Media melaporkan bahwa Ukraina akan meminta Uni Eropa pekan depan untuk mengambil langkah besar baru guna mengisolasi Rusia, termasuk penyitaan aset Rusia serta penerapan sanksi sekunder terhadap beberapa pembeli minyak Rusia. Banyak pihak menilai ini adalah langkah terpaksa dari Ukraina, karena kebijakan selanjutnya dari Amerika Serikat masih belum jelas, sehingga Ukraina berharap Uni Eropa dapat mengambil tanggung jawab lebih besar.
EtIndonesia. Pada Rabu (21 Mei), Reuters secara eksklusif mengungkapkan draf buku putih yang akan diajukan Kiev kepada Uni Eropa. Dokumen ini menyerukan 27 negara anggota Uni Eropa untuk mengambil sikap yang lebih aktif dan independen dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Dokumen setebal 40 halaman itu menyarankan agar Uni Eropa mengesahkan undang-undang untuk mempercepat penyitaan aset individu yang dikenai sanksi dan menyerahkannya kepada Ukraina.
Buku putih itu juga menyarankan agar Uni Eropa mempertimbangkan langkah-langkah tambahan agar sanksi dapat diberlakukan lebih efektif di luar wilayah UE, termasuk menyasar perusahaan asing yang menyediakan teknologi kepada Rusia, serta penerapan sanksi sekunder terhadap pembeli minyak Rusia.
Jenis sanksi sekunder ini kemungkinan akan menarget negara-negara besar seperti India dan Tiongkok, langkah besar yang hingga kini enggan diambil oleh Uni Eropa.
Pada Senin (19 Mei), setelah berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tidak akan ada sanksi baru terhadap Rusia untuk saat ini. Keputusan ini dinilai mengecewakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, meskipun Ukraina tetap menekankan bahwa peran AS sangat penting.
“Yang ditakuti Rusia adalah Amerika Serikat. Jika pengaruh AS dapat mendorong Putin untuk mengakhiri perang, maka banyak nyawa bisa diselamatkan,” ujar Zelenskyy.
Penasihat Presiden Ukraina Mykhailo Podolyak menambahkan: “Langkah selanjutnya adalah berkoordinasi dengan mitra-mitra Eropa, meyakinkan mereka, dan membuktikan kepada AS bahwa sanksi keras terhadap Rusia penting untuk membawa Moskow ke meja diplomasi.”
Sementara itu, Garda Nasional Ukraina pada Rabu mengkonfirmasi bahwa rudal Rusia menyerang kamp pelatihan militer di wilayah Sumy, timur laut Ukraina, dekat perbatasan Rusia. Serangan ini menyebabkan enam tentara tewas dan setidaknya sepuluh orang terluka.
Drone berhasil merekam dengan jelas momen para prajurit berlarian serta kehancuran saat ledakan terjadi. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim jumlah tentara Ukraina yang tewas mencapai 70 orang, termasuk 20 instruktur pelatihan. Komandan brigade yang bertanggung jawab atas misi tersebut telah diskors.
Pada hari yang sama, Parlemen Iran menyetujui perjanjian kemitraan strategis 20 tahun dengan Rusia, yang menandai pendalaman lebih lanjut hubungan bilateral antara Teheran dan Moskow. Negara-negara Barat menuduh Iran memasok rudal dan drone kepada Rusia untuk digunakan di medan perang Ukraina, namun Iran membantah tuduhan tersebut.
Sekjen NATO, Mark Rutte, saat berbicara mengenai KTT NATO di Den Haag bulan depan, menekankan pentingnya aliansi pertahanan NATO dan menyebut dukungan dari rezim-rezim yang ia sebut sebagai “poros kejahatan” terhadap perang Rusia di Ukraina.
“Kita tahu bahwa Korea Utara, Partai Komunis Tiongkok, Iran, dan Rusia semakin erat bekerja sama — lihat saja apa yang terjadi di Ukraina, Korea Utara, Tiongkok, dan Iran semuanya secara aktif mendukung upaya perang Rusia di Ukraina,” katanya.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri Spanyol pada Rabu melaporkan bahwa seorang pria bersenjata tak dikenal menembak mati Andriy Portnov, mantan penasihat senior Presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych, di luar sebuah sekolah di kawasan elit pinggiran kota Madrid.
Polisi mengungkapkan bahwa Portnov terkena sedikitnya tiga tembakan dan meninggal di tempat sebelum bantuan medis tiba. (hui)
Laporan oleh reporter Yi Jing untuk NTD