Jiang Feng Times
Apa yang sedang terjadi di Los Angeles beberapa hari terakhir ini bukan sekadar rentetan protes jalanan biasa. Di balik kerusuhan dan bentrokan yang menghiasi pemberitaan, tersimpan kisah besar tentang operasi infiltrasi politik nyata yang kini berlangsung terang-terangan di jalanan Amerika Serikat. Ini bukan teori konspirasi murahan—fakta-fakta dan data mengarah pada skenario yang jauh lebih serius dan terorganisir dari sekadar protes spontan warga.
Prolog Sebuah Kekacauan—Gelombang Protes yang Berujung Darurat
Dalam hitungan hari, kota Los Angeles diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran. Semuanya dipicu oleh aksi penggerebekan aparat Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) di sejumlah lokasi persembunyian imigran ilegal. Lebih dari seratus orang ditangkap, situasi pun memanas dan segera lepas kendali. Massa tidak hanya memblokir jalan dan mengepung mobil polisi, namun aksi mulai anarkis ketika bom molotov dilemparkan ke arah aparat.
Pemerintah pusat di bawah komando Presiden Donald Trump pun bergerak cepat. Garda Nasional Amerika Serikat langsung dikerahkan ke jantung kota Los Angeles. Status darurat pun ditetapkan, jam malam diberlakukan, dan atmosfer kota berubah drastis—seolah-olah kota terbesar kedua di Amerika itu sedang dalam kondisi perang.
Benturan Kekuasaan—Konflik Federal vs Negara Bagian
Langkah cepat Presiden Trump langsung menuai perdebatan di berbagai level. Gubernur California, Gavin Newsom, secara terbuka menuding pengerahan Garda Nasional ke Los Angeles sebagai tindakan inkonstitusional. Menurut Newsom, komando tertinggi Garda Nasional seharusnya berada di tangan gubernur negara bagian, bukan presiden.
Trump tak bergeming. Ia bahkan menyiapkan Marinir AS untuk siaga penuh di sekitar Los Angeles. Situasi pun kian tegang. Perdebatan sengit muncul, baik di dunia maya maupun diskusi masyarakat, tentang siapa sesungguhnya yang berhak memerintah Garda Nasional. Mana yang lebih kuat: kekuasaan federal atau negara bagian? Tak sedikit yang membandingkan peristiwa Los Angeles ini dengan tragedi Tiananmen di Tiongkok pada 1989—tentara menghadapi rakyatnya sendiri, dengan prosedur hukum dan kepentingan yang bertolak belakang.
Namun, jelas ada perbedaan mendasar. Jika di Tiananmen tentara adalah “pasukan partai” yang menumpas rakyat tanpa proses hukum, di Amerika Serikat prosedur konstitusi dan hukum tetap dipegang sebagai acuan utama, meskipun dalam praktiknya tetap menyisakan perdebatan sengit tentang prioritas dan wewenang.
Melihat ke Balik Layar—Apakah Ini Hanya Protes Spontan?
Edisi laporan khusus ini sengaja tidak hanya mengupas polemik antara Trump dan Newsom atau membandingkannya dengan tragedi politik di belahan dunia lain. Pertanyaan utamanya: apakah protes di Los Angeles ini murni gerakan spontan masyarakat, atau justru sebuah operasi terstruktur?
Banyak pihak, khususnya media arus utama, memotret fenomena ini sekadar sebagai letupan sosial akibat kebijakan imigrasi yang keras. Namun, laporan ini menemukan benang merah dan data yang jarang, bahkan hampir tidak pernah, diangkat ke permukaan publik Amerika. Di balik protes ini, ada jejaring besar “agen merah”—operator yang menghubungkan aktivis kampus, organisasi masyarakat, dan gerakan sosial di Amerika langsung ke Tiongkok.
