Home Blog

33 Tahun Kemudian, Pembantaian di Lapangan Tiananmen Masih Penting bagi Dunia

Dorothy Li

Tanggal 3 Juni 1989, adalah malam berdarah bagi para pengunjuk rasa mahasiswa pro-demokrasi. Kala itu, tank-tank meluncur menuju ke Lapangan Tiananmen, Beijing untuk memusnahkan orang-orang dan apapun di jalanan. Gas air mata dan peluru tajam membanjiri alun-alun.

Para pengunjuk rasa yang panik menyandarkan tubuh-tubuh yang lemas ke sepeda, bus, dan ambulans untuk mengangkut mereka pergi. Ribuan pengunjuk rasa tak bersenjata diperkirakan tewas.

Pembunuhan massal tersebut mengejutkan dunia. Sebagai tanggapan, kala itu Presiden AS George H.W. Bush mengutuk pembantaian tersebut. Kemudian menangguhkan pengiriman senjata ke Tiongkok dan memberlakukan beberapa sanksi.

“Tapi mereka segera beralih,” kata Li Hengqing, mantan pemimpin mahasiswa 1989 yang sekarang tinggal di Washington. Li menunjukkan bahwa sebagian besar sanksi langsung dicabut dan hubungan ekonomi kembali dilanjutkan.

“Kebetulan saya percaya bahwa kontak komersial telah memimpin, pada esensinya adalah pencarian lebih banyak terhadap kebebasan ini,” kata Bush pada konferensi pers yang diadakan sehari setelah pembantaian Tiananmen. 

“Saya pikir karena orang memiliki insentif komersial, apakah itu di Tiongkok atau  sistem totaliter lainnya, langkah menuju demokrasi menjadi lebih tak terhindarkan,” katanya. 

Teori itu digambarkan  “sangat konyol,” kata Yuan Hongbing, seorang cendikiawan Tiongkok yang kemudian diskors dari tugasnya karena berpartisipasi dalam aksi protes Tiananmen. Ia mengatakan kebijakan keterlibatan Washington dengan Tiongkok menguntungkan PKT. Bahkan, membantu rezim komunis mengumpulkan kekuatan ekonomi selama tiga dekade. 

“[Respon] Barat menguatkan PKT,” kata Chen Weijian, seorang komentator Tiongkok yang meninggalkan daratan Tiongkok ke Selandia Baru dua tahun setelah tindakan keras Tiananmen.

Setelah 33 tahun, “pembangunan ekonomi tak mengarah ke Tiongkok yang bebas,” kata Chen, yang merupakan pendiri majalah pro-demokrasi Tiongkok dan diselidiki karena mendukung demonstrasi 1989. Sebaliknya, PKT berusaha menggunakan kekuatan ekonomi untuk “mengubah aturan komunitas internasional” dan mengekspor model kontrol penindasannya ke seluruh dunia.

Chen mengutip percakapan antara Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden.

Selama pidato baru-baru ini di kelas kelulusan Akademi Angkatan Laut, Biden mengatakan bahwa Xi mengatakan kepadanya bahwa demokrasi akan jatuh dan “otokrasi akan menjalankan dunia.”

“Ketika dia menelepon saya untuk memberi selamat kepada saya pada malam pemilihan, dia mengatakan kepada saya apa yang dia katakan berkali-kali sebelumnya,” kata Biden pada 27 Mei, merujuk pada Xi. 

“Dia berkata, ‘Demokrasi tidak dapat dipertahankan di abad ke-21. Otokrasi akan menjalankan dunia. Mengapa? Hal-hal berubah begitu cepat. Demokrasi membutuhkan konsensus, dan itu membutuhkan waktu, dan Anda tidak punya waktu.’

“Dia salah,” kata Biden.

Disensor di Tiongkok

Hong Kong, sebagai tempat terakhir untuk memperingati para korban pembantaian 1989 di pulau yang dikuasai PKT, melarang peringatan massal sejak tiga tahun lalu, dengan alasan pandemi, di tengah pengekangan kebebasan Hong Kong yang lebih luas di tangan rezim komunis.

Para pemimpin kelompok di balik acara nyala lilin tahunan  ditahan setelah didakwa melakukan subversi di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan PKT. Mereka termasuk di antara lebih dari 150 orang yang  didakwa atau dihukum berdasarkan Undang-Undang kejam yang telah digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat di pusat demokrasi yang pernah berkembang pesat.

Pada peringatan tahun ini, puluhan polisi berpatroli di Victoria Park, tempat acara penyalaan lilin tahunan  yang pernah digelar sebelumnya.

Di daratan Tiongkok, aksi protes Lapangan Tiananmen, sebuah gerakan dipimpin oleh pemuda yang mengadvokasi reformasi demokrasi, masih merupakan topik yang tabu. Sampai hari ini, rezim partai komunis Tiongkok tidak akan mengungkapkan jumlah atau nama mereka yang terbunuh akibat kekejamannya. 

Rezim mencoba untuk menghapus semua kenangan pembantaian berdarah dengan menghapus setiap penyebutan peristiwa dari internet negara. Lebih parah lagi, kerap menekan para kerabat korban untuk memastikan agar mereka tetap bungkam. Akibatnya, generasi muda Tionghoa tidak menyadari apa yang terjadi pada malam itu.

Meskipun rezim terus menekan kenangan pada hari itu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan “terus berbicara dan mempromosikan akuntabilitas atas kekejaman rezim Tiongkok dan pelanggaran hak asasi manusianya termasuk yang terjadi di Hong Kong, Xinjiang, dan Tibet.”

“Kepada rakyat Tiongkok dan mereka yang terus menentang ketidakadilan dan mencari kebebasan, kami tidak akan melupakan 4 Juni,” katanya dalam pernyataan 3 Juni.

Pandemi

Tahun ini, Lapangan Tiananmen dilockdown beberapa minggu sebelum 4 Juni, sebagai  langkah pencegahan pandemi di bawah kebijakan “nol-COVID” rezim. 

Pendekatan kejam, yang dimaksudkan untuk menghilangkan setiap kasus infeksi dalam komunitas dengan memberlakukan lockdown dan karantina wajib, menyebabkan terjadinya kekurangan makanan dan penundaan perawatan medis bagi jutaan orang yang dilockdown di seluruh Tiongkok. 

“[PKT] ingin mengendalikan virus melalui pendekatan yang tidak menghormati hak asasi manusia, yang sama seperti yang dilakukan pada 4 Juni,” kata Chen.

Bagi Chen, kasus Li Wenliang, seorang dokter yang termasuk orang pertama memperingatkan tentang wabah COVID-19 awal di Wuhan, adalah alarm bagi dunia tentang bagaimana penindasan PKT dapat mempengaruhi mereka. Dokter tersebut ditegur oleh polisi pada Januari 2020 ketika pihak berwenang meremehkan tingkat keparahan wabah. Li kemudian meninggal dunia karena virus.

Chen mengatakan pandemi saat ini akan berbeda jika rezim tidak menyensor whistleblower dan pihak lain yang mencoba membunyikan alarm. “Akhirnya dunia mulai memahami PKT sekarang.”

Luo Ya dan Eva Fu berkontribusi pada laporan ini.

(Edisi Khusus): “Xi Jinping Disingkirkan? Di Balik Kepanikan Beijing dan Barter Masa Depan Tiongkok”

EtIndonesia. Bayangkan sebuah negara adidaya rela menggunakan “aset strategis” berupa logam tanah jarang yang menjadi penopang industri dunia—hanya demi satu hal: memastikan anak-anak pejabat elite tetap bisa belajar di kampus-kampus elit Amerika, khususnya Harvard. Inilah babak baru dari drama geopolitik global yang menggemparkan dunia di awal Juni 2025.

Pada 9–10 Juni, Beijing terlihat “bertekuk lutut” di meja perundingan di London. Sementara itu, dari seberang Atlantik, Donald Trump, dengan gaya santainya, hanya memasukkan tangan ke saku sambil melontarkan kalimat yang membekukan dunia: “Tiongkok akan menyediakan seluruh logam tanah jarang yang kita butuhkan, sebagai imbalannya, pelajar mereka boleh kembali ke universitas kami.”

Kalimat inilah yang jadi sinyal awal betapa kerasnya tekanan yang sedang melanda Beijing, dan betapa besarnya taruhan yang dipasang oleh elite-elite Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Sinyal Kekalahan dari Beijing—Dibalik Wawancara Ren Zhengfei

Tak lama setelah itu, People’s Daily, corong resmi PKT, menerbitkan wawancara eksklusif dengan Ren Zhengfei, pendiri Huawei, yang nadanya jauh dari gaya agresif biasanya.

“Kami tidak sehebat itu, Amerika tidak perlu takut,” ujar Zhengfei

Sebuah ironi pahit: Huawei, yang selama ini jadi simbol perlawanan Tiongkok, kini justru tampil rendah hati di muka umum.

Dulu, siapapun yang meremehkan Huawei pasti kena “interogasi”—atau minimal dipanggil “minum teh” oleh otoritas Tiongkok. Namun kini, justru sang pendiri Huawei yang mengucapkan kata-kata itu, dipajang di halaman utama media partai, disusul judul yang tidak kalah merendah

“Semakin terbuka negara, semakin besar kemajuan yang dicapai,” katanya.

Ini bukan sekadar perubahan nada, tapi kode keras—Beijing sedang mengirim pesan pada dunia, terutama Washington: kami siap berkompromi, kami sudah kalah, asal anak-anak kami tetap bisa belajar di kampusmu.

