Filipina Menuduh Tiongkok Merebut Persediaan Pangan Filipina di Pos Laut Tiongkok Selatan di Wilayah Filipina

Aaron Pan

Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan meningkat menyusul sebuah insiden di mana kapal-kapal Tiongkok diduga merampas persediaan makanan dan obat-obatan untuk personel militer Filipina yang ditempatkan di Second Thomas Shoal.

Militer Filipina menyatakan bahwa kapal-kapal Tiongkok mencegat dan merampas salah satu dari empat paket makanan yang diterjunkan dari udara ke pos terdepan Filipina di wilayah perairan yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan pada 19 Mei.

Persediaan makanan tersebut dimaksudkan untuk Marinir Filipina yang berada di kapal BRP Sierra Madre, sebuah kapal angkatan laut yang sengaja dikandangkan dan bertugas sebagai pos terdepan Filipina sejak tahun 1999 di Kepulauan Spratly yang disengketakan.

Menurut pejabat militer Filipina, Penjaga Pantai Tiongkok telah bergerak secara agresif, dengan dua perahu karet berlambung kaku datang dalam jarak 10 meter (11 yard) dari Sierra Madre, untuk merampas paket-paket tersebut. Rekaman yang dirilis oleh militer Filipina menunjukkan empat perahu motor berlomba secara berbahaya untuk mengambil barang-barang yang terapung di laut itu.

Panglima Militer Filipina Jenderal Romeo Brawner berspekulasi bahwa Tiongkok mungkin mencari bahan-bahan konstruksi dalam paket-paket itu untuk memperkuat kapal-kapal yang menua. Personil Tiongkok membuka paket-paket dan membuang barang-barang itu ke laut setelah menemukan bahwa barang-barang itu berisi makanan, demikian kata Jenderal Romeo Brawner.

Media pemerintah Tiongkok melaporkan bahwa Angkatan Laut Filipina menodongkan senjata ke arah Penjaga Pantai Tiongkok. Angkatan Bersenjata Filipina menolak klaim ini dalam pernyataannya, menggambarkan tindakan mereka sebagai tindakan pencegahan yang diperlukan, karena tindakan provokatif yang dilakukan Penjaga Pantai Tiongkok.

Insiden tersebut merupakan perkembangan terbaru dari serangkaian konfrontasi antara kedua negara di kawasan tersebut. Filipina sering mengutip putusan arbitrase internasional tahun 2016 yang membatalkan klaim ekstensif Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, yang menegaskan bahwa Second Thomas Shoal termasuk dalam wilayah zona ekonomi eksklusif Filipina.

Tiongkok mengklaim menguasai hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan sebagai perairannya, sebuah rute penting bagi perdagangan maritim tahunan senilai lebih dari USD 3 triliun, saling tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Pada 2016, Pengadilan Permanen Arbitrase memutuskan klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional. Meskipun demikian, Beijing mengabaikan putusan tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, terdapat banyak laporan mengenai konfrontasi di Laut Tiongkok Selatan antara kedua negara. Pada akhir bulan Maret, Filipina menuduh sebuah kapal Penjaga Pantai Tiongkok menggunakan meriam-meriam air menyerang kapal Filipina, menyebabkan tiga pelaut Filipina cedera.

Sebelumnya, dalam insiden terpisah, setidaknya ada empat awak kapal asal Filipina terluka oleh pecahan kaca setelah serangan meriam air Tiongkok yang lain. Filipina memanggil seorang diplomat Tiongkok untuk memprotes insiden tersebut, dan menyebutnya sebagai “tindakan agresif.”

‘Tindakan Perang’

Minggu lalu, pada konferensi keamanan Dialog Shangri-La tahunan di Singapura, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. memperingatkan “tindakan perang” yang dilakukan rezim Tiongkok jika Beijing melewati garis merah.

Dalam pidato utamanya, Ferdinand Marcos Jr. mengecam tindakan-tindakan ilegal, memaksa, dan agresif di Laut Tiongkok Selatan. Ferdinand Marcos Jr. mengatakan Filipina dan negara-negara Asia Tenggara lainnya mempunyai visi untuk “perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran” di Laut Tiongkok Selatan, namun hal ini dirusak oleh pelaku-pelaku lainnya, tanpa menyebut Tiongkok.

“Sayangnya, visi ini masih jauh dari kenyataan saat ini. Tindakan-tindakan ilegal, memaksa, dan agresif dan menipu terus-menerus melanggar kedaulatan, hak kedaulatan, dan yurisdiksi kami,” kata Ferdinand