Jaringan Merah—Anatomi Operasi dan Nama Besar di Baliknya
Siapakah sebenarnya yang menggerakkan dan membiayai seluruh rangkaian aksi ini? Siapa yang mencetak spanduk, membagikan kaos seragam, menyusun jadwal aksi, mengatur penasehat hukum, hingga mengundang para streamer untuk menyiarkan langsung ke seluruh dunia?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut hampir selalu bermuara pada satu nama: Neville Roy Singham. Singham adalah miliarder Amerika Serikat yang kini menetap di Shanghai, Tiongkok. Ia adalah mantan pengusaha IT Silicon Valley, seorang pemuja ideologi Mao Zedong, sekaligus penyandang dana utama berbagai gerakan mahasiswa radikal di Amerika Serikat.
Singham bukan sekadar dermawan. Ia adalah arsitek operasi jaringan media sayap kiri yang kontennya hampir seluruhnya merupakan duplikasi propaganda resmi pemerintah Tiongkok. Ia adalah alumni teologi Columbia University, namun lebih dikenal sebagai pendiri perusahaan dan penghubung resmi berbagai lembaga, mulai dari media pemerintah Tiongkok, kampus-kampus elite di Shanghai, hingga departemen propaganda partai.
Jaringan ini sangat terorganisir—mengelola arus dana, publikasi, rekrutmen kader, hingga penetrasi ke berbagai kampus ternama Amerika, bahkan ke parlemen dan institusi legislatif. Di jalanan Los Angeles, demonstran yang meneriakkan “Get ICE Out”, mengangkat spanduk, mengenakan kaos seragam, dan menyanyikan slogan, sesungguhnya adalah hasil kerja sistematis jaringan merah yang kini aktif menata ulang opini publik Amerika dari dalam.
Bukti-Bukti Keterlibatan Jaringan Internasional
Sebagian masyarakat mungkin masih meragukan paparan ini, menyangka semua itu sekadar teori konspirasi yang berlebihan. Namun, data keuangan, aliran dana, dan dokumen organisasi menunjukkan betapa sistematisnya pola infiltrasi ini. Bukan lagi sekadar agen bayangan, kini mereka hadir sebagai agen resmi, terbuka, dan berani menantang sistem Amerika di ruang publik.
Bahkan, pemerintah Trump menyadari sepenuhnya bahaya ini. Itulah sebabnya, langkah yang diambil bukan lagi sekadar penindakan hukum biasa, tetapi pengerahan kekuatan militer demi menjaga stabilitas negara dan mencegah operasi opini yang bisa merusak fondasi peradaban Amerika Serikat.
Eksportir Model Gerakan—Dari Ideologi ke Aktivisme Jalanan
Di masa lalu, Tiongkok dikenal sebagai pengekspor ideologi revolusi. Kini, model yang diekspor adalah sistem gerakan sosial dan infiltrasi opini. Jika dulu yang dikirim adalah guru-guru Institut Konfusius, kini aktivis jalanan dari Partai Sosialis dan Pembebasan dikirim ke Amerika, Kanada, Eropa, bahkan Taiwan.
Pertanyaannya, apakah Amerika siap menghadapi skema ini? Bagaimana pemerintah dan legislatif akan menanggapi operasi yang bergerak di bawah permukaan, namun hasilnya nyata di jalanan?
Ancaman Nyata dan Langkah Perlawanan
Dalam waktu dekat, perubahan besar di Amerika Serikat sangat mungkin terjadi, terutama terkait UU Agen Asing dan regulasi imigrasi. Kongres dan pemerintah mulai mengambil langkah nyata untuk memutus jalur dana, membongkar jejaring infiltrasi, serta memperkuat pertahanan sistem hukum dan konstitusi dari serangan operasi opini.
Tak kalah penting, model “jaringan merah” ini patut diwaspadai sebagai ancaman global—karena pola, dana, dan aktor di baliknya sudah merambah Taiwan, Kanada, hingga Eropa.
Penutup:
Apa yang terjadi di Los Angeles bukan sekadar demonstrasi kebijakan imigrasi, melainkan bagian dari perang panjang antara infiltrasi dan pertahanan, antara operasi opini dan sistem peradaban. Ini bukan lagi cerita fiksi, namun realita yang menuntut ketegasan, kecerdasan, dan sinergi seluruh elemen bangsa—bukan hanya Amerika, tapi juga negara-negara demokratis di seluruh dunia. (kyr)