Menghilangnya Xi Jinping—Drama di Balik Panggung

Di tengah situasi genting ini, ada satu hal yang jauh lebih mencolok: Xi Jinping benar-benar lenyap dari sorotan publik selama tiga hari penuh.

Bukan tanpa sebab. Intelijen Rusia bahkan membocorkan bahwa Xi telah tiga kali mengalami serangan jantung sejak akhir Mei, dan di dalam tubuh partai sudah muncul pergerakan senyap untuk mengambil alih kendali kekuasaan.

Sementara dunia menunggu “konfirmasi” dari Beijing, realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya—Xi hanya muncul di dua upacara pemakaman, bukan di forum-forum penting kebijakan, bukan di ruang negosiasi. Dalam sistem politik Tiongkok, ini jelas bukan kebetulan, melainkan “pengasingan simbolik” yang sangat terencana.

Sandiwara Konsesi dan Kudeta Sunyi di Beijing

Lebih menarik lagi, semua dokumen, peraturan, dan keputusan penting yang keluar selama periode ini—termasuk soal jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan—tidak lagi mencantumkan nama Xi secara eksplisit.

Biasanya, setiap instruksi besar selalu diawali frasa: “Berdasarkan pemikiran Xi Jinping tentang sosialisme era baru…”

Namun kali ini, nama Xi hanya muncul satu kali, itu pun secara samar dan seolah sengaja dihapus dari konteks dokumen utama.

Apa artinya ini?

Di dunia birokrasi Tiongkok, tidak ada ruang untuk “kelalaian” dalam penyusunan dokumen tingkat tinggi. Setiap kata, bahkan tanda baca, dipastikan melalui audit ketat. Jadi jika nama Xi benar-benar hilang, itu berarti ada kekuatan baru yang sedang mengambil alih, dan sengaja menghilangkan jejaknya.

Inilah yang disebut sebagai “uji coba kekuasaan” oleh kelompok penerus. Xi “disembunyikan”, People’s Daily menggantikan peran, Ren Zhengfei tampil sebagai aktor kerendahan hati, dan di belakang layar, Trump mengetuk palu kemenangan. Lebih halus dari kudeta militer, tapi dampaknya sama mematikannya.

Barter Logam Tanah Jarang  dan Visa Harvard—Anak Elite Jadi Taruhan

Kebijakan barter ini makin jelas ketika pada 11 Juni pagi, Trump mengumumkan secara terang-terangan di media sosial: “Kesepakatan sudah tercapai—Tiongkok akan segera menyediakan seluruh logam tanah jarang dan magnet, sebagai gantinya pelajar mereka bisa kembali ke universitas kami.”

Trump bahkan menambahkan: “Saya dan Xi akan bekerja keras membuka pasar Tiongkok bagi Amerika, ini kemenangan besar bagi kedua pihak.”

Namun faktanya, Tiongkok harus tetap menerima tarif 55% atas ekspor mereka, hanya mendapat konsesi 10%, dan harus membuka keran rare earth mereka secara penuh.

Lalu, kenapa Beijing mau menerima kesepakatan yang jelas-jelas timpang ini?

Jawabannya sangat sederhana namun getir:

Bukan demi ekonomi nasional, tapi demi masa depan anak-anak para pejabat elit PKT.

Baru dua pekan lalu, Gedung Putih menghentikan sementara visa pelajar internasional Harvard—mengirim pesan keras ke Beijing.

“Jika ingin anak-anak elite kalian tetap bersekolah, serahkan sesuatu yang berharga.”

Beijing pun menyerah, logam tanah jarang  jadi “tebusan”, dan seluruh sistem tunduk pada kehendak Washington.

Krisis Waktu, Ancaman Tarif, dan Kepanikan dalam Sistem

Kesepakatan ini hanyalah perjanjian jeda sementara—lanjutan dari gencatan senjata dagang di Jenewa pada Mei. Masih tersisa 60 hari menuju deadline final. Jika dalam waktu itu tak tercapai kesepakatan komprehensif, tarif impor AS atas produk Tiongkok akan melonjak ke 145%.

Jadi, bukan kesadaran atau “pemulihan hubungan”, tapi karena terdesak waktu dan situasi internal yang rapuh.

Lebih ironis lagi, sandiwara “konsesi” ini dikemas sebagai “terobosan besar hubungan bilateral”—masyarakat diminta bersyukur, investor diimbau tenang, dan elite partai diminta patuh.

Namun siapa sebenarnya yang memutuskan? Bukan Xi. Seluruh proses negosiasi hanya diisi pejabat teknis, tanpa suara “seorang pemimpin besar” yang biasanya mendominasi headline.

Beijing dan Kudeta Sunyi—Sistem Tanpa Xi

Dalam kurun waktu satu minggu, Xi Jinping tak pernah memberi pernyataan, tak menghadiri rapat, bahkan tak membalas sindiran Trump. Ia hanya muncul di altar duka, tidak pernah di meja negosiasi.

Inilah yang disebut sebagai “pengasingan simbolik”—Xi masih menyandang semua gelar, tapi sudah bukan pengambil keputusan.

Intelijen Rusia, SVR, mengonfirmasi lewat laporan yang akurat: “Xi Jinping telah mengalami tiga kali serangan jantung, kekuasaan riil sudah dicabut, ia hanya jadi simbol.”

Sistem komando partai kini dirombak—semua instruksi dan dokumen tak lagi menyebut Xi, hanya “partai memperhatikan” atau “kami akan laksanakan”.

Pergantian kepemimpinan berlangsung tanpa suara, tanpa darah, tanpa drama.

Tiongkok di Tengah Badai Timur Tengah—Diam Seribu Bahasa

Bersamaan dengan itu, krisis di Timur Tengah memuncak—Amerika dan Israel bersiap melakukan operasi militer ke Iran.

Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Beijing kini memilih diam, tidak ikut campur, tidak mengutuk, bahkan tidak membela Iran secara terbuka.

“Tiongkok selalu mendukung penyelesaian diplomatik isu nuklir Iran.”

Jawaban jubir Kementerian Luar Negeri sangat normatif dan kosong makna—tak ada sikap nyata, hanya kalimat-kalimat klise.

Pernyataan ini hanyalah upaya “pura-pura mati”, menandakan Beijing tak ingin, bahkan tak berani, ikut dalam eskalasi. Bagi Rusia dan Iran, ini sinyal nyata: Beijing telah berubah haluan, atau bahkan telah berkhianat.

Skandal Ekspor Rudal—Jejak Lama Warisan Xi

Tak berhenti sampai di situ, Wall Street Journal mengungkap laporan eksklusif bahwa Iran telah memesan ribuan ton ammonium perchlorate dari perusahaan Tiongkok untuk kebutuhan rudal balistik.

Transaksi ini terjadi sejak lama, di bawah “pengawasan” sistem Xi. Namun ketika krisis meledak, tak ada satupun pejabat tinggi yang tampil untuk membela atau menjelaskan, apalagi Xi sendiri. Semua “menghilang”, semua sistem menutup diri.

Simbol Tanpa Kuasa—Xi Jinping Dilewati Sejarah

Akhirnya, pada 12 Juni, Xi hanya muncul di upacara duka cita—tanpa suara, tanpa instruksi, tanpa kebijakan. Di satu sisi, dunia tengah bergolak dengan perang dan negosiasi panas, di sisi lain, Beijing hanya hening di altar pemakaman.

Inilah momen ketika seorang pemimpin besar “dilupakan sejarah”—bukan karena digulingkan, tapi karena dilewati oleh waktu dan peristiwa.

Penutup: “Akselerator Besar” Kini Hanya Masa Lalu

Sepanjang satu dekade, Xi Jinping kerap membanggakan kepemimpinan “tangan besi”-nya: mengendalikan kampus, modal, diplomasi, bahkan industri chip. Kini, karena terlalu sering intervensi, sistem menjadi kacau—Xi secara de facto sudah lengser, tapi secara de jure masih dipertahankan demi wajah partai.

Trump, Putin, Khamenei—semua kini bergerak tanpa memperhitungkan Xi. Tiongkok hari ini dikelola oleh “pemangku takhta” tanpa wajah, negosiator baru yang memilih kompromi sunyi ketimbang perlawanan terbuka.

Bagi elite PKT, prioritas tertinggi bukan lagi supremasi ideologi, tapi keselamatan generasi penerus mereka—anak-anak elite partai yang belajar di Amerika.

Logam tanah jarang, kebijakan, bahkan reputasi negara, semua bisa dijadikan taruhan.

Dan begitulah akhir paling pahit bagi seorang pemimpin besar: bukan digulingkan, tapi dilupakan dunia.

Israel Serang Iran, PM Netanyahu: Serangan Akan Berlanjut Hingga Ancaman Dihilangkan

Laporan New Tang Dynasty TV menyebutkan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz pada  Kamis (12 Juni) mengumumkan bahwa Israel telah melancarkan “serangan pre-emptive” (pendahuluan) terhadap Iran, dengan sasaran fasilitas nuklir dan militer. Ia juga menyatakan bahwa Israel kini berada dalam status darurat. Dua pejabat Amerika Serikat mengatakan bahwa AS tidak terlibat dan tidak memberikan bantuan dalam serangan tersebut.

EtIndonesia. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa serangan terhadap Iran akan terus berlanjut hingga ancaman benar-benar dihilangkan.

