Sikap Dingin Terhadap Presiden Korsel dan Jurus Trump Raih Kemenangan

Gao Tianyun

Untuk kali pertama Presiden Korsel Moon Jae-Yin berkunjung ke RRT namun mendapat perlakuan yang dingin. Begitu acara dimulai, semua pihak digemparkan akibat reporter Korsel tiba-tiba dipukuli oleh sejumlah personil keamanan  PKT. Mengapa PKT perlu menunjukkan sikap seolah sebagai boss yang lebih berkuasa?

Hubungan RRT-Korsel mendadak dingin gara-gara sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD). Sebagai aksi balas, PKT (Partai Komunis Tiongkok) keluarkan “instruksi anti Korsel”, anti Lotte dan pembatasan wisata ke Korsel. Berbagai tindakan PKT tersebut telah menyebabkan kerugian besar di pihak Korsel.

Pada 30 Oktober lalu disaat Menlu Korsel Gang Gyeong-hwa menghadiri inspeksi kenegaraan Kemenlu menyatakan, tidak mempertimbangkan untuk menambah instalasi sistem anti-rudal THAAD, kebijakan pemerintah Korsel untuk tidak ikut andil dalam pembangunan sistem anti-rudal THAAD ini tidak akan berubah, dan kerjasama keamanan Korsel-AS-Jepang tidak akan berkembang menjadi aliansi militer.

Karena adanya jaminan “tiga tidak” dari pihak Korsel, sikap Beijing juga agak melunak. Sektor penerbangan dan pariwisata kedua negara pun kembali menghangat. Oleh sebab itu, pihak luar menilai kunjungan Moon Jae-Yin kali ini adalah “kunjungan untuk menghangatkan”. Akan tetapi, jelas sekali, PKT tidak menerima begitu saja, sasaran akhir pihak RRT adalah menyingkirkan sistem THAAD.

Menurut informasi yang dimuat surat kabar “Financial Times”, untuk melonggarkan sanksi terhadap Korsel ini, di dalam tubuh PKT terdapat tentangan cukup keras. Surat kabar “New York Times” mengatakan, pihak AS meminta agar Korsel tidak mengalah lebih jauh terhadap Beijing.

Presiden Moon Jae-in memulai kunjungan kenegaraan pertamanya ke Tiongkok pada 13 Desember, namun kedua belah pihak sepakat untuk tidak menggelar konferensi pers dan pernyataan bersama. (Nicolas Asfouri/AFP/Getty Images)

Apakah di antara tekanan dari AS maupun RRT, Moon Jae-Yin hanya bisa menjadi “roti lapis” dalam hal ini? Tentu saja tidak. Seorang presiden terpilih pastinya harus tahu persis bahwa tanggung jawabnya adalah melindungi wilayah kedaulatan dan rakyatnya, dengan mengedepankan nilai-nilai universal, melindungi HAM, menghukum kejahatan dan mengusung kebaikan. Selama prinsip kebenaran ini dipegang teguh, maka jalan akan terbuka dengan sendirinya.

Sebaliknya, jika prinsip dasar ini dilupakan dan hanya mementingkan kepentingan ekonomi jangka pendek, selalu tunduk dan berkompromi, maka pada akhirnya tidak hanya kepentingan akan terkorbankan, tapi juga akan kehilangan kepercayaan rakyat dan kehormatan negaranya.

Korea Selatan adalah sebuah negara demokrasi dengan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade terakhir yang cukup gemilang, juga sukses dalam mempertahankan tradisi dan mengekspor budayanya. Akan tetapi tahun lalu, dalam sejarah Korsel terjadi peristiwa yang sangat memalukan.

Pada 4 Mei 2016, Pengadilan Korea Selatan mem-vonis memenangkan Teater KBS Seoul yang telah membatalkan sewa gedung oleh Grup DPA Shenyun, yang mengakibatkan pertunjukan seni Shenyun di Seoul terpaksa harus dibatalkan.

Menurut berita, Kedubes RRT untuk Korsel menulis surat kepada Teater KBS Seoul yang isinya menuntut agar pihak pengelola “membatalkan pertunjukan Shenyun”, bahkan mencemarkan nama baik Shenyun dan Falun Gong dalam surat resmi tersebut. Kedubes tersebut melakukan ancaman dengan dalih “tidak menguntungkan hubungan kedua negara dan kerjasama kedua negara di berbagai bidang.”

Pada akhirnya, pihak KBS dan pengadilan tunduk pada PKT dan melepaskan kehormatan serta kedaulatannya. Pasca kejadian itu, setelah Korsel dan AS mengumumkan instalasi sistem anti-rudal THAAD, telah membuat Beijing berang dan memblokir bintang film/pop Korsel, mengakibatkan kerugian besar pada perusahaan hiburan Korsel.

Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) terlihat tiba di Seongju, Korea Selatan, September 2017. (Lee Jong-hyeon / News1 via REUTERS)

Bisa dilihat bahwa PKT tidak akan “mengingat jasa”, dan hanya akan selalu menuntut dari pihak lain. Dan hal ini semakin terlihat jelas pada perlakukan Beijing terhadap Moon Jae-Yin saat berkunjung ke RRT.

PKT eksis dengan mengandalkan kebohongan dan kekerasan. Kebiasaannya adalah memberikan berbagai umpan dan godaan, berkonspirasi, menyuap, lalu memojokkan orang atau organisasi atau pemeritahan luar negeri agar bisa mencapai tujuannya.

Berurusan dengan rezim premanisme seperti ini, senjata yang terbaik untuk menghadapinya adalah kebenaran dan hati nurani. Percaya pada PKT sama saja dengan menari dengan serigala, yang sewaktu-waktu akan mengancam keselamatan diri sendiri.

Terhadap peristiwa pemukulan pihak Beijing sebagai tuan rumah terhadap reporter Korsel, ada warganet yang berkomentar, “Bertindak seperti preman pun sudah tidak merasa malu lagi, citra negara pun dikorbankan, saat PKT semena-mena terhadap warganya tidak ada siapa pun yang peduli, pemerintah asing pun tidak peduli seolah itu bukan urusannya. Maka dari itu Beijing semakin merajalela sampai berani memukul orang asing. Ditunggu saja sekarang pihak Korsel mau uang atau mau harga diri dan HAM.”

Baru bulan lalu Presiden Trump berkunjung ke lima negara Asia secara terhormat, di mana pun ia berada selalu mendapat sambutan dan penghormatan tinggi dari negara tuan rumah. Hasil survei warga Amerika Serikat terhadap Trump pun semakin meningkat.

Sekembalinya ke tanah air, Trump berkata pada wartawan, kesuksesan terbesar pada kunjungannya ke Asia kali ini adalah telah meraih penghormatan dari berbagai negara terhadap Amerika dan warga AS. Ia berkata, “Masa depan kita akan semakin cerah, rakyat AS akan semakin percaya diri dan bangga pada Amerika.”

Dimanakah letak rahasia kemenangan Trump? — Keberanian dan keteguhannya. Trump berperilaku sesuai dengan perkataannya, berani berbuat dan berani bertanggung jawab. Dengan berprinsip “AS sebagai prioritas”, Trump bertekad mengubah prinsip dagang selama ini dan menekankan hubungan dagang yang adil dan saling menguntungkan.

Dalam hal menumpas teroris dan ekstrimis, sikap Trump sangat jelas, ada pernyataan juga ada tindakan. Berkali-kali Trump mengungkap ancaman dan bahaya serius paham komunis terhadap manusia, dan menyatakan “tidak akan diam” di hadapan tekanan kaum Merah.

Dalam kunjungan Trump ke Beijing, pihak RRT pada pertemuan kedua belah pihak mengemukakan harapan untuk membangun hubungan kerjasama penegakan hukum yang lebih erat, dan diperbolehkan melakukan penangkapan napi RRT yang berada di wilayah AS.

Permintaan ini ditolak oleh AS. Trump sangat jelas, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Berbagai cara PKT baik lunak maupun keras, tidak berfungsi sama sekali di hadapan prinsip yang teguh itu.

Perlakuan dingin dari PKT bukan hal buruk. Justru membuat masyarakat dunia melihat jelas: terhadap sebuah partai yang tidak beretika dan bersikap semena-mena, harus dijauhi dan ditinggalkan. (SUD/WHS/asr)

Sumber : epochtimes.com