EtIndonesia. Pada 28 April, setelah kandidat dari Partai Liberal, Mark Carney, memenangkan pemilu dan resmi memimpin pemerintahan di Ottawa, badai politik di Kanada tak kunjung mereda. Kini, sebuah “gempa” politik yang bisa mengguncang fondasi negara benar-benar sedang berkembang di Provinsi Alberta, wilayah barat Kanada. Sebuah gerakan kemerdekaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, telah berkembang dari sekadar aksi protes menjadi tindakan nyata.
Bulan ini, Alberta secara mengejutkan mengadakan referendum singkat, dan hasilnya menunjukkan: suara yang mendukung pemisahan diri dari Kanada ternyata sangat tinggi. Lebih mengejutkan lagi, sebuah delegasi dari Alberta kini dikabarkan tengah menjalin komunikasi dengan tim Presiden AS, Donald Trump, untuk mendiskusikan kemungkinan provinsi tersebut “bergabung dengan Amerika Serikat sebagai negara bagian ke-51”.
Menurut laporan Fox News, inisiatif ini dipelopori oleh seorang pengacara Alberta, Jeffrey Rath, yang memimpin kelompok advokasi yang sedang aktif mendorong Alberta untuk keluar dari federasi Kanada dan membentuk aliansi politik dan ekonomi yang lebih erat dengan Amerika Serikat—bahkan hingga bergabung langsung dengan AS.
Dalam wawancara eksklusif dengan Fox News pada malam 3 Mei, Rath mengungkapkan : “Faktanya, ada ratusan warga Alberta yang secara sukarela menghubungi kami untuk ikut dalam delegasi. Mereka sudah muak dengan sikap dingin dan penindasan dari para politisi di wilayah timur.”
Dia menegaskan bahwa kelompok mereka saat ini masih berukuran kecil dan bersifat “eksploratif”, bertindak sebagai komite panduan awal. Rencananya, mereka akan melakukan kunjungan ke Washington untuk berdialog langsung dengan perwakilan dari kubu Trump. Tujuannya: membahas masa depan Alberta, apakah akan berdiri sebagai negara berdaulat atau bergabung ke dalam Amerika Serikat dan merasakan manfaat sistem konstitusi dan ekonomi AS.
“Trudeau dan Carney saat ini pusing menghadapi masalah perdagangan dan pajak karbon. Bahkan Carney berencana menaikkan pajak karbon sebesar 21% mulai April lalu,” kata Rath dengan nada geram. “Ini penghinaan bagi rakyat Alberta yang bekerja keras. Mereka bahkan sudah kesulitan membayar biaya pemanas saat musim dingin, apalagi harga bahan bakar untuk mobil dan truk.”
Identitas Budaya: Alberta Merasa Lebih Dekat ke AS?
Menurut Rath, Alberta sejak lama mengalami keterputusan budaya dan nilai-nilai dengan provinsi-provinsi timur Kanada—khususnya Quebec dan Ontario.
Dia mengatakan: “Kami lebih merasa senasib dengan warga Montana di selatan ketimbang dengan para politisi Ottawa yang tidak mengerti siapa kami.”
Rath bahkan secara terbuka menyerukan kepada Donald Trump: “Tolong dukung hak Alberta untuk menentukan nasib sendiri. Kami tahu Anda pernah menyatakan dukungan untuk Greenland. Kami berharap Anda juga bisa memenuhi janji yang sama kepada kami. Alberta akan menjadi mitra terbaik bagi Amerika Serikat dalam membangun masa depan yang makmur.”
Saking antusiasnya pembicaraan, pembawa acara Fox News sempat berseloroh: “Kalau semua ini terjadi, Anda mungkin akan jadi gubernur negara bagian ke-51.”
Rath hanya tertawa dan menjawab: “Saya tidak punya ambisi politik. Saya hanya ingin hidup tenang bersama istri dan anak-anak saya di peternakan.”
Akar Gelombang Kemerdekaan: Kekecewaan Mendalam pada Pemerintah Pusat
Perlu dicatat bahwa referendum ini bukanlah gerakan yang muncul tiba-tiba. Alberta selama bertahun-tahun merasa dieksploitasi dan diabaikan oleh pemerintah federal, terutama dalam kebijakan energi dan perpajakan. Kini, dengan Mark Carney menjadi perdana menteri baru yang mendukung kuat “ekonomi hijau”, Alberta yang sangat bergantung pada minyak dan gas alam, melihat masa depan ekonominya terancam.
Pengamat politik mengingatkan bahwa Carney pernah menjadi utusan iklim untuk PBB dan selama kampanye sangat vokal mendukung pajak karbon dan pelarangan eksplorasi minyak. Jika kebijakan-kebijakan ini dijalankan dalam masa awal pemerintahannya, bukan tidak mungkin gelombang separatisme di Alberta akan semakin kuat dan memicu provinsi lain seperti Saskatchewan dan British Columbia untuk ikut mempertimbangkan opsi yang sama.
Kesempatan Trump? Peta Politik Amerika Utara Bisa Berubah
Donald Trump dalam beberapa kesempatan pernah menyatakan bahwa jika ada provinsi dari Kanada yang bersedia bergabung, maka Amerika Serikat siap menyambut mereka sebagai negara bagian baru. Kini, pernyataan itu bukan lagi terdengar seperti candaan atau sekadar simbol politik.
Informasi yang beredar juga menunjukkan bahwa beberapa negara bagian AS seperti Texas dan Montana mendukung ide ini. Mereka menilai, bergabungnya Alberta akan memperkuat ketahanan energi nasional AS dan memperkuat pertahanan di wilayah utara yang berbatasan langsung dengan Kutub Utara, yang memiliki nilai strategis tinggi.
Namun, secara konstitusional, proses ini tidak sederhana. Setiap wilayah yang ingin bergabung dengan AS harus disetujui oleh mayoritas di Dewan Perwakilan dan Senat AS. Bahkan jika Trump kembali menjabat sebagai presiden, jalan untuk merealisasikan hal ini akan penuh rintangan dan membutuhkan dukungan politik besar.
Jika Alberta Bergabung dengan AS, Apa Dampaknya bagi Dunia?
Jika Alberta benar-benar keluar dari Kanada dan menjadi bagian dari Amerika Serikat, maka akan terjadi pergeseran geopolitik besar-besaran di kawasan Amerika Utara. Luas wilayah AS akan melampaui Kanada, menjadikannya negara terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Cadangan energi dan kekuatan ekonomi AS juga akan meningkat tajam.
Sebaliknya, Kanada akan kehilangan provinsi kaya minyaknya, dan dampaknya bisa sangat merugikan perekonomian nasional. Resesi bisa melanda, dan rasa ketidakpuasan bisa menyebar ke provinsi lain, memperbesar risiko disintegrasi Kanada.
Sejak tahun 1980-an, wacana separatis di Alberta sudah pernah muncul lewat Partai Kemerdekaan Alberta. Namun kini, dengan munculnya faktor eksternal seperti Trump dan kondisi ekonomi-politik saat ini, Alberta seolah benar-benar berdiri di persimpangan sejarah. Gerakan ini bukan hanya tentang satu wilayah yang ingin merdeka—ini bisa menjadi awal dari runtuhnya sistem federal Kanada.
Hambatan Berat untuk Kemerdekaan atau Bergabung dengan AS
Namun, perlu diingat, Alberta menghadapi rintangan hukum dan kenyataan politik yang sangat berat. Konstitusi Kanada tidak mengizinkan satu provinsi secara sepihak keluar dari federasi. Bahkan jika referendum dilakukan, hasilnya tidak mengikat secara hukum kecuali melalui perundingan federal dan proses amandemen konstitusi—yang secara praktis hampir mustahil.
Pemerintah federal dipastikan akan menolak dan bisa saja mengambil langkah represif, seperti membekukan dana provinsi. Di sisi lain, jika Alberta ingin bergabung dengan AS, itu juga harus melalui persetujuan dua kamar Kongres AS, dan tidak semua pihak di Amerika mendukung. Partai Demokrat dan sejumlah politisi moderat mungkin menolak.
Jika Alberta berdiri sebagai negara merdeka, fia juga akan menghadapi tantangan besar: membangun sistem keuangan baru, perpajakan, serta ketergantungan pada provinsi tetangga untuk ekspor energi. Selain itu, tidak semua warga Alberta setuju dengan pemisahan. Masyarakat adat secara umum menolak karena merasa memiliki hubungan istimewa dengan pemerintah federal Kanada.
Bahkan jika Alberta berhasil keluar, pengakuan internasional atas negara baru ini belum tentu diberikan. Negara tersebut bisa saja mengalami isolasi diplomatik dan bahkan mendorong tren disintegrasi serupa di negara-negara lain—sesuatu yang bisa membawa ketidakstabilan di tingkat regional maupun global.(jhn/yn)