Pernyataan Menteri Pertahanan Israel Katz menyatakan dalam pernyataannya: “Setelah Israel melancarkan serangan pre-emptive terhadap Iran, diperkirakan Israel dan rakyat sipilnya segera akan menghadapi serangan rudal dan drone (pesawat nirawak).”

Sementara itu, media pemerintah Iran IRNA melaporkan bahwa ledakan terdengar berulang kali di ibu kota Teheran.

Amerika Serikat Tidak Terlibat

Reuters melaporkan bahwa dua pejabat AS yang tidak disebutkan namanya membenarkan bahwa Israel telah mulai menyerang Iran, dan menekankan bahwa AS tidak membantu atau ikut serta dalam operasi tersebut, tanpa memberikan detail lebih lanjut.

Kantor berita AFP juga melaporkan bahwa suara ledakan terdengar di Teheran.

Trump Imbau Israel Menahan Diri

Presiden AS Donald Trump sebelumnya dalam konferensi pers mengimbau Israel agar tidak menyerang fasilitas nuklir Iran, dan menyatakan bahwa jika Iran mau berkompromi, AS dan Iran hampir mencapai kesepakatan terkait program nuklir Iran.

Kata Trump kepada wartawan mengenai pembicaraannya dengan Netanyahu: “Saya tidak ingin mereka (Israel) ikut campur, karena saya pikir itu bisa memperburuk situasi.”

Ia menambahkan,  “Meskipun sebenarnya, bisa juga membantu… tapi juga bisa memperburuk.”

Netanyahu: Operasi Akan Berlanjut “Selama Diperlukan”

Dalam pernyataan video, Netanyahu menyebut operasi ini dengan nama sandi “Rising Lion” (Singa Bangkit), dan menegaskan: “Serangan terhadap Iran ini akan berlangsung selama diperlukan, sampai ancaman benar-benar dihilangkan.”

Netanyahu juga menambahkan bahwa mereka:

  • Menargetkan fasilitas utama pengayaan uranium Iran di Natanz.
  • Menyerang program rudal balistik Iran.
  • Menyerang para ilmuwan nuklir Iran yang terlibat dalam penelitian bom nuklir.

Sumber : NTDTV.com 

Iran Tolak Laksanakan Resolusi Nuklir PBB, Ketegangan Timur Tengah Kembali Meningkat

EtIndonesia. Pada  Kamis (12 Juni), Dewan Pengawas Nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi yang diusulkan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman. Resolusi tersebut menyatakan bahwa Iran gagal memenuhi kewajiban nuklirnya, dan berpotensi dikenakan sanksi. Iran merespons dengan sikap keras, memicu eskalasi baru ketegangan di Timur Tengah. Sementara itu, Amerika Serikat telah meminta warga dan keluarga personel militernya di kawasan tersebut untuk segera meninggalkan Timur Tengah.

Pada hari yang sama, dewan badan pengawas nuklir PBB secara resmi menyatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, Iran tidak mematuhi kewajiban nuklirnya, dan mungkin akan menghadapi pemulihan sanksi pada akhir tahun ini. Dalam rancangan resolusi itu, Iran diminta untuk segera memberikan penjelasan atas sejumlah fasilitas nuklir yang belum dilaporkan.

Iran menanggapi dengan tegas, menyatakan akan membangun fasilitas pengayaan uranium baru, dan merencanakan tindakan balasan lainnya.

Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul mengunjungi Roma dan mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Italia. Dalam konferensi pers bersama, ia menyatakan bahwa Jerman tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.

“Setiap orang berharap situasi tidak semakin memburuk, tetapi kami tidak akan berdiam diri dan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir,” ujarnya. 

Jerman, Inggris, dan Prancis adalah tiga negara Eropa yang menandatangani perjanjian nuklir Iran 2015.

Presiden AS Donald Trump, pada Rabu (11 Juni), menyatakan bahwa personel Amerika sedang ditarik dari Timur Tengah, dan menegaskan bahwa Amerika tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.

Presiden Trump mengatakan: “Mereka sedang meninggalkan wilayah itu, karena tempat tersebut bisa menjadi sangat berbahaya. Kita lihat saja apa yang akan terjadi. Tapi mereka sedang… kami telah memberitahu mereka untuk pergi, dan kita akan lihat perkembangannya.”

Amerika saat ini bersiap untuk mengevakuasi sebagian personel dari Kedutaan Besar AS di Irak, dan telah mengizinkan keluarga anggota militer meninggalkan kawasan Timur Tengah.

Pada Rabu (11 Juni) malam, Departemen Luar Negeri AS memperbarui saran perjalanan global, dan memerintahkan semua pegawai pemerintah yang tidak dalam tugas darurat untuk meninggalkan wilayah Timur Tengah, karena meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut.

Intelijen AS mengindikasikan bahwa Israel sedang bersiap untuk melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.

Di hari yang sama, RUU pembubaran parlemen yang diajukan oleh partai oposisi Israel gagal disahkan pada Kamis dini hari. Hal ini dianggap sebagai kemenangan politik besar bagi pemerintahan Netanyahu. (Hui)

Laporan oleh Zhao Fenghua, NTD Television

Protes Anti-Penegakan Imigrasi di AS, Puluhan Orang Ditangkap di Manhattan

Kerusuhan yang meletus di Los Angeles masih berlanjut, dan kini telah menyebar ke 19 negara bagian dan 35 kota di seluruh Amerika Serikat. Menurut laporan media, pada  Sabtu (14 Juni), diperkirakan akan ada aksi protes besar-besaran bertajuk “No Kings” (Menolak Raja) di sekitar 2000 lokasi. Menanggapi hal ini, Presiden Trump mengatakan, “Saya bukan seorang raja.” Sementara itu, Gedung Putih menegaskan bahwa penegakan hukum ditujukan terhadap imigran ilegal pelaku kejahatan kekerasan, dan menjaga hukum dan ketertiban adalah tugas suci pemerintah.

EtIndonesia. Setelah kerusuhan pecah di Los Angeles, demonstrasi juga merebak di 35 kota lainnya di 19 negara bagian. Salah satunya adalah kota Spokane di negara bagian Washington, yang mengikuti jejak Los Angeles dengan memberlakukan jam malam pada Rabu (11 Juni) malam, yang berlangsung hingga Kamis malam.

Pada Sabtu, bertepatan dengan peringatan 250 tahun berdirinya Angkatan Darat Amerika Serikat, diperkirakan akan diadakan unjuk rasa “14 Juni – No Kings” di hampir 2000 lokasi di seluruh AS.

Menurut situs penyelenggara, aksi ini tidak mencakup Washington D.C., dan mereka menyatakan bahwa kegiatan ini bersifat aksi damai non-kekerasan, dan peserta tidak diperbolehkan membawa senjata dalam bentuk apapun.

Terkait aksi ini, Presiden Trump turut memberikan tanggapannya.

Wartawan bertanya: “Unjuk rasa ‘Menolak Raja’ akan digelar di seluruh negeri pada hari Sabtu. Apa tanggapan Anda?”

Presiden AS Donald Trump menjawab: “Saya tidak merasa seperti seorang raja. Saya harus bersusah payah untuk menyelesaikan sesuatu. Kalau saya seorang raja, saya tinggal perintahkan saja. Tapi raja bahkan tidak perlu menunggu persetujuan dari Gubernur California, atau bahkan berbicara dengannya. Tidak, saya bukan raja. Tidak ada raja di sini.”

Pada Rabu sore, ribuan demonstran di Manhattan, New York, turun ke jalan membawa poster untuk memprotes operasi penegakan hukum oleh ICE (Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat). Dilaporkan bahwa lebih dari 80 orang ditangkap pada malam harinya karena melempar benda ke arah polisi dan tindakan anarkis lainnya.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan: “Para pelaku kejahatan ini melukai petugas, melempari kendaraan polisi dengan batu, membakar mobil, memblokir jalan tol, dan melempar bom molotov—semua ini karena pemerintah Trump mengusir imigran ilegal pelaku kekerasan dari Los Angeles.”

 “Tugas paling mendasar dari pemerintah adalah menjaga hukum dan ketertiban. Pemerintahan ini memikul tanggung jawab suci itu.”

Pada Kamis (12 Juni), pemerintah federal menggugat negara bagian New York atas kebijakan yang menghalangi ICE melakukan penangkapan di atau dekat gedung pengadilan. Departemen Kehakiman menyatakan bahwa gugatan tersebut bertujuan untuk menantang undang-undang negara bagian yang disebut “Protect Our Courts Act” (Undang-Undang Lindungi Pengadilan Kami). Undang-undang ini dinilai sengaja melindungi imigran ilegal agar tidak ditangkap secara sah di sekitar pengadilan. (Hui)

Laporan oleh Wang Ziyi dan Liu Jiajia untuk NTD Television, Amerika Serikat

PKT Tutupi Kejahatan Pengambilan Organ Secara Hidup-Hidup! Mantan Dokter Tiongkok Datang ke Taiwan Ungkap Kebenaran

Sejak tahun 2000, sejumlah orang dalam dari Tiongkok melarikan diri ke luar negeri untuk mengungkap praktik pengambilan organ secara hidup-hidup dalam skala besar terhadap tahanan hati nurani dan praktisi Falun Gong oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) demi keuntungan ekonomi. Namun demikian, PKT terus menutup-nutupi kejahatan ini dari dunia luar. Baru-baru ini, seorang mantan dokter asal Tiongkok, Zheng Zhi, datang ke Taiwan untuk menghadiri pemutaran film dokumenter berjudul “State Organs” dan membagikan pengalamannya, menyerukan kepada masyarakat Taiwan untuk memahami dan menyebarkan kebenaran ini.

EtIndonesia. Film dokumenter “State Organs” mengungkap praktik sistematis dan besar-besaran pengambilan organ secara hidup-hidup dari tahanan hati nurani dan praktisi Falun Gong oleh PKT demi mencari keuntungan. Salah satu narasumber dalam film ini adalah Zheng Zhi,  matan dokter militer Tiongkok yang pernah terlibat dalam praktik keji ini. Dalam pemutaran film di Kaohsiung, Zheng berharap masyarakat Taiwan bisa menyadari kenyataan sebenarnya tentang PKT.

Zheng Zhi, berkata: “Kali ini saya datang ke Republik Tiongkok Taiwan yang bebas dan demokratis dengan harapan agar setiap keluarga, setiap orang tua, dan setiap anak di Taiwan tidak akan lagi menjadi korban kekejaman pengambilan organ hidup-hidup oleh PKT.”

Dr. Zheng Zhi, kini hidup dalam pengasingan di Kanada, melakukan perjalanan ke Taiwan untuk menghadiri beberapa pemutaran film dokumenter pemenang penghargaan “State Organs” pada 4 -15 Juni 2025. Film tersebut menampilkan kesaksian langsung Zheng sebagai dokter residen di rumah sakit militer Tiongkok.

Anggota Legislatif Taiwan, Hsu Chih-chieh menyampaikan: “Kami menyewa tempat bioskop sebagai bentuk dukungan terhadap film State Organs. Kami juga menyerukan lebih banyak orang untuk melakukan hal yang sama, mendorong penyebaran film ini agar seluruh rakyat Taiwan, bahkan dunia, mengetahui kebiadaban PKT.”

Anggota Legislatif Hung Chieh mengatakan: “Sebagai garda terdepan dalam menentang PKT, kita semua tahu bahwa PKT adalah rezim yang tidak menghormati hak asasi manusia, kejam, dan tidak berperikemanusiaan. Maka hari ini kami berdiri di sini untuk mengungkap kebenaran, dan sangat berterima kasih kepada Dr. Zheng yang bersedia tampil langsung dan membuka mata masyarakat Taiwan akan kenyataan ini.”

Banyak penonton merasa terkejut dan marah setelah menonton film tersebut. Anggota legislatif Hsu Chih-chieh menyampaikan bahwa saat ini sudah banyak negara di dunia yang tengah mendorong legislasi untuk menolak praktik pengambilan organ hidup-hidup, termasuk Taiwan. Ia berharap hal itu bisa menghentikan kejahatan yang dilakukan PKT.

Seorang penonton, yang juga seorang dokter, mengatakan: “Karena saya sendiri adalah seorang dokter, maka etika dalam transplantasi organ adalah hal yang sangat kami perhatikan. Saya juga sangat menghargai pentingnya demokrasi dan kebebasan di sebuah negara, karena setiap nyawa manusia itu unik, dan organ tubuh tidak boleh diperdagangkan seperti barang. Ini adalah sesuatu yang sangat mengerikan.”

Anggota Dewan Kota Kaohsiung, Chen Hui-wen, menambahkan: “Dengan mengungkap kejahatan ini, kami ingin dunia tahu bahwa ini adalah tindakan keji yang benar-benar tidak berperikemanusiaan dari PKT. Kami berharap seluruh dunia bisa bersama-sama mengutuknya.”

Hsu Chih-chieh melanjutkan: “Kejahatan PKT dalam mengambil organ tubuh manusia secara paksa harus dikutuk oleh seluruh dunia. Banyak negara juga sudah mengusulkan atau mengesahkan undang-undang yang menentang praktik ini. Di parlemen Taiwan, saya dan Hung Chieh juga sudah mengajukan rancangan undang-undang untuk menghentikan kekejaman ini di Taiwan.”

Meskipun PKT terus berupaya menutup-nutupi kejahatan pengambilan organ hidup-hidup, berbagai parlemen negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Australia telah mengesahkan resolusi untuk mengecam dan menghentikan kekejaman tersebut. Pada tahun 2025, anggota dari kedua partai di DPR dan Senat AS bersama-sama mengajukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Falun Gong, yang menyerukan penerapan sanksi terhadap pelaku pengambilan organ secara paksa.

“State Organs”, film dokumenter yang disutradarai oleh Raymond Zhang—pemenang Peabody Award—berfokus pada dua keluarga yang mencari kerabat mereka yang hilang di tengah penindasan nasional terhadap keyakinan Falun Gong. Kedua orang yang hilang tersebut merupakan praktisi Falun Gong.

Pada akhir 1990-an, diperkirakan sekitar 70 hingga 100 juta warga Tiongkok mempraktikkan Falun Gong, sebuah kepercayaan yang mengajarkan hidup selaras dengan prinsip universal Sejati-Baik-Sabar. Ketika rezim mulai memberantas Falun Gong, para praktisinya menjadi sasaran dalam rantai pasokan besar-besaran dan sistematis rezim untuk pengambilan organ paksa, menurut para pelapor dan peneliti.

Para penyelenggara pemutaran dokumenter ini di Taiwan menyatakan bahwa selama setahun terakhir, mereka telah menerima lebih dari 100 ancaman kekerasan yang menuntut agar pemutaran film dibatalkan. Zhang dan lainnya menduga ancaman tersebut kemungkinan berasal dari Partai Komunis Tiongkok, dan hal ini menunjukkan sejauh mana rezim tersebut takut topik ini semakin diketahui publik. (Hui)

Laporan oleh Wang Chong-ying dan Li Juan-rong dari NTD Television Asia Pasifik, Kaohsiung, Taiwan.

Foto-foto: Pesawat  Air India Hantam Gedung Fakultas Kedokteran,  265 Orang Tewas

EtIndonesia. Pada 12 Juni waktu setempat, sebuah pesawat milik Air India mengalami kecelakaan fatal tak lama setelah lepas landas—kurang dari satu menit—dan menabrak asrama dokter di kompleks sebuah fakultas kedokteran.

Menurut laporan terbaru, sedikitnya 265 orang dipastikan tewas dalam kecelakaan udara ini. Dari 242 orang di dalam pesawat, hanya satu orang yang selamat, dan sekitar 50–60 mahasiswa kedokteran menjadi korban tewas atau luka-luka.

Harian Hindustan Times pada 13 Juni mengutip pernyataan pejabat kepolisian India, menyatakan bahwa “menurut informasi yang kami terima, sebanyak 265 jenazah telah dibawa ke rumah sakit.” Saat ini, operasi penyelamatan masih berlangsung dan jumlah korban tewas kemungkinan akan terus bertambah.

Seorang pejabat tinggi kepolisian juga mengatakan kepada Reuters bahwa jumlah korban tewas bisa mencapai lebih dari 290 orang. (asr)

Sumber : NTDTV.com

)Penerbangan Air India 171 jatuh di kawasan permukiman dekat Bandara Ahmedabad. Bagian ekor pesawat tertancap ke dalam sebuah gedung. (Foto: Sam Panthaky / AFP via Getty Images)
Penerbangan Air India 171 jatuh di kawasan permukiman dekat Bandara Ahmedabad. Bagian ekor pesawat tertancap ke dalam sebuah gedung.
(Foto: Sam Panthaky / AFP via Getty Images)



Petugas penyelamat bekerja di lokasi kecelakaan pesawat Air India penerbangan 171 yang jatuh di kawasan permukiman dekat bandara di Ahmedabad pada 12 Juni 2025. Pesawat penumpang yang menuju London jatuh pada 12 Juni di kota Ahmedabad, India Barat, dengan 242 orang di dalamnya, kata pejabat penerbangan dalam apa yang disebut maskapai sebagai “kecelakaan tragis”. (Foto oleh SAM PANTHAKY/AFP via Getty Images)
Petugas medis memindahkan jenazah korban ke ambulans setelah Pesawat Air India Penerbangan 171 jatuh di kawasan permukiman dekat bandara di Ahmedabad pada 12 Juni 2025. Pesawat penumpang yang menuju London jatuh pada 12 Juni di kota Ahmedabad, India Barat, dengan 242 orang di dalamnya, kata pejabat penerbangan dalam apa yang disebut maskapai sebagai “kecelakaan tragis”. (Foto oleh SAM PANTHAKY/AFP via Getty Images)




Petugas pemadam kebakaran bekerja di lokasi kecelakaan pesawat Air India penerbangan 171 yang jatuh di kawasan permukiman dekat bandara di Ahmedabad pada 12 Juni 2025. Pesawat penumpang yang menuju London jatuh pada 12 Juni di kota Ahmedabad, India Barat, dengan 242 orang di dalamnya, kata pejabat penerbangan dalam apa yang disebut maskapai sebagai “kecelakaan tragis”. (Foto oleh SAM PANTHAKY/AFP via Getty Images)

20 Jenderal Iran Tewas Diserbu Mossad, Rudal Balistik Iran Bobol Pertahanan Israel!

EtIndonesia. Konflik antara Israel dan Iran kembali memuncak dalam 48 jam terakhir setelah serangan udara besar-besaran dilancarkan Israel ke wilayah Iran. Eskalasi ini juga ditandai dengan keterlibatan militer Amerika Serikat, pernyataan keras Donald Trump, serta reaksi keras dari berbagai negara besar dunia. Berikut adalah laporan lengkap dan mendalam terkait perkembangan terbaru di kawasan Timur Tengah yang kini semakin memanas.

Trump: “Serangan Israel Sangat Luar Biasa, Akan Ada Lebih Banyak Lagi”

Pada 13 Juni, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam wawancaranya dengan ABC News secara terbuka memuji aksi militer Israel terhadap Iran. Dia menyebut serangan tersebut sebagai “luar biasa” dan mengingatkan bahwa serangan sejenis akan terus terjadi ke depan.

“Serangan ini luar biasa. Kami telah memberi mereka kesempatan, tapi mereka tidak memanfaatkannya. Iran mendapat pukulan besar—sangat berat. Dan saya peringatkan, ke depan akan ada lebih banyak lagi serangan, bahkan sangat banyak,” ujar Trump tegas dalam wawancara eksklusif.

Operasi Rahasia Mossad di Iran: 20 Jenderal Garda Revolusi Tewas

Di balik serangan udara Israel, diketahui pasukan elit Mossad—badan intelijen dan operasi khusus Israel—telah melancarkan berbagai operasi rahasia di dalam wilayah Iran. Menurut laporan Reuters, setidaknya 20 jenderal tinggi Garda Revolusi Iran tewas dalam operasi senyap ini. Operasi tersebut menargetkan pusat-pusat komando, markas besar militer, hingga jaringan komunikasi strategis Iran.

Serangan Balasan: Rudal Iran Menghantam Jantung Pertahanan Israel

Tak tinggal diam, Iran meluncurkan serangan balasan secara masif. Rudal-rudal Iran menargetkan markas besar Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv. Militer Amerika Serikat langsung bergerak cepat, dengan sistem pertahanan udara membantu mencegat rudal dan drone yang ditembakkan dari Iran ke wilayah Israel.

Rekaman video yang beredar menunjukkan rudal balistik Iran mampu menembus sistem pertahanan udara Israel dan menghantam area di pusat Tel Aviv, menimbulkan kepulan asap tebal yang menyelimuti langit kota. Gelombang ledakan juga terdengar di wilayah Yerusalem. Serangan beruntun Iran disebut sebagai respons tegas terhadap aksi Israel dan Mossad.

Keterlibatan Amerika Serikat: Militer AS Bantu Intersepsi Rudal Iran

Beberapa pejabat senior AS telah mengonfirmasi bahwa militer Amerika ikut serta membantu pertahanan udara Israel. Dalam aksi malam itu, ratusan rudal dan drone yang ditembakkan Iran ke Israel berhasil dihadang oleh sistem Iron Dome, Patriot, dan sistem pertahanan sekutu. Militer AS, menurut sumber CNN dan Fox News, mengerahkan dua kapal perusak Angkatan Laut, USS Sullivan dan USS Arleigh Burke, yang kini siaga penuh di Mediterania Timur.

Juru bicara keamanan AS menegaskan bahwa saat ini prioritas Washington adalah melindungi ratusan ribu warga Amerika dan aset vital AS di Israel.

Korban dan Kerusakan: Fasilitas Militer Iran dan Israel Sama-Sama Terpukul

Serangan udara Israel ke Iran pada 13 Juni menargetkan lebih dari 100 sasaran, termasuk fasilitas nuklir utama di Natanz, sejumlah pangkalan militer strategis, dan pusat riset senjata nuklir. Enam pejabat tinggi Iran, termasuk Kepala Staf Angkatan Bersenjata dan beberapa ilmuwan nuklir, dilaporkan tewas. Fasilitas pengayaan uranium di Natanz mengalami kerusakan parah, terutama di bagian bawah tanah yang menjadi pusat aktivitas nuklir Iran.

Di sisi Israel, serangan balasan Iran menimbulkan kerusakan pada beberapa instalasi pertahanan dan menyebabkan sedikitnya 35 korban luka—satu di antaranya perempuan dalam kondisi kritis. Data dari organisasi layanan darurat Magen David Adom menyebutkan tujuh warga luka-luka di Tel Aviv dan Ramat Gan akibat jatuhnya puing-puing rudal yang dicegat.

Dukungan dan Koordinasi Internasional: AS, Prancis, Jerman, dan Sekutu Lainnya

Pascaserangan, negara-negara sekutu Israel langsung bereaksi. Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz menegaskan dukungan atas hak Israel membela diri, namun tetap menyerukan kedua belah pihak menahan diri agar ketegangan tidak meluas.

“Prancis akan selalu mendukung hak dan eksistensi Israel untuk membela diri. Namun, kami berharap kedua pihak mampu menahan diri demi stabilitas kawasan,” tegas Macron dalam konferensi pers di Paris.

Kanselir Jerman menambahkan, keamanan komunitas Yahudi dan warga Iran di Jerman akan dijamin sepenuhnya. Sementara, Perdana Menteri Swedia mengingatkan potensi terorisme yang bisa meluas hingga ke Eropa, dan mendesak agar penyelesaian masalah ditempuh lewat diplomasi.

Langkah-Langkah Darurat dan Penutupan Wilayah Udara Timur Tengah

Eskalasi konflik menyebabkan empat negara di Timur Tengah—Israel, Iran, Irak, dan Yordania—menutup total wilayah udara mereka. Data situs pelacakan penerbangan internasional menunjukkan aktivitas penerbangan di atas kawasan ini praktis lumpuh. Kedutaan besar Philipina di Israel bahkan sudah mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk waspada dan siap mengungsi.

Sementara itu, militer Iran memberlakukan larangan semua kapal asing melintasi Selat Hormuz—jalur pelayaran energi paling vital dunia. Langkah ini meningkatkan risiko gangguan pada suplai minyak global.

Reaksi dan Pernyataan Para Tokoh Dunia

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pidatonya menyampaikan pesan khusus kepada rakyat Iran: “Rakyat Iran yang pemberani, cahaya kalian akan mengalahkan kegelapan. Sejak zaman Cyrus Agung, Israel dan Iran adalah sahabat. Rebutlah kembali kebebasan kalian dari rezim penguasa.”

Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, melalui media resmi menyerukan perlawanan total dan bersumpah akan menghancurkan “rezim Israel.” Media Tiongkok menyoroti retorika Khamenei sebagai upaya memperkuat posisi di tengah perang.

Di platform media sosial Trump, tidak ada unggahan baru selain satu postingan terkait kerusuhan, menimbulkan banyak spekulasi tentang sikap diam Presiden AS ini di tengah eskalasi besar.

Analisis Strategis: Diplomasi AS dan Serangan Israel

Analis industri pertahanan menyimpulkan bahwa strategi ambigu Amerika Serikat selama ini, yang mengedepankan jalur diplomasi sekaligus mempersiapkan serangan militer, memberi ruang gerak bagi Israel untuk melancarkan serangan mendadak. Selama negosiasi AS-Iran berlangsung di Oman, Israel diam-diam melakukan serangan untuk mendapatkan posisi strategis.

The Wall Street Journal melaporkan bahwa pada tanggal 15, diplomat AS dan Iran akan kembali bertemu di Oman untuk perundingan babak baru, namun kepercayaan antar pihak kini berada di titik terendah.

Reaksi Dunia: Tiongkok dan Rusia

Tiongkok, melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, secara resmi menolak aksi militer Israel ke Iran. Beijing menyerukan semua pihak menahan diri dan menawarkan diri sebagai mediator dalam meredakan konflik. Sementara itu, Rusia juga menyerukan penghentian kekerasan dan mendorong dialog.

Situasi di Lapangan: Mobilisasi Militer dan Kesiagaan Maksimal

Seluruh aktivitas masyarakat di Israel dihentikan. Sekolah, kantor, dan area publik ditutup. AS mengurangi staf diplomatik di Irak dan menempatkan sekitar 40.000 personel militer di kawasan Timur Tengah—lengkap dengan sistem pertahanan udara dan kapal perang.

Seorang pejabat senior militer Israel menegaskan: “Ini bukan sekadar operasi militer, melainkan perang yang sangat terencana dari jarak 1.500 kilometer.”

Potensi Perang Besar dan Ketidakpastian Regional

Situs berita Israel, Ynet News, memprediksi perang antara Israel dan Iran dapat berlangsung minimal dua pekan ke depan. Koordinasi resmi antara Pemerintah AS dan Israel menunjukkan kemungkinan keterlibatan militer AS secara langsung, terutama jika serangan balasan Iran meningkat dan mengancam warga serta aset Amerika di Israel.

Kesimpulan: Kawasan di Ambang Krisis Besar

Dengan saling serang yang kini melibatkan aset dan personel militer AS, situasi di Timur Tengah berada di ambang krisis regional yang bisa menjalar ke konflik global. Seluruh dunia kini menanti langkah berikutnya, sementara diplomasi dan kekuatan militer terus berpacu di arena geopolitik paling panas tahun ini.

Israel Serang Fasilitas Nuklir Iran: Bursa Saham Global Anjlok, Harga Minyak Naik Lebih dari 7%

Pada  Jumat (13 Juni), pasar global terguncang akibat serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran. Bursa saham anjlok dan harga minyak melonjak lebih dari 7%. Para investor berbondong-bondong beralih ke aset aman seperti emas dan franc Swiss.

EtIndonesia. Serangan terhadap fasilitas nuklir Iran memicu respons pasar yang cepat. Hingga pukul 00:55 GMT, indeks berjangka E-mini S&P 500 Amerika turun 1,5%, sementara indeks berjangka Nasdaq turun 1,7%. Indeks Nikkei Jepang turun 1,4%, dan indeks saham gabungan Korea Selatan (KOSPI) turun 1,2%.

Sementara itu, harga minyak naik tajam, melampaui 7%, mencapai level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Ketegangan yang meningkat tajam di Timur Tengah memicu kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak.

Hingga pukul 01:42 GMT:

  • Harga minyak mentah Brent naik 5,29 dolar AS, menjadi 74,65 dolar AS per barel (naik 7,63%), sempat menyentuh 75,32 dolar AS, tertinggi sejak 2 April.
  • Minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) AS naik 5,38 dolar AS, menjadi 73,42 dolar AS per barel (naik 7,91%), sempat menyentuh 74,35 dolar AS, tertinggi sejak 3 Februari.

“Serangan Israel terhadap Iran semakin meningkatkan premi risiko,” kata Saul Kavonic, analis senior energi dari MST Marquee kepada Reuters. 

Namun, ia juga menyatakan bahwa “konflik perlu meningkat ke tingkat di mana Iran membalas dengan menyerang infrastruktur minyak di kawasan sebelum pasokan minyak benar-benar terdampak.”

Ia menambahkan bahwa dalam situasi ekstrem, Iran bisa saja mengganggu pasokan hingga 20 juta barel per hari melalui serangan terhadap infrastruktur atau dengan membatasi jalur pengiriman di Selat Hormuz.

Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah kembali mendorong investor mencari aset aman. Harga emas naik 1% pada hari Jumat, menjadi sekitar 3.419 dolar AS per ons.

Nilai tukar:

  • Franc Swiss naik sekitar 0,4% terhadap dolar AS, menjadi 0,8072;
  • Yen Jepang naik 0,3%, menjadi 143,06;
  • Euro melemah 0,3%, menjadi 1,1553 dolar AS.

Pada Jumat pagi, Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa tujuan serangan tersebut adalah untuk menghancurkan infrastruktur nuklir Iran, pabrik rudal balistik, dan sejumlah besar kapabilitas militer lainnya.

Israel juga mengumumkan status darurat nasional, guna menghadapi potensi serangan balasan dari Iran berupa rudal dan drone.

Menurut kantor berita resmi Iran Nour News, terdengar ledakan di dekat fasilitas nuklir di timur laut Teheran pada Jumat dini hari. Sistem pertahanan udara Iran dilaporkan berada dalam siaga penuh.

Seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada Reuters bahwa para pemimpin Iran sedang mengadakan pertemuan tingkat tinggi terkait keamanan nasional.

Priyanka Sachdeva, analis pasar senior dari Phillip Nova, mengatakan kepada Reuters, “Pengumuman Iran untuk siaga penuh dan ancaman balasan tidak hanya meningkatkan risiko gangguan pasokan, tapi juga bisa meluas ke negara-negara penghasil minyak lain di sekitarnya.”

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Jumat menyatakan bahwa serangan Israel terhadap Iran adalah “aksi sepihak”, menegaskan bahwa Washington tidak terlibat, dan mendesak Iran untuk tidak menyasar kepentingan atau personel Amerika di kawasan tersebut. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Perang Baru, Peta Dunia Berubah: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

EtIndonesia. Media militer resmi Partai Komunis Tiongkok (PKT) tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda adanya “perhitungan” atau upaya mempertanggungjawabkan serangkaian kebijakan yang diambil oleh Xi Jinping. Sejumlah laporan investigatif mulai beredar, membeberkan berbagai titik balik yang menjadi kunci hilangnya pengaruh dan kekuasaan Xi di tengah krisis global yang terus berkembang. Situasi ini diyakini menjadi titik awal dari perubahan besar dalam hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok.

Perang Timur Tengah Memanas: Israel Serang Iran, Dunia di Ambang Krisis Baru

Di tengah ketegangan yang terus meningkat di kawasan Timur Tengah, dunia dikejutkan oleh langkah dramatis Israel yang, pada dini hari 13 Juni, melancarkan serangan udara terkoordinasi ke berbagai sasaran strategis di Iran. Serangan ini dinilai sebagai salah satu operasi militer terbesar dan paling berani Israel dalam beberapa dekade terakhir.

Bagi para analis geopolitik, situasi ini memberikan celah penting bagi Donald Trump— Presiden AS yang kembali mendominasi panggung politik dunia—untuk menekan Tiongkok melalui jalur baru. Dalam perundingan intens antara AS dan Tiongkok yang digelar di London, terlihat jelas bagaimana Beijing berusaha menekan komunitas global dengan ancaman pemanfaatan pasokan logam tanah jarang sebagai senjata diplomasi dan ekonomi. Namun, strategi ini dinilai hanya efektif dalam jangka waktu singkat.

Di saat yang sama, baik Rusia maupun Ukraina kini cenderung merapat ke AS dalam urusan logam tanah jarang. Sejak Maret lalu, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah secara terbuka menawarkan kerjasama di bidang mineral strategis tersebut kepada AS. Di sisi lain, Ukraina juga telah menandatangani perjanjian pertambangan logam tanah jarang dengan Washington.

Strategi Trump: Redam Perang Dagang, Bangun Rantai Pasok Baru

Trump tampaknya memilih untuk meredakan eskalasi perang dagang dengan Tiongkok—sementara fokus membangun kembali rantai pasok tanah jarang yang lebih stabil. Para pengamat menilai, jika AS mampu mengamankan posisi di Iran melalui manuver strategis Israel, maka salah satu “lengan” penting Tiongkok dalam geopolitik dunia akan benar-benar diputus.

Sebelum eskalasi terbaru, Israel telah berhasil menumpas sejumlah kekuatan yang berafiliasi dengan Iran—termasuk Hamas di Gaza, kelompok milisi di Pulau Mutiara, dan pemberontak Houthi di Yaman. Semua keberhasilan ini membuka jalan strategis bagi Israel untuk akhirnya melakukan serangan langsung ke jantung kekuatan Iran. Trump disebut-sebut memberikan “lampu hijau” bagi langkah Israel tersebut.

Pada dini hari 13 Juni, Israel melancarkan Operasi Rising Lion —sebuah operasi militer besar-besaran yang menggabungkan serangan rudal, drone, dan jet tempur ke sejumlah target di Iran. Serangan udara besar pertama dilaporkan menghantam kawasan sekitar Teheran tepat pukul 3 pagi. Cuplikan video di media sosial menampilkan langit malam yang diterangi kobaran api dan asap pekat membumbung tinggi, menandakan dampak serangan yang sangat dahsyat.

Hanya dalam beberapa jam, Angkatan Udara Israel tercatat telah melakukan sedikitnya lima gelombang serangan berturut-turut, menargetkan instalasi-instalasi vital Iran.

Fasilitas Uranium Natanz Lumpuh, Tiga Tokoh Kunci Iran Jadi Sasaran

Pejabat dari Badan Energi Atom Iran mengkonfirmasi pada 13 Juni bahwa fasilitas pengayaan uranium Natanz mengalami kerusakan parah. Fasilitas ini adalah pusat pengayaan uranium terbesar dan paling vital di Iran—bukan reaktor nuklir konvensional biasa, melainkan jantung dari seluruh program nuklir Iran yang selama ini menjadi sorotan dunia. Natanz secara historis memang telah lama menjadi target utama operasi rahasia Israel dan sekutunya.

Selain Natanz, terdapat tiga tokoh kunci Iran yang dilaporkan menjadi target langsung:

  • Hossein Salami – Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC)
  • Mohammad Bagheri – Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran
  • Brigjen Amir Ali Hajizadeh – Komandan Pasukan Dirgantara IRGC

Kabar yang beredar menyebutkan bahwa ketiganya menjadi korban “serangan pemenggalan kepala” (decapitation strike) oleh Israel—yaitu operasi militer terarah untuk membunuh para tokoh utama musuh. Netizen internasional pun menyoroti kehebatan Israel dalam melaksanakan pembunuhan presisi terhadap target-target penting. Salah satu gelombang serangan Israel juga dilaporkan secara khusus menargetkan sistem radar serta pertahanan udara yang tersebar di seluruh Iran, mengakibatkan kebutaan sementara sistem pertahanan Iran dari serangan susulan.

Respons Amerika Serikat dan Ancaman Balasan Iran

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam serangan langsung ke Iran dan memperingatkan Teheran agar tidak mencoba membalas kepada AS. Namun, Iran tetap bersumpah akan membuat Israel dan Amerika membayar mahal atas agresi ini. Pernyataan keras dari berbagai pejabat Iran mengindikasikan bahwa kawasan Timur Tengah masih jauh dari stabilitas, dan justru akan memasuki fase krisis yang lebih eksplosif dalam waktu dekat.

Dalam pidato nasional di televisi, Letjen Emil Zamir selaku Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel memperingatkan bahwa respons Iran kali ini bisa sangat berbeda dari yang sebelumnya.

“Bangsa Yahudi kini kembali berada dalam perang untuk kelangsungan hidup. Kita sedang menghadapi pertempuran bersejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tegasnya.

Keseimbangan Kekuatan Militer: Siapa Lebih Unggul?

Jika berbicara soal jumlah rudal, Iran memang punya keunggulan numerik—rudal mereka mampu menjangkau seluruh wilayah Israel, bahkan berpotensi membanjiri sistem pertahanan udara lawan. Namun, dalam hal akurasi, teknologi, dan presisi, rudal Iran masih tertinggal jauh dari Israel. Sistem pertahanan udara milik Iran sendiri juga terbukti belum mampu menahan serangan jet tempur Israel yang menggunakan teknologi stealth mutakhir.

Selain itu, Israel memiliki cadangan “senjata pamungkas”: kekuatan nuklir yang menjadi deterrent utama di kawasan.

Kini, perhatian dunia terfokus pada satu pertanyaan besar: Jika Iran membalas, apakah Amerika Serikat akan turun tangan langsung membantu Israel? Skenario inilah yang tengah dicermati oleh seluruh pemangku kepentingan global.

Beberapa analis menyebut, serangan Israel kali ini melibatkan penggunaan jet tempur F-35 dengan misi membunuh para ilmuwan nuklir serta tokoh-tokoh militer Iran secara terarah. Langkah ini menandai perubahan besar dalam pola hubungan AS-Israel sejak era Trump. Jika konflik terus bereskalasi, tidak menutup kemungkinan AS akan kembali menambah kekuatan militer secara besar-besaran di kawasan Timur Tengah.

Namun, menurut Su Tzu-yun, Direktur Institut Strategi dan Sumber Daya Pertahanan, kemungkinan besar konflik ini tidak akan berlangsung lebih dari dua hingga tiga hari, meski tetap berpotensi memicu perubahan geopolitik besar. Dosen Ilmu Politik Universitas Nasional Taiwan, Chen Shih-min, juga menyampaikan analisis serupa tentang kemungkinan perkembangan situasi.

Dampak Terhadap Tiongkok: Kegelisahan di Beijing dan Ketakutan Para Jenderal

Krisis di Timur Tengah ini tidak hanya membuat Iran dan Israel waspada, namun juga mengguncang Beijing. Banyak netizen bertanya-tanya, bagaimana mungkin begitu banyak jenderal tinggi Iran bisa terdeteksi dan dilenyapkan dalam satu malam—apakah intelijen Barat sudah sedemikian canggih? Kekhawatiran ini kini juga menghantui para jenderal Tiongkok, yang mendadak merasa rentan di tengah ketidakpastian situasi global. Bahkan, ada yang berseloroh, Xi Jinping pun mungkin mulai merasa “dingin di sauna” melihat perkembangan situasi.

Di sisi lain, pukulan terhadap Iran berpotensi memecah konsentrasi strategi Beijing—terutama karena Tiongkok sangat bergantung pada pasokan minyak dari Iran. Jika rantai pasok minyak terganggu, strategi pertahanan dan ekspansi militer Beijing bisa menjadi berantakan.

Lebih jauh lagi, serangkaian bocoran informasi dari internal Partai Komunis Tiongkok mengindikasikan bahwa di dalam negeri sendiri, sedang berlangsung perubahan besar. Militer dan elite partai kini sibuk dengan agenda masing-masing, menambah ketidakpastian di tengah pusaran krisis global.

Mengapa “Kopi Organik” Semakin Digemari? Ternyata Ini 3 Alasannya

EtIndonesia. Kopi organik semakin populer, dan bukan tanpa alasan. Dibandingkan kopi biasa, kopi organik terbukti lebih bernutrisi dan menawarkan sejumlah keunggulan penting bagi kesehatan dan lingkungan.

Seiring meningkatnya permintaan pasar, banyak petani kopi komersial kini memaksimalkan produksi dengan berbagai cara—termasuk metode yang merusak lingkungan dan berisiko terhadap kesehatan.

Namun, kopi organik tumbuh di tanah bebas dari bahan kimia berbahaya, dan mengandalkan keseimbangan alam untuk menghasilkan biji kopi yang aman dikonsumsi. Meski belum menjadi pilihan utama di rak-rak toko, beberapa produsen berkualitas tinggi terus menyediakan opsi yang lebih sehat ini bagi konsumen yang peduli akan gaya hidup berkelanjutan.

Berikut tiga alasan utama mengapa kopi organik makin diminati:

1. Bebas Pestisida, Bahan Kimia, dan Racun

Apakah pestisida berbahaya bagi tubuh manusia?

Jawaban singkat: Ya, sangat berbahaya.

Penelitian menunjukkan bahwa pestisida, termasuk herbisida, dapat merusak sistem reproduksi, memicu infertilitas pada pria dan wanita, serta menyebabkan kelainan perkembangan janin. Bahkan bagi orang yang tidak berniat memiliki anak, risiko tetap ada—pestisida dapat menyebabkan gangguan hormon, meningkatkan risiko kanker, dan mengganggu keseimbangan mikrobioma sehat dalam usus.

Yang mengejutkan, pertanian kopi konvensional menjadi salah satu pengguna pestisida terbanyak di dunia. Dalam metode budidaya intensif di bawah sinar matahari, setiap hektar kebun kopi konvensional bisa menggunakan lebih dari 250 pon pestisida per tahun. Selain berbahaya bagi tubuh, ini juga sangat merusak lingkungan.

Untungnya, Anda punya pilihan: kopi organik atau bahkan kopi biodinamis, yang bebas pestisida dan bahan kimia beracun. Tak hanya itu, metode budidaya organik telah terbukti menghasilkan kandungan nutrisi lebih tinggi, termasuk vitamin dan antioksidan yang bermanfaat.

2. Rasa Lebih Enak dan Lebih Lembut

Kopi organik menawarkan rasa yang lebih nikmat.

Sebagian besar kopi konvensional ditanam di ladang terbuka dengan paparan sinar matahari penuh dan sistem monokultur, yang kerap menyebabkan kadar keasaman tinggi dan rasa yang lebih pahit.

Sebaliknya, kopi organik biasanya ditanam di bawah naungan pohon (shade-grown), yang membantu menghasilkan biji kopi dengan keasaman lebih rendah dan rasa lebih seimbang. Hasilnya? Secangkir kopi yang lebih halus, tidak terlalu pahit, dan lebih kompleks dalam cita rasa.

Tak hanya enak di lidah, metode ini juga lebih ramah lingkungan, menjadikan kopi organik pilihan ideal bagi pecinta kopi yang peduli terhadap keberlanjutan.

3. Bebas Jamur Beracun

Keunggulan lain dari kopi organik adalah kemurniannya. Kopi ini biasanya berasal dari satu lokasi sumber (single origin) dan ditanam di dataran tinggi, yang memiliki iklim lebih dingin dan kurang kondusif bagi pertumbuhan jamur.

Ini penting karena kopi konvensional, terutama yang ditanam di daerah dataran rendah dengan kelembapan tinggi, berisiko mengandung jamur beracun seperti mikotoksin dan aflatoksin. Kandungan racun jamur ini telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan serius—termasuk kelelahan kronis, gangguan hati, dan risiko kanker.

Dengan memilih kopi organik, Anda tidak hanya menikmati rasa yang lebih baik dan alami, tetapi juga mengurangi paparan terhadap zat-zat berbahaya yang kerap tersembunyi dalam proses produksi kopi konvensional.

Kesimpulan: Investasi Kesehatan dalam Setiap Tegukan

Kopi organik bukan hanya tentang rasa atau gaya hidup, tapi juga soal kesehatan dan tanggung jawab lingkungan.

Karena ditanam di tanah yang tidak tercemar bahan kimia, biji kopi organik lebih kaya nutrisi dan vitamin, sekaligus membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Dengan memilih kopi organik, Anda mendukung praktik pertanian yang sehat, mengurangi paparan racun dalam tubuh, dan tetap bisa menikmati secangkir kopi dengan rasa lebih murni dan lebih menenangkan. (jhn/yn)

Jenderal Jepang Sesumbar: “Kami Bisa Hancurkan Armada Pasifik Rusia dalam 3 Jam”! Juga Ancam Rebut Kembali Kepulauan Kuril dengan Bantuan Ukraina

EtIndonesia. Pada 31 Mei, Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) menggelar latihan pendaratan skala besar di sekitar Kepulauan Utara—yang dikenal di Rusia sebagai Kepulauan Kuril Selatan. Dalam latihan tersebut, Komandan Kelompok Fregat ke-4, Laksamana Muda Itō Hiroshi, melontarkan pernyataan mengejutkan.

“Jika diperlukan, Jepang akan bekerja sama dengan Ukraina untuk melakukan serangan gabungan laut dan darat demi merebut kembali keempat pulau itu,” katanya.

dia bahkan sesumbar: “Jepang mampu menghancurkan Armada Pasifik Rusia hanya dalam waktu 3 jam.”

Pernyataan keras ini, ditambah rangkaian latihan militer dan peningkatan persenjataan Jepang belakangan ini, membuka kembali luka lama konflik Jepang-Rusia yang tak pernah benar-benar ditutup sejak Perang Dunia II—terutama karena kedua negara belum pernah menandatangani perjanjian damai secara resmi. Kini, efek limpahan dari perang Rusia-Ukraina tampaknya mulai merambah kawasan Asia Timur Laut.

Manuver Jepang yang Mengundang Teguran Rusia

Sebelumnya, pada 24 Mei, Penjaga Pantai Jepang menggelar latihan penembakan langsung di wilayah perairan sekitar Kuril Selatan. Sebanyak 66 peluru artileri ditembakkan ke laut lepas. Rusia segera melayangkan nota protes diplomatik, namun Jepang menanggapinya santai dengan menyebutnya sebagai “latihan rutin yang mengalami salah tembak.” Moskow tidak memberikan respons militer lanjutan, yang oleh pengamat dipandang sebagai tanda lemahnya posisi Rusia di wilayah itu saat ini.

Bantuan Jepang ke Ukraina dan Persenjataan Canggih

Dalam beberapa waktu terakhir, retorika militer Jepang terhadap Rusia semakin tegas. Pernyataan Itō Hiroshi mengenai “bekerja sama dengan Ukraina” bukan sekadar gertakan. Data terbuka menunjukkan bahwa bantuan militer Jepang ke Ukraina meningkat dari 7,6 miliar dolar menjadi 11 miliar dolar, melebihi banyak negara Eropa.

Jepang juga terus mengirimkan peralatan militer mutakhir, termasuk sistem radar generasi baru dan perangkat perang elektronik, untuk diuji bersama sistem senjata masa depan JSDF.

Kilasan Sejarah: Luka Perang yang Belum Sembuh

Dalam catatan sejarah, Armada Pasifik Rusia pernah mengalami kekalahan besar saat Perang Rusia-Jepang (1904–1905), terutama dalam Pertempuran Laut Kuning dan Pengepungan Port Arthur, yang nyaris memusnahkan kekuatan angkatan laut Rusia. Trauma sejarah ini masih membekas dalam memori nasional kedua negara.

Kini, Jepang tengah membangun ulang kekuatan militer nasional secara besar-besaran. Mulai 24 Maret 2025, Jepang akan membentuk Komando Operasi Gabungan Terpadu, dipimpin oleh Laksamana Kenichiro Nagumo (59 tahun), guna memperkuat operasi lintas matra. Anggaran pertahanan Jepang kini menembus 2% dari PDB dan ditargetkan mencapai 43 triliun yen (sekitar 300 miliar dolar) dalam lima tahun ke depan.

Transformasi Armada dan Kekuatan Udara Jepang

Jepang telah mulai memensiunkan hampir 200 unit jet tempur F-15J, dan menggantinya dengan 147 jet tempur F-35 buatan Amerika Serikat, menjadikan Jepang pemilik F-35 terbanyak kedua di dunia setelah AS.

Selain itu, proyek jet siluman generasi kelima “Shinshin” buatan dalam negeri juga terus berjalan. Sekitar 100 unit direncanakan menggantikan seri F-2, membentuk kombinasi antara pesawat generasi keempat dan kelima yang lebih seimbang.

Di laut, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang juga tengah melakukan transformasi senyap. Kapal seperti JS Kaga—awalnya kapal induk helikopter—telah diam-diam dimodifikasi menjadi kapal induk penuh, dengan bobot penuh 43.600 ton. Kapal ini akan dipasangkan dengan jet tempur F-35B berkemampuan lepas landas pendek dan pendaratan vertikal, menjadi andalan utama operasi perebutan pulau bila konflik dengan Rusia pecah.

Misi Balas Dendam atau Cek Strategis?

Pernyataan Jepang bahwa mereka dapat “menghabisi Armada Pasifik Rusia dalam tiga jam” bukan sekadar gertakan kosong, tetapi merupakan bentuk tekanan strategis dalam kerangka aliansi AS-Jepang-Ukraina.

Saat ini, banyak kekuatan utama militer Rusia masih terfokus di front Ukraina, dan Armada Pasifik Rusia tidak memiliki cukup kekuatan untuk segera memberi perlawanan balik di Timur Jauh.

Latihan militer Jepang di kawasan ini dipandang sebagai uji coba dominasi regional, sekaligus mengisi kekosongan kekuasaan sementara yang ditinggalkan Rusia akibat kesibukannya di medan perang Eropa Timur. (jhn/yn)

Jejak Peradaban 24.000 Tahun Lalu: Lebih dari 100 Struktur Prasejarah Ditemukan di Gua Tersembunyi Spanyol

EtIndonesia. Di wilayah Valencia, Spanyol, sebuah dunia bawah tanah yang tertutup kegelapan selama ribuan hingga puluhan ribu tahun mulai mengungkapkan secuil misteri kehidupan spiritual manusia purba. Tim arkeologi gabungan dari Universitas Alicante dan Universitas Zaragoza telah menemukan lebih dari 100 struktur batu prasejarah di kedalaman Gua Cova Dones, yang diduga kuat merupakan situs ritual manusia awal dari sekitar 24.000 tahun silam.

Penemuan ini semakin memperkaya khazanah seni dan budaya zaman Paleolitikum, sekaligus membuka pintu menuju dunia spiritual yang jauh lebih abstrak dan mendalam dari yang selama ini diketahui.

Gerbang Misterius yang Terbuka oleh Gempa

Sistem gua Cova Dones pertama kali terungkap ke permukaan setelah gempa bumi pada tahun 1821. Gua ini memiliki kedalaman lebih dari 500 meter dan merupakan salah satu situs seni prasejarah paling kaya di sepanjang pesisir Laut Tengah. Di dinding-dinding guanya tersimpan lebih dari 100 lukisan batu yang menggambarkan 19 jenis hewan, termasuk kuda, rusa jantan, bison, hingga rusa betina, yang diyakini berasal dari sekitar 24.000 tahun yang lalu.

Namun, yang lebih mengejutkan daripada keindahan lukisan tersebut adalah temuan struktur batu yang dibentuk dari stalagmit yang dipatahkan dan disusun ulang—memberikan petunjuk baru yang jauh lebih dalam tentang kehidupan spiritual manusia prasejarah.

 “Bahasa Tak Dikenal” dari Stalagmit

Struktur ini, yang terbentuk dari stalagmit yang telah dipatahkan lalu disusun kembali, dipastikan bukan hasil proses alamiah, melainkan akibat dari tindakan manusia secara sengaja.

Seorang juru bicara dari Universitas Alicante menjelaskan: “Adanya regenerasi kalsit pada celah-celah tertentu menunjukkan bahwa intervensi manusia ini setidaknya sudah terjadi sejak zaman prasejarah. Kami tengah melakukan penyelidikan multidisipliner lebih lanjut untuk memverifikasinya.”

Dengan kata lain, struktur ini bukan hanya sangat tua dalam konteks geologi, tetapi juga mencatat jejak interaksi manusia dengan waktu. Fungsi dari struktur-struktur ini masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan analisis awal, para arkeolog menduga mereka berfungsi sebagai simbol, bagian dari ritual, atau bahkan sebagai sistem navigasi dalam gua, dan mungkin berkaitan erat dengan kosmologi dan spiritualitas masyarakat zaman itu.

Bukan Kasus Terisolasi, Tapi Sebuah Tradisi Kuno

Menariknya, ini bukan kali pertama struktur seperti ini ditemukan. Salah satu contoh paling terkenal datang dari Gua Bruniquel di Prancis, tempat di mana manusia Neanderthal sekitar 175.000 tahun lalu juga membentuk struktur melingkar dari stalagmit yang dipatahkan.

Hal ini menunjukkan bahwa manipulasi ruang dalam gua telah menjadi tradisi kuno yang melampaui ras manusia maupun zaman—sebuah praktik spiritual yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan melintasi puluhan ribu tahun sejarah manusia.

Dari Prancis ke Spanyol, dari Neanderthal hingga Homo sapiens, tersirat adanya benang merah budaya spiritual purba: bahwa manusia purba tidak hanya hidup di dalam gua, tetapi juga mendalami eksistensi, kematian, dan kesakralan di dalamnya.

Menelusuri Cahaya Peradaban dari Masa Silam

Saat ini, tim arkeologi telah memulai penelitian lanjutan yang lebih mendalam, dengan menggunakan kombinasi pemetaan topografi 3D, penggalian arkeologis, dan teknologi penanggalan radiometrik untuk merekonstruksi sejarah dan fungsi struktur batu tersebut.

Bagi dunia arkeologi, Cova Dones bukan sekadar situs purbakala, melainkan jendela waktu yang memungkinkan kita—manusia modern—untuk mengintip ke dalam jiwa manusia purba, yang tak pernah menulis kata, tetapi mengukir kepercayaannya dalam batu, ruang, dan diamnya gua.(jhn/yn)

Iran Langsung Melancarkan Serangan Balasan! 10 Fasilitas Nuklir di Tel Aviv Dihantam—Militer Iran Keluarkan “Pengumuman Nomor Satu”

EtIndonesia. Pada hari Jumat (13/6), media Saudi Hadas mengutip laporan dari media Israel yang menyebutkan bahwa Kota Tel Aviv diserang, termasuk 10 fasilitas nuklir yang menjadi target. Aksi ini merupakan serangan balasan Iran atas operasi Israel sebelumnya yang diberi nama operasi “Rising Lion”—sebuah serangan mendadak yang menewaskan sejumlah jenderal senior Garda Revolusi Iran dan menghantam berbagai fasilitas nuklir Iran.

Pada tanggal 13 Juni waktu setempat, Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran mengeluarkan sebuah pernyataan resmi yang disebut sebagai “Pengumuman Nomor Satu”, sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap wilayah Iran.

Isi pengumuman tersebut menyatakan bahwa pada tanggal 13, Israel telah melakukan tindakan agresi dan spekulatif dengan menyerang sejumlah wilayah sipil dan militer di Iran. Serangan ini menyebabkan korban jiwa, termasuk di antaranya perempuan, anak-anak, serta personel militer.

Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran dengan keras mengutuk tindakan agresi musuh ini, yang disebutnya sebagai pelanggaran terhadap semua norma internasional. Iran menegaskan akan melakukan pembalasan terhadap para komandan, pelaku, dan pendukung di balik serangan ini.

Sebelumnya, militer Israel melakukan serangan udara malam hari ke puluhan target di Iran, dalam operasi yang mereka beri nama operasi “Rising Lion” . Operasi ini secara spesifik menyasar program nuklir Iran serta kemampuan rudal jarak jauhnya, dan digambarkan sebagai sebuah “serangan pre-emptive, presisi tinggi, dan gabungan”.(jhn/yn)