Catatan Editor : Ini adalah era di mana kebaikan dan kejahatan sedang eksis bersama di dunia ini, di mana nilai-nilai kebaikan dan kejahatan ada di depan semua orang. Menghadapi kejahatan yang belum pernah terjadi di planet ini, apakah kita memilih untuk melakukan yang baik dan angkat bicara untuk menghentikan suatu perbuatan jahat, atau kita mengabaikannya bahkan memilih bergabung dengan iblis. Ini adalah pilihan yang perlu kita buat. Artikel ini merupakan kisah kejadian yang dialami seorang dokter asal Tiongkok yang membuat orang merasa sedih, bersimpati dan berpikir, yang akhirnya memberikan kita keberanian untuk menyuarakan “Stop kejahatan !” …
Dilaporkan oleh reporter The Epoch Times Yi Ling dari Toronto, Kanada
Dua puluh sembilan tahun silam, manipulasi nasib telah menjerumuskan seorang pemuda lugu, lincah, dan ceria ke dalam dunia kenistaan. Sejak saat itu, pemuda yang memiliki lingkungan hidup yang unggul, juga karir yang cemerlang harus dibebani dengan hati nurani yang berat dan hidup dalam penyamaran di bawah bayang-bayang rasa bersalah yang amat sangat. Bagaimana gelombang kehidupan yang dialami pemuda ceria tersebut dalam 29 tahun terakhir ? Mari kita simak bersama.
Suatu hari pada Februari tahun 2015 yang dingin, saya menerima tugas untuk berwawancara dengan seseorang yang tidak saya kenal sebelumnya di salah satu gedung apartemen di Toronto. Saat itu, dia menggunakan nama samaran untuk mengungkapkan sebagian dari pengalaman pribadinya kepada saya. Hari ini 8 tahun kemudian, saya kembali bertemu dengan sosok yang sama, tetapi kini dia telah jauh lebih berani untuk tampil di depan umum dan mengungkap sepenuhnya tentang kebiadaban yang masih terjadi hingga saat ini…
Sosok mantan dokter magang tersebut bernama Zheng Zhi, dan berikut adalah otobiografinya.
(Penulis mengingatkan pembaca agar berhati-hati karena mengandung tulisan yang berdarah pada rincian mengenai pengambilan paksa organ dari tubuh hidup)
Bagian 1. Masuk Akademi Umum Angkatan Darat Shenyang
Pada awal tahun 1990-an, terdapat 2 baris gedung untuk komersial dan hunian (ruko) bertingkat 6 yang berdiri di sepanjang jalan dekat Dongjing Mausoleum di Wensheng District, Provinsi Liaoning. Sepanjang jalan itu memang cukup ramai setiap harinya. Di lantai satu dari salah satu ruko di sana terdapat sebuah klinik pengobatan yang cukup populer bernama “Dongsheng”. Pemiliknya adalah ayah saya, yang biasa dipanggil dengan Dr. Zheng.
Ayah saya cukup dikenal orang. Sebelum pensiun, dia adalah Kepala Departemen Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit 153. Dia adalah sosok yang berwibawa dalam teknologi rumah sakit. Makalahnya sering diterbitkan dalam jurnal profesional dalam dan luar negeri. Namanya pun terdaftar dalam “Platform Konsultasi untuk Dokter dan Pengobatan” pertama di Tiongkok. Semua karyawan di rumah sakit memberi hormat ketika bertemu dengan ayah.
Klinik “Dongsheng” sudah beroperasi sebelum ayah pensiun, keluarga saya memiliki leluhur dokter pengobatan tradisional Tiongkok yang ahli dalam penyakit sistem pernapasan dan sistem pencernaan, seperti radang usus besar (kolitis), asma dan sebagainya. Saat itu orang hilir mudik berkunjung ke klinik untuk berobat, mobil-mobil dari pemkot dan daerah militer sering diparkir di depan klinik, pejabat pemkot dan pejabat daerah militer sering membawa supir dan asisten ke klinik untuk berobat.
Saya tinggal di lantai dua klinik. Ayah saya adalah tipikal pria timur laut. Dia hangat, terus terang, ramah, dan memiliki kontak sosial yang luas. Rumah selalu penuh dengan teman-teman ayah yang datang berkunjung, lalu makan ramai-ramai di satu meja, atau pergi rumah makan di seberang klinik, dan beberapa pemimpin tingkat tinggi dari pemerintah kota setempat, juga pejabat Daerah Militer Shenyang sering berkunjung ke rumah saya, mereka memiliki persahabatan yang baik dengan ayah saya, di saat itu, suasana rumah menjadi sangat ramai.
Saya adalah satu-satunya anak laki dalam keluarga, sehingga kedua orang tua serta 2 orang kakak perempuan sangat menyayangi saya. Meskipun sekarang saya sangat tertutup, tetapi saya dulu cerah dan ceria, saya suka bernyanyi, dan punya banyak teman, saya sering pergi makan dan bernyanyi karaoke dengan teman-teman saya. Saat itu, saya sedang belajar kedokteran di Sekolah Tentara Dalian, dan saya sering dijemput dengan kendaraan militer pada akhir pekan, dan semua tentara yang berjaga di gerbang mengenal saya. Kadang-kadang saya pergi makan dengan teman sekelas saya lewat memanjat tembok. Tetapi pulangnya saya bisa lewat pintu gerbang meski tentara yang berjaga melihat, tetapi mereka membiarkan saya masuk.
Di daerah setempat, keluarga saya termasuk yang memiliki kedudukan sehingga disegani banyak orang. Pada dasarnya apa yang perlu dilakukan keluarga saya akan otomatis beres hanya dengan sekali bicara lewat sambungan telepon.
Tahun 1994, saya memasuki tahap praktik klinik kedokteran. Saat itu saya sering memanfaatkan waktu liburan studi untuk menemukan unit magang, di saat tidak ada kesibukan saya akan pergi ke klinik ayah untuk membantu.
Suatu hari, Seorang pejabat di departemen logistik Daerah Militer Kota Shenyang yang biasa dipanggil Lao Fu datang ke klinik dan begitu menemui saya langsung mengatakan : “Hai, Xiao Zhi, kenapa kamu ada di rumah ?”
Ayah saya mengatakan kepadanya : “Dia sedang mencari tempat magang, bisakah Anda membantu mencarikan buatnya ?”
Lau Fu langsung menjawab : “Oke, boleh, boleh !”
Di Kota Shenyang ada beberapa rumah sakit militer yang semuanya berada di bawah yurisdiksi Departemen Logistik Daerah Militer. Lao Fu yang sudah akrab dengan ayah tentu memilih rumah sakit terbaik buat saya, yaitu Rumah Sakit Umum Angkatan Darat (RSUAD) Shenyang. Beberapa hari kemudian, dia membawa saya ke sana dan langsung menyelesaikan prosedur akomodasi yang diperlukan. Ternyata Lao Fu telah melakukan semua formalitas pada hari-hari sebelumnya, sehingga pada hari saya masuk semuanya sudah beres. Jika yang mau magang itu bukan saya, mungkin untuk memperoleh persetujuan saja membutuhkan waktu beberapa hari.
Rumah Sakit Umum Angkatan Darat Shenyang (sekarang bernama Rumah Sakit Umum Komando Teater Utara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok) terletak di Kota Shenyang dan merupakan rumah sakit teratas di tiga provinsi timur laut Tiongkok. Setiap orang yang bisa bekerja dan magang di rumah sakit ini memiliki latar belakang terpandang, jadi dalam hati setiap orang tahu tentang hal itu, sehingga antar satu sama lainnya tidak pernah menanyakan ihwal latar belakang.
Karena saya dibawa masuk magang oleh seorang petugas departemen logistik wilayah militer, jadi saya mendapat perlakuan yang lebih baik daripada yang lain. Saat itu saya diberi kebebasan untuk memilih jurusan praktik, tetapi saya memilih bedah umum, bedah jantung, dan urologi. Ini adalah bidang yang paling populer di rumah sakit, dan juga jurusan kedokteran yang paling mendatangkan uang.
Di rumah sakit, tidak semua dokter magang berkesempatan untuk melakukan operasi pembedaan, karena dokter pengajar harus mengambil resiko. Tapi saya memiliki banyak kesempatan untuk melakukannya. Semua orang tahu bahwa saya memiliki latar belakang yang dapat diandalkan, sehingga dokter juga berharap bisa dekat dengan mahasiswa yang memiliki latar belakang.
Tiongkok adalah sebuah masyarakat dengan nilai perasaan dan hak istimewa pribadi, Hal ini terlihat jelas di Rumah Sakit Umum Angkatan Darat Shenyang. Di daerah, Anda bisa melakukan apa saja sepanjang punya uang. Tetapi di RSUAD Shenyang, punya uang saja tanpa koneksi belum cukup.
Pasien di rumah sakit itu umumnya adalah orang berpangkat, tingkat komandan militer atau pejabat pemerintah daerah. Saat itu, tidak peduli di departemen mana saja ahli medis berpraktik, mereka sering diundang makan oleh pejabat, atau pemberian barang, amplop merah berisi uang. Hadiah yang diberikan saat itu berupa cangkir, syal sutra, rokok atau minuman keras dan lainnya. Sebagai dokter magang, saat saya masuk bangsa untuk melakukan tugas seperti pemeriksaan kondisi pasien dan sebagainya saja, pasien umumnya akan menyodorkan amplop merah berisi uang satu atau dua ratus yuan kepada saya sebagai imbalan “jerih payah”. Dokter lain jelas mendapat isi yang lebih banyak, tetapi saya tidak tahu berapa banyaknya. Saat itu, kondisi keuangan keluarga saya masih relatif baik, jadi saya biasanya akan menolak untuk menerima amplop merah.
Saat itu banyak terjadi perkelahian atau konflik kepentingan antar kelompok dan geng di daerah setempat, namun pasien yang keluar dari rumah sakit lebih “diperhitungkan” orang, mereka cenderung lebih tidak diganggu orang lain. Banyak pasien yang sembuh dan keluar rumah sakit dari RSUAD Shenyang bersedia meninggalkan informasi kontaknya, mereka berharap bisa saling berhubungan di kemudian hari. Belakangan, saya juga mendapatkan beberapa teman lokal dari berbagai industri. Saat itu, jika ada gangguan yang terjadi pada keluarga saya, cukup satu sambungan telepon saja semuanya menjadi beres.
Rumah sakit ini (RSUAD Shanyang) juga melayani transplantasi organ, dan reputasinya cukup populer di dalam negeri. Saya ingat ketika itu saya sedang dalam tahapan praktik bedah jantung, ada seorang pria kaya khusus terbang dari Shenzhen ke rumah sakit ini untuk melakukan transplantasi jantungnya. Namun, saat itu istilah “pengambilan paksa organ dari tubuh hidup” belum terdengar, sehingga orang kaya yang telah lama menunggu itu tetap tidak memperoleh organ yang cocok buat dirinya. Ada juga seorang perwira senior dari Daerah Militer Shenyang yang membutuhkan transplantasi ginjal, namun ia belum juga memperoleh organ yang diperlukan meski sudah 3 tahun menanti, jadi ia harus tetap mengandalkan cuci darah untuk mempertahankan hidupnya.
Pada saat itu, banyak orang mengantri di rumah sakit, lantaran organ sangat sulit diperoleh . Saat itu, saya sudah tahu bahwa organ sebenarnya tidak mudah untuk dicocokkan dengan tubuh yang berbeda.
Bagian Kedua. Berpartisipasi dalam pengambilan organ dari tubuh hidup
Misi militer rahasia
Kemudian saya diminta magang di unit urologi. Suatu hari, rumah sakit tiba-tiba menerima telepon dari Daerah Militer Shenyang, yang meneruskan sebuah perintah militer yang mengharuskan staf medis segera kumpul dan berangkat untuk menjalankan suatu misi militer rahasia.
Saat itu semua orang baru saja selesai makan siang. Direktur departemen meminta staf medis berkumpul lalu mulai mendata dan menunjuk 6 orang “pengemban misi” yang terdiri dari dokter dan perawat, 2 orang perawat wanita, seorang kepala dan seorang perawat, 3 orang dokter militer pria, dan saya juga ikut disertakan.
Bagi dokter dan perawat yang tidak disebutkan namanya diminta untuk kembali ke tempat tugas masing-masing, bagi yang dipanggil diminta tetap tinggal. Kemudian direktur departemen menyampaikan instruksi : Mulai sekarang, setiap orang harus memutuskan semua kontak dengan dunia luar, termasuk kerabat dan teman, tidak seorang pun yang boleh menyentuh alat komunikasi.
Melihat telepon yang ada di atas meja, muncul keinginan saya untuk menelepon keluarga saya. Tapi mengingat ini adalah misi militer rahasia, tidak seorang pun yang boleh mengetahuinya.
Tak lama kemudian, 6 orang “pengemban misi” digiring untuk berkumpul dan menaiki mobil van yang telah dimodifikasi.
Saya menemukan bahwa rumah sakit mengirim 2 van yang identik dan kami masuk ke salah satunya. Saya tidak tahu tentang kondisi van yang lain. Ada kendaraan militer lain dengan pintu yang tidak tertutup rapat dan berpenumpang beberapa orang tentara yang bersenjata ada di depan kendaraan van yang kami tumpangi.
Saat itu, saya sempat bingung dan tidak tahu apa tugas yang akan dilakukan.
Mobil segera bergerak, dan kendaraan militer di depan van membuka jalan, setelah keluar dari Rumah Sakit Umum Angkatan Darat, semua kendaraan masuk ke jalan tol. Kendaraan militer di depan dengan menyalakan lampu dan membunyikan sirine melaju cepat untuk membuka jalan, semua kendaraan di jalan tol memberi jalan, sehingga kendaraan van dapat laju dengan kecepatan tinggi …
Sepanjang jalan, semua orang terlihat berwajah serius, Tak seorang pun yang mengucapkan sepatah kata. Sekeliling ruang kabin dalam mobil telah ditutup dengan tirai kain berwarna biru muda, sehingga penumpang di dalamnya tidak dapat melihat ke luar jendela. Melalui celah tirai, saya melihat ada tentara bersenjata yang duduk di kursi penumpang depan.
Setelah beberapa saat, mobil berhenti di dekat sebuah gedung dan semua orang keluar dari mobil. Saya menemukan bahwa tempat ini dikelilingi oleh pegunungan, dan ada tentara berseragam militer yang berjaga di sekitar gedung. Seorang petugas datang untuk menerima kami, petugas itu mengatakan bahwa ini adalah penjara militer yang sangat dekat dengan Kota Dalian.
Pengambilan ginjal dari tubuh hidup
Malam itu, rombongan kami 6 orang menginap di wisma tentara setempat, dan petugas yang menerima kami tadi menemani kita makan malam. Di meja makan, petugas memberitahu pemimpin kami bahwa organ yang akan diambil besok tergolong sehat dan segar. Dia juga mengatakan bahwa pendonor organ itu adalah seorang pemuda berusia di bawah 18 tahun, yang orang tuanya telah mengirimnya ke tentara dengan menghabiskan uang 10.000,- yuan.
Ketika malamnya saya kembali ke kamar di wisma untuk beristirahat, saya menemukan ada tentara yang berjaga di luar kamar kami.
Keesokan paginya, seorang perawat dan saya mengikuti 2 orang tentara yang membawa kita pergi ke penjara untuk mengambil sampel darah. Transplantasi organ membutuhkan pemeriksaan dan pencocokan golongan darah untuk menghindari kekeliruan.
Usai pengambilan sampel darah, semua orang digiring masuk ke dalam mobil yang langsung diberangkatkan. Lalu berhenti di suatu tempat entah di mana, semua orang diminta untuk diam dan tetap berada di dalam mobil. Saat itu suasana sangat hening karena tidak ada yang berbicara.
Melalui celah kain di pintu, saya dapat melihat bahwa mobil dikelilingi oleh tentara yang memegang senapan mesin ringan, dan semua tentara dalam posisi siaga dengan muka menghadap luar dan punggung menghadap ke dalam.
Semua orang dan saya menunggu di dalam mobil, tidak ada gerakan yang diizinkan, suasananya sangat serius. Saya menemukan bahwa pintu belakang van sengaja tidak ditutup secara rapat, hanya sekedar menempel.
Tidak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu mobil, lalu membukanya. Melalui pintu yang terbuka itu saya melihat ada 4 orang tentara berpostur tubuh kuat membawa seorang pemuda datang mendekat. Setelah masuk dalam mobil, pemuda tersebut langsung dibaringkan ke dalam kantong plastik khusus berwarna hitam dengan panjang sekitar 2 meter yang telah dibentangkan dalam mobil.
Saya melihat bahwa ia adalah seorang pria muda yang kakinya diikat kuat-kuat dengan tali khusus seperti serat, tetapi tipis, sampai ikatannya masuk ke dalam daging di pergelangan kakinya. Tangannya diikat ke belakang, dan lehernya juga dililiti dengan seutus tali yang mengikat tangannya ke belakang. Selama tali dibelakang badan itu diinjak seseorang, maka orang bersangkutan tidak akan bisa bangun, tidak bisa bergerak atau meronta.
Saat ini, dokter yang berada di depan mengatakan kepada saya : Injak saja biar dia tidak bergerak. Lalu aku memegang kakinya, saat itu saya merasakan bahwa … suhu tubuhnya panas, dan … darah merah segar mengalir di tenggorokannya sehingga tak terlihat dengan jelas di mana lukanya …
Reporter Yi Ling melukiskan : Zheng Zhi berbicara dengan suara gemetar dan terpatah-patah, seakan sulit untuk menyampaikan maksudnya dalam sebuah kalimat lengkap. Tubuhnya bergerak ke sisi kiri dan ke kanan terus menerus, sebentar berdiri lalu duduk kembali, lalu membungkukkan badannya ke depan, setengah berdiri, setengah duduk, tampak seperti seseorang yang sedang mengalami tekanan jiwa berlebihan. Matanya melotot, setelah ia menatap saya sejenak ia kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela dengan perasaan takut yang luar biasa tetapi tak berdaya. Yang terdengar ucapan dari mulutnya adalah “Sangat mengerikan, sangat mengerikan …”.
Wawancara tidak dapat dilanjutkan, kami diselimuti oleh suasana yang sangat menakutkan, dan waktu terasa seperti berhenti. Setelah beberapa saat berlalu, Zheng Zhi baru mulai berbicara sesekali :
“Saat itu, operasi dimulai”, kata Zheng Zhi yang meneruskan kisahnya. Dengan bantuan para perawat, semua staf medis dengan cepat mengenakan baju operasi, termasuk topi, masker, dan sarung tangan, hanya menyisakan dua mata. Saya seorang asisten yang bertanggung jawab untuk memotong pembuluh arteri, vena, dan saluran ureter.
Kepala perawat dengan cepat menggunting pakaian yang dikenakan pemuda tersebut dengan gunting, lalu mengusapkan cairan disinfektan di seluruh bagian perut dan dadanya sebanyak 3 kali.
Saat itu, salah satu dokter yang membawa pisau bedah langsung membuat sayatan besar dari bawah proses xiphoid (bagian paling inferior dan terkecil dari tulang dada) sampai ke pusar, dan segera setelah seluruh rongga perutnya terbuka. darah dan usus langsung menyembur keluar…
Dokter lain dengan cepat mendorong usus ke sisi yang berlawanan, dan dengan cepat mengangkat satu ginjal, dan dokter lain yang berada di sisi depan dengan cepat mengangkat ginjal lainnya …
Saat pembedaan berlangsung, saya melihat pemuda malang itu berbaring dengan kakinya terus berkedut, tenggorokannya bergerak, tetapi sudah tidak bisa mengeluarkan suara …
“Cepat, potong pembuluh arteri, vena !” kata dokter kepada saya, saya mengambil gunting dan memotong pembuluh darahnya, dan darahnya langsung menyembur keluar, membasahi badan dan tangan saya …
Darah masih mengalir, membuktikan bahwa pemuda bersangkutan masih hidup. ini terlalu mengerikan……
Gerakan dokter sangat terampil dan sangat cepat. Segera, kedua buah ginjalnya telah diambil, dan berada di tangan dokter. Dokter membilas pembuluh darah ginjal dengan garam normal untuk mencegah pembuluh darah saling menempel. Perawat lain dengan sebuah kotak suhu konstan di tangan siap untuk menampung kedua ginjal yang sudah dibilas itu.
Pengambilan bola mata
Saat ini, seorang dokter yang berada di seberang meminta saya untuk mengambil bola mata.
Saat itu, saya yang sedang duduk mengalihkan pandangan saya ke wajah pemuda itu… Oh, Tuhan ! Pemuda itu sedang menatap saya, menatap saya…
Sangat mengerikan, perasaan mengerikan yang tidak mampu saya sampaikan dengan kata-kata. Dia terus menatap saya, bahkan kelopak matanya pun masih bergerak, dia masih hidup …
Pada saat itu, pikiran saya menjadi kosong, itu mengerikan ! Saya ketakutan sekali, badan saya menjadi kaku, gemetar, sangat lemah sampai tidak bisa bergerak.
Apakah itu dia ? Saya teringat waktu makan malam di wisma di mana petugas pernah mengatakan kepada penanggung jawab dari tim RSUAD Shanyang : “(pendonor) Masih berumur di bawah 18 tahun, dia bertubuh sangat sehat”.
Lantaran saya sangat ketakutan, lalu kepada dokter itu saya katakan : “Saya tidak sanggup melakukannya”.
Saat itu, dokter di seberang saya segera menekan dengan keras kepala pemuda itu ke lantai dengan telapak tangan kirinya, dua jarinya memegang kelopak mata atasnya, dan tangan kanannya mengambil hemostat untuk mencongkel bola matanya, dalam waktu sekejap bola mata keluar dari rongganya …
Saya hanya bisa berdiri kaku di sana, badan saya gemetar, saya berkeringat, mental saya sudah ambruk …
Menanti organ hidup
Pada saat ini, seorang dokter mengetuk dinding penyekat dalam mobil, dan tentara di kursi samping pengemudi mulai berbicara lewat walkie-talkie. Segera setelah itu, 4 orang tentara masuk dari pintu belakang, setelah menutupi tubuh pemuda yang sudah tidak bergerak itu dengan kantong plastik hitam sepanjang lebih dari 2 meter, tentara langsung menyeretnya ke sebuah truk militer tertutup yang diparkir di luar pintu, lalu membawa tubuh itu pergi…
“Kemana dia dibawa ?” tanya saya.
“Mereka dapat segera membereskannya”, jawab seorang dokter.
Terdengar suara “blang”, pintu dengan cepat ditutup dan kendaraan mulai bergerak. Perawat dengan cepat mengumpulkan semua pakaian, tutup kepala, sarung tangan karet bekas operasi, diletak di satu sudut untuk dimusnahkan setelah kembali ke rumah sakit. Kendaraan militer menyalakan lampu polisi dan membunyikan sirine untuk membuka jalan di depan, dan kendaraan van yang kita tumpangi melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit tempat kita bertugas …
Setelah tiba kembali di Rumah Sakit Umum Angkatan Darat Shenyang, lampu dua ruang bedah masih menyala, yang menandakan bahwa ruang bedah sedang digunakan. Kami segera mengirim organ ke dalam ruang tersebut. Saat ini, sekelompok ahli bedah lain yang sudah siap sedang berdiri di samping meja bedah.
Saat itu, badan saya terasa sangat letih tidak bertenaga sehingga saya tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Direktur departemen yang masih menginginkan saya bisa memanfaatkan kesempatan untuk praktik di meja bedah, terpaksa membatalkan niatnya setelah melihat situasi saya. Dia membiarkan saya beristirahat di samping. Saya duduk di bangku yang berjarak hanya beberapa meter dari meja bedah yang masih dapat melihat para dokter melakukan transplantasi organ …
Tekanan mental yang luar biasa
Usai transplantasi, semua orang yang terlibat pergi ke restoran kelas atas untuk makan bersama, tetapi suasananya tidak ceria, tidak banyak pembicaraan antar satu sama lain kecuali hanya minum arak dan makan daging yang dihidangkan…
Saya hanya terduduk di kursi dengan pikiran kosong dan menyaksikan adegan pengambilan organ secara hidup-hidup seperti film yang terus muncul di depan mata saya. Saya akui saya sudah sangat ketakutan. Dan saya tidak bisa menikmati makanan lagi karena perut terasa mual begitu melihat ikan besar dan daging yang dihidangkan di atas meja.
Saya minta izin pulang kepada direktur yang langsung disetujui. Hari itu saya bahkan tidak kembali ke asrama, tetapi langsung pulang ke rumah.
Saya mulai diserang demam tinggi, dan ketika ibu saya bertanya apa yang terjadi ? Saya tidak berani mengatakan yang sebenarnya, tetapi hanya mengatakan bahwa saya berpartisipasi dalam suatu operasi. Ibu mengira bahwa itu hanya prosedur pembedahan biasa dan tidak menganggapnya serius. Saya tidak berani memberitahu siapa pun dalam keluarga saya, tidak ada seorang pun dalam keluarga saya yang tahu.
Untuk waktu yang lama, apakah itu siang atau malam, yang muncul di depan mata saya adalah adegan mengerikan itu : Di dalam van yang ditutup dengan tirai berwarna biru muda, semua orang mengenakan baju bedah berwarna putih, sarung tangan karet putih, penutup kepala putih, hanya kedua bola mata yang terbuka… Perawat memegang lampu sorot untuk menyinari dokter yang melakukan pembedahan… Di atas beja bedah berbaring jiwa muda yang masih hidup, dia adalah manusia seperti kita… Organ tubuhnya sedang diambil secara paksa saat dia masih hidup… Kedua matanya, sorotan matanya yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, sorotan mata yang mengandung rasa kesakitan yang amat sangat, rasa ketakutan itu, menatap diri saya dengan sangat mengerikan… menatap saya… terus menatapi saya…
Untuk waktu yang lama, saya merasa seperti sudah gila, tekanan mental yang luar biasa besar itu nyaris membuat tubuh saya ambruk…
Kini, meskipun bertahun-tahun telah saya lewati melalui bergumul dengan jiwa saya, tetapi kenangan mengerikan itu belum bisa dihapus… Mereka yang tidak mengalaminya sendiri tentu tidak bisa merasakan sakit itu. Selama bertahun-tahun, saya mencoba untuk tidak mengingatnya, bahkan dengan sengaja menghindarinya. Tetapi saya tidak bisa menahan diri ketika isu pengambilan paksa organ ini disinggung kembali …
Di satu sisi, hati saya sangat gelisah. saya tidak tahan menanggung beban pikiran ketika mengingat kembali kejadian kejam dan pembunuhan sadis yang saya saksikan sendiri itu. Saya ingin melupakannya walau sangat sulit. Di sisi lain, saya khawatir diri saya akan diburu untuk dibunuh oleh PKT … Jadi mental saya sangat tertekan…
Sejak saat itu, saya tidak ingin berhubungan dengan siapa pun, saya tidak ingin berhubungan dengan masyarakat, sehingga saya menjadi sangat kesepian.
Reporter : Selama wawancara yang berlangsung selama 7,5 jam dan berakhir pada pukul 17:30 di tahun 2015, acap kali terlihat mata Zhen Zhi berkaca-kaca, tetapi air matanya tidak keluar.
Dalam beberapa jam setelah berpisah dengan Zheng Zhi, Zheng Zhi terus menelepon saya setiap 5 menit. Dia mengkhawatirkan keselamatan saya, dia takut saya diburu oleh mata-mata PKT, dan berulang kali menyampaikan pesan kepada saya : “Agar hasil wawancara jangan dipublikasikan, jangan memberitahu siapa pun”. Saya merasakan kebaikan dan perhatiannya, dan saya pun jadi terbawa oleh ketakutannya, seolah-olah saya telah menjadi dia, dan juga menjadi peserta dalam pengambilan organ secara hidup. Saya pun menjadi takut sehingga tidak dapat berbuat apa-apa.
Setelah 5 hari, akhirnya saya memutuskan untuk menyelesaikan naskah yang merupakan tanggung jawab yang tak boleh saya abaikan. Zheng Zhi pun akhirnya dapat menyetujui rencana publikasinya dengan menggunakan nama samaran George. Untuk menghindari orang jahat yang mungkin membuat masalah, kita putuskan untuk berkeliling kota Toronto untuk mencari banyak tempat, dan akhirnya kita tentukan di suatu tempat terbuka, yakni sebuah lapangan berumput yang tertutup salju, dan di bawah langit yang kurang cerah, saya mengambil potret dirinya dari posisi belakang.
Sebelum artikel tersebut dipublikasikan, Zheng Zhi meminta saya untuk membantunya meninggalkan Kanada, dia khawatir dapat diburu oleh agen rahasia PKT. Namun, tepat ketika saya sedang mengatur semuanya, dia tiba-tiba memberitahu saya bahwa paspornya telah kedaluwarsa dan perlu waktu sebulan untuk memprosesnya.
Hari ini, 8 tahun kemudian, saya bertemu lagi dengan Zheng Zhi, meskipun dari sorotan matanya masih terlihat ada kegelisahan, namun hatinya sudah lebih tenang dan terbuka. Dia memberitahu saya pengalaman hidup di rantau selama 8 tahun terakhir ini, juga mengungkapkan lebih banyak cerita tentang perbuatan licik PKT …
(bersambung)
BACA SELANJUTNYA : Mantan Dokter Magang di Rumah Sakit Umum Angkatan Darat Shenyang Mengungkap Kisah Lebih Dalam tentang Pengambilan Organ Hidup (Bagian 2)