oleh Chi Qianli dan Tang Jie’an
Tiongkok secara sepihak menetapkan pemberlakuan “zona larangan terbang” di wilayah udara utara Taiwan pada 16 April. Sekarang mereka mengumumkan bahwa akan ada tambahan berupa “larangan berlayar” di laut selama 6 jam pada hari itu. Hal ini selain mendapat protes dari Wakil Presiden Eksekutif Yuan Republik Tiongkok, Jepang yang zona ekonomi eksklusifnya juga terkena larangan navigasi menuntut Beijing memberikan penjelasan.
Setelah Kementerian Perhubungan Republik Tiongkok melayangkan protes terhadap PKT yang secara sepihak menetapkan “zona larangan terbang” di wilayah udara utara Taiwan, Beijing kemudian mempersingkatnya dari 3 hari menjadi 27 menit. Namun, keesokan harinya, Beijing kembali mengumumkan larangan navigasi maupun memasuki wilayah yang digambarkan dengan 4 titik di Laut Tiongkok Timur pada 16 April selama enam jam dari pukul 09.00 hingga 15.00, katanya mungkin ada puing-puing roket yang jatuh.
Cheng Wen-tsan, Wakil Presiden Eksekutif Yuan mengatakan : “Kami telah memahami situasi keseluruhan sebelumnya, juga telah mengajukan protes. Saya pikir komunitas internasional juga sangat prihatin terhadap hal ini. Apa yang dilakukan PKT sekarang adalah bahwa sektor maritim dan penerbangan mengadopsi pendekatan yang berbeda. Meskipun demikian, kami pasti akan memastikan keamanan laut dan penerbangan, yang merupakan tindakan pencegahan yang diperlukan”.
PKT menggunakan peluncuran satelit meteorologi pada 16 April sebagai alasan untuk menetapkan wilayah kendali di laut dan udara, sedangkan wilayah yang terkena larangan navigasi yang baru ditambahkan termasuk zona ekonomi eksklusif Jepang. Dalam hal ini, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hiroichi Matsuno menuntut Beijing memberikan penjelasan dan dapat memastikan keselamatan pelayaran kapal.
Hiroichi Matsuno mengatakan : “Kami telah mengkonfirmasi bahwa wilayah tersebut termasuk bagian dari zona ekonomi eksklusif Jepang. Kami telah mengajukan permintaan lain dan ingin (Tiongkok) memberikan penjelasan, termasuk tidak mempengaruhi keselamatan Jepang dan pelayaran kapal lainnya, serta membuat komitmen yang wajar terhadap hak dan kewajiban Jepang sebagai negara pantai”.
Pada 16 April, Menteri Luar Negeri AS Blinken juga akan melintasi udara zona larangan tersebut, terbang dari Vietnam ke Jepang guna menghadiri pertemuan para menteri luar negeri G7. Kelompok Partai Progresif Demokratik Yuan Legislatif Taiwan mengadakan konferensi pers yang meminta Beijing agar tidak menggertak Taiwan dengan aksi tak bernilai yang malahan membuat dunia semakin membencinya.
Cheng Yun-peng, sekretaris jenderal Liga Partai Progresif Demokratik mengatakan : “Bahkan jatuhnya sampah luar angkasa yang termasuk ilmiah, dapat dihitung waktu orbit, dan ruang lingkup yang akan terpengaruh olehnya, Itu saja mereka tarik panjangnya waktu hingga 3 hari. Hal mana jelas akan berdampak negatif terhadap penerbangan sipil dan keamanan maritim dari berbagai negara termasuk Taiwan. Melaluinya tidak mudah kita melihat bahwa ini bukanlah masalah ilmiah, tetapi masalah politik”.
Kementerian Perhubungan Taiwan melalui sebuah pernyataan yang disampaikan sehari sebelumnya menyebutkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan pemberitahuan tentang penerbangan dan kapal pada 13 April malam, mengakui bahwa operator transportasi laut dan udara harus menghindari area di mana PKT melakukan aktivitas luar angkasa. Demikian pula Administrasi Penerbangan Sipil dan Biro Pelabuhan juga akan memantau wilayah laut dan udara sekitar 24 jam sehari untuk menjaga keselamatan navigasi. (sin)