Fenomena Penyerbukan Buah Klengkeng Oleh Lalat Ijo, Kemanakah Lebah Madu?

Iswahyudi

Bulan- bulan ini warga Tulungagung Jawa Timur dikejutkan ribuan lalat yang mengerumuni pohon klengkeng  yang sedang berbunga yang ditanam di sekitar pekarangan rumah mereka. Berbincang dengan berbeberapa warga yang mempunyai pohon klengkeng di pekarangan rumah mereka, memang fenomena koloni lalat menyerbuki pohon klengkeng  sudah hal biasa.

Warga mengatakan bahwa hasil proses penyerbukan oleh lalat ini memang membuat klengkeng bisa berbuah sebagaimana penyerbukan oleh lebah madu.

Kejadian tak biasa ini juga diamati langsung oleh penulis ketika pulang kampung, dan kebetulan di halaman rumah ada pohon klengkeng sedang berbunga dan dari kejauhan seperti lebah madu yang mengerumuni pohon klengkeng tersebut. Lama-lama penulis merasakan hal janggal.

“Lebah kok warnanya hijau?” Kontan penulis mendekat ternyata bukan lebah madu tapi ribuan lalat asyik bertengger sambil menghisap nektar bunga klengkeng. Muncul pertanyaan dalam hati, kenapa lalat hijau yang menyerbuki bunga klengkeng? ke mana koloni lebah?

Pikiran penulis teringat akan headline Epoch Times edisi 529 tertanggal 19 – 25 November 2017 yang lalu bahwa di Eropa telah nyaris terjadi fenomena kiamat serangga.

Apakah fenomena hilangnya beberapa serangga seperti lebah mulai merambah di Indonesia? Kemudian penulis berusaha mencari informasi di dunia maya tentang penyerbukan pohon klengkeng.

Lalat yang mengerumuni pohon klengkeng di Tulungagung, Jawa Timur (Foto ; Iswahyudi)

Ditemukan bahwa lebah madulah yang biasa melakukan peran ini. Penyerbukan oleh lalat hanya terjadi pada bunga bangkai Raflesia Arnoldi. Lalat dinilai sebagai serangga yang paling tangguh dan bisa hidup dalam berbagai macam kondisi bahkan kondisi yang sangat ekstrim.

Fenomena penyerbukan tak biasa ini mengingatkan pada pemberitaan media nasional dan internasional tentang menurunnya populasi lebah di seluruh dunia.

Ada kekhawatiran dari banyak ilmuwan dan pegiat lebah (beekeeper) dengan menurunnya populasi lebah ini akan berpengaruh pada suplai pangan dunia. Bahkan ada ungkapan seperti ini “No bee, No food”. Lebah madu sangat berperan penting pada proses penyerbukan beberapa jenis tanaman yang dikonsumsi manusia.

Ada banyak penelitian yang mencoba menginvestigasi apa faktor penyebab menurunnya populasi lebah dunia.

Dari review beberapa penelitian bisa dipetakan ada beberapa faktor yang menyebabkan CCD (Colony Collapse Disorder) pada lebah, antara lain penggunaan pestisida dan herbisida secara masif, adanya parasit dan hama yang mengganggu koloni lebah seperti tunggal Varroa (Varroa Mites), Sinyal telopon seluler, Polusi, Perubahan iklim dan maraknya tanaman GMO (Genetically Modified Organism).

Lalat yang mengerumuni pohon klengkeng di Tulungagung, Jawa Timur (Foto ; Iswahyudi)

Dari beberapa faktor penyebab di atas yang penyumbang terbesar CCD adalah penggunaan pestisida dan herbisida secara masif dan maraknya pembudidayaan tanaman GMO.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Herbert et.al yang dipublikasikan pada oktober 2014 di Journal Experimental Biology tentang penggunaan herbisida Glyphosate untuk mengontrol tanaman pengganggu telah menyebabkan koloni lebah mengalami beberapa gejala yaitu:

Pertama, penurunan kepekaan kepada gula (sucrose sensitivity) pada lebah sehingga menyebabkan kesulitan mendeteksi nektar bunga sebagai makanan untuk membuat madu. Terpapar Glyposhate, lebah mengalami disorientasi untuk mendeteksi sumber makanan mereka, nektar bunga.

Kedua, Koloni lebah yang terpapar zat ini mengalami penurunan dalam learning behavior mereka.

Ketiga,menurunnya daya ingat jangka pendek lebah yang bisa menyebabkan lebah kebingungan menemukan sarangnya sendiri.

Keempat, bekas bekas zat glyphosate yang mengenai tubuh lebah tidak akan membuat lebah mati seketika tapi akan memapar larva dan ratu lebah ketika mereka kembali ke sarang yang menyebabkan kinerja koloni lebah menurun atau bahkan pelan tapi pasti memusnahkan mereka.

Beberapa zat kimia yang ikut andil pada menurunnya koloni lebah selain Glyphosate, antara lain DDT, Nioticotinoids, Dow’s 2, 4-D dan Mosantos Roundup. Penggunaan zat kimia secara masif ini bukannya hanya mematikan serangga yang bermanfaat bagi produksi pangan tapi merugikan ekosistem yang lebih luas termasuk manusia.

Fenomena penggunaan zat kimia secara masif ini pada hakikatnya didasari pada filosofi bahwa alam semesta sebagai musuh, bukan sebagai teman yang saling bersimbiosis satu sama lain.

Dilema Tanaman GMO

Semakin hari populasi dunia semakin meningkat. PBB memprediksi bahwa pada tahun 2050 populasi dunia akan menyentuh 9,8 miliar orang. Dengan populasi sebesar ini manusia dihadapkan pada ketersediaan pangan.

Mampukah bumi menghidupi 9,8 miliar orang setiap harinya? para ilmuwan dan stakeholder yang peduli dengan masalah ini mencoba mencari cara untuk memenuhi demand pangan dunia. Salah satunya adalah dengan pembudiyaan secara masif tanaman GMO.

Tanaman hasil rekayasa genetika ini memang menjanjikan panen yang melimpah yang bisa menutupi krisis pangan dunia. Namun beberapa hasil penelitian, tanaman GMO mempunyai dampak kesehatan bagi manusia dan anggota ekosistem seperti koloni lebah.

Bagaimana tanaman GMO berpengaruh pada koloni lebah?

Tanaman GMO biasanya dihasilkan oleh suatu proses rekayasa genetika yang membuat suatu tanaman menjadi kebal terhadap serangan hama dan memproduksi hasil panen yang melimpah.

Pembudidayaan tanaman GMO secara masif biasanya mensyaratkan penggunaan pestisida atau herbisida tertentu agar panen bisa maksimal.

Selain itu secara sifatnya serbuk sari tanaman GMO semisal jagung menghasilkan suatu zat Bt insecticide yang bisa berbahaya bagi lebah madu bila dipadukan dengan stress factor lain semacam racun alami atau racun dari zat kimia tertentu misalnya pestisida atau herbisida.

Akibat jangka panjangnya  adalah pada semakin menurunnya koloni lebah, padahal menurut laporan institusi program pangan PBB, 70% dari  100 tanaman penyedia pangan bagi manusia diserbuki oleh lebah.

Isu yang berkembang di berbagai media bahwa kontribusi GMO pada menurunnya populasi lebah nampak sekali pro – kontra. Sering ada bentuk pengalihan isu atau pembentukan mispersepsi yang disinyalir disponsori oleh konglomerasi produsen GMO.

Upaya ini terbaca oleh Researchglobal.ca yang mengkritisi beberapa penelitian yang menemukan bahwa penyebab menurunnya populasi lebah seperti merebaknya tunggal Varroa, parasit, dan sinyal telepon seluler, adalah bentuk kambing hitam yang ingin menutupi siapa sebenarnya pembunuh dari koloni lebah.

Reseachglobal.ca dalam sebuah artikel yang berjudul Death of Bees, Genetically Modified Crops and Decline of Bee Colonies in North Amarica yang ditulis oleh Brit Amos, 9 Agustus 2011 mengklaim bahwa penyebab terbesar dari menurunnya populasi lebah adalah GMO dan aplikasi pestisida-herbisidanya.

Perang persepsi dan isu akan terus bergulir di media, antara membela kepentingan raksasa konglomerasi GMO dan kepedulian pada keseimbangan ekosistem dunia dan masa depan umat manusia. (Iswahyudi/WHS/asr)

Sumber : berbagaisumber