebohongan tersebut. Fakta bahwa pemerintah PKT resmi membantah adanya percakapan itu justru menunjukkan bahwa Xi Jinping yang memerintahkan mereka untuk membantahnya. Alasan Xi mungkin karena isi pembicaraan tersebut membuatnya malu atau tidak ingin diketahui publik,” kata Profesor Ye Yaoyuan, ketua Studi Internasional di Universitas St. Thomas.
Dr. Lin Xiaoxu menambahkan: “Dalam negosiasi saat ini, Amerika menuntut solusi menyeluruh dari PKT: pembelian besar-besaran, pencabutan hambatan perdagangan, dan serangkaian kesepakatan komprehensif lainnya. Hanya dengan begitu masalah bisa terselesaikan.”
Awal bulan ini, setelah AS meluncurkan kebijakan tarif balasan, PKT pada awalnya mencoba melawan keras dan berusaha mengajak negara lain untuk melawan AS, tetapi tidak berhasil. Akibatnya, ekonomi Tiongkok semakin terpuruk. Bahkan, perusahaan ekspor mengalami gelombang penghentian produksi, pelabuhan dipenuhi tumpukan barang, dan para eksportir mengeluh keras.
Menurut Bloomberg, pemerintah Tiongkok sedang mempertimbangkan untuk membebaskan beberapa produk impor dari AS dari tarif balasan sebesar 125%, termasuk peralatan medis, beberapa bahan kimia industri, dan penyewaan pesawat terbang.
Tiga agen impor di Shenzhen juga mengatakan kepada media bahwa saat mereka mengurus bea cukai pada Kamis, mereka menemukan bahwa tarif untuk delapan jenis chip semikonduktor telah diturunkan dari 125% menjadi 0%, meskipun pengecualian ini tidak berlaku untuk chip memori.
Analisis menunjukkan bahwa langkah PKT menurunkan tarif secara diam-diam mencerminkan bahwa kepemimpinan di Zhongnanhai sudah hampir tidak mampu bertahan.
“Saya rasa mereka sekarang juga tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi mereka tidak ingin kehilangan muka, di sisi lain mereka juga tidak mungkin terus-menerus berkonfrontasi keras dengan Amerika. Kini mereka berada dalam situasi serba salah, bagaikan menunggang harimau yang sulit turun,” ujar Profesor Ye Yaoyuan menyimpulkan. (Hui/asr)
Laporan oleh reporter NTDTV, Tang Rui dan koresponden khusus Luo Ya