Penderita Demensia Meningkat Tajam, Dokter Ingatkan: Lebih Baik Duduk Setelah Makan, Tapi Jangan Lakukan 3 Hal Ini!

EtIndonesia. “Menurutmu, habis makan boleh nggak sih merokok ?” Pertanyaan itu tiba-tiba dilontarkan oleh seorang pria paruh baya berbaju abu-abu di depan ruang klinik. Di sampingnya, berdiri seorang pria lain yang mengenakan topi ala pekerja, sibuk menatap ponsel. Si penanya tampak serius, dengan raut lelah di wajahnya — jelas terlihat bahwa pertanyaan itu sudah lama berkecamuk dalam benaknya.

Pertanyaan ini sebenarnya bukan hal baru. Banyak orang, terutama yang sudah lama merokok, terbiasa menyalakan rokok setelah makan karena merasa itu bisa “melancarkan napas”. Ada juga yang langsung rebahan di sofa setelah kenyang, atau bahkan langsung lari pagi karena percaya itu adalah “jendela emas pembakaran lemak”.

Namun, meski semua kebiasaan itu terdengar masuk akal dan sering dilakukan, tak banyak yang tahu bahwa ada risiko kesehatan besar di baliknya.

Tubuh Butuh Waktu untuk Mencerna, Bukan Dipaksa Bekerja Lebih

Proses makan adalah aktivitas fisiologis yang kompleks. Saat makanan masuk ke lambung, sistem pencernaan akan mulai bekerja — dan tubuh secara otomatis mengalirkan lebih banyak darah ke lambung dan organ pencernaan, agar proses pengolahan makanan bisa optimal.

Artinya, pasokan darah ke otak dan anggota tubuh lain akan berkurang sementara. Bila di masa ini tubuh dipaksa melakukan aktivitas yang berat atau diserang racun dari luar, ibarat perahu kecil di tengah badai, sedikit goyangan saja bisa menyebabkan karam.

Kesalahan #1: Merokok Setelah Makan

Merokok sesaat setelah makan justru lebih berbahaya daripada merokok di waktu lainnya.

Mengapa? Karena saat itu, peredaran darah di saluran pencernaan meningkat hingga lebih dari 30%. Akibatnya, zat berbahaya dari rokok — nikotin, tar, dan karbon monoksida — dengan cepat diserap dan disebarkan ke seluruh tubuh.

Studi menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dalam 10 menit setelah makan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 38%, serta meningkatkan kemungkinan terkena tukak lambung dan kanker sistem pencernaan.

Lebih dari itu, racun dari rokok lebih mudah mencapai sistem saraf pusat, memperberat kerja otak, dan mempercepat kerusakan sel-sel saraf. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat mempercepat penurunan daya ingat dan fungsi kognitif. Artinya, “merokok setelah makan terasa enak” justru merupakan investasi menuju penurunan otak di masa depan.

Kesalahan #2: Langsung Berbaring atau Tidur

Ini kebiasaan yang paling banyak disepelekan. Banyak yang berpikir, asal tidak langsung tidur dan hanya sekadar rebahan sebentar sambil nonton TV, maka tidak masalah. Tapi nyatanya, justru ini sangat bermasalah.

Posisi berbaring segera setelah makan membuat makanan terlalu lama berada di dalam lambung, dan berpotensi menyebabkan refluks asam lambung, yakni naiknya asam dari lambung ke kerongkongan.

Jika terjadi terus-menerus, dinding kerongkongan akan rusak dan memicu radang, bahkan kemungkinan berkembang menjadi penyakit kronis.

Yang lebih mengkhawatirkan, peradangan ini bisa mengganggu saraf vagus, yang merupakan jalur penting antara pencernaan dan otak, sehingga mengacaukan aliran darah ke otak dan menurunkan fungsi kognitif secara perlahan.

Penelitian menunjukkan bahwa penderita refluks kronis memiliki nilai tes kognitif yang lebih rendah dibanding orang sehat seusianya.

Jika ingin beristirahat setelah makan, tunggulah minimal 40 menit, agar makanan sempat bergerak ke usus dan lambung tidak terlalu penuh.

Kesalahan #3: Olahraga Berat Segera Setelah Makan

Banyak pecinta kebugaran percaya bahwa olahraga intens dalam waktu satu jam setelah makan bisa memaksimalkan pembakaran lemak. Namun, dari sudut pandang kesehatan otak, ini justru sangat berbahaya.

Mengapa? Karena saat berolahraga berat, otot akan “merebut” suplai darah dari saluran cerna, akibatnya, pencernaan makanan terhenti di tengah jalan.

Jika hal ini menjadi kebiasaan, akan menyebabkan gangguan pencernaan kronis, dan lebih parahnya lagi: pasokan darah ke otak juga terganggu secara mendadak.

Penurunan pasokan darah ke otak ini bisa memicu kerusakan mikro pada pembuluh darah kecil di otak, dan dalam jangka panjang merupakan akar dari berbagai gangguan memori dan demensia pada lansia.

 Lalu, Apa yang Sebaiknya Dilakukan Setelah Makan?

Alih-alih merokok, berbaring, atau olahraga berat, pilihan terbaik adalah aktivitas ringan dengan intensitas sangat rendah.

Contohnya:

  • Berjalan pelan di dalam rumah
  • Menyeka meja makan
  • Menata barang-barang ringan
  • Mendengarkan podcast sambil melakukan peregangan ringan

Gerakan ringan semacam ini tidak mengganggu aliran darah ke sistem cerna, tapi tetap membantu sirkulasi darah, mengurangi kemungkinan aliran darah lambat kembali ke jantung dan otak.

Bahkan, kontraksi otot ringan dari aktivitas semacam ini bisa membantu mencegah tekanan darah drop dan mengoptimalkan suplai oksigen ke otak.

 “Waktu-Waktu Kritis” Lain yang Sering Diabaikan

Selain setelah makan, ada waktu-waktu tertentu dalam sehari yang juga rentan terhadap masalah kesehatan serius, antara lain:

  1. 30 menit pertama setelah bangun tidur di pagi hari
    Saat inilah tekanan darah dan detak jantung naik tajam. Risiko serangan jantung dan stroke terbukti lebih tinggi di periode ini.
  2. 15 menit setelah terbangun di tengah malam
    Sistem saraf otonom sangat tidak stabil saat ini. Jika Anda langsung menatap layar, berpikir keras, atau bangun terlalu cepat, jantung dan otak bisa mengalami stres mendadak.

Kesimpulan: Kesehatan Itu Bukan Soal Satu Langkah Besar, Tapi Serangkaian Keputusan Kecil

Tubuh kita bukan mesin yang bisa terus dipacu tanpa jeda.
Kesehatan dibangun dari keputusan-keputusan kecil, di momen-momen yang tampak sepele, seperti saat bangun tidur, setelah makan, atau tengah malam.

Kebiasaan buruk yang dilakukan berulang — bahkan yang terlihat “tidak apa-apa” — dapat membawa kerusakan diam-diam, yang baru terasa bertahun-tahun kemudian.

Maka jika Anda ingin hidup sehat lebih lama, mulailah dari hal-hal kecil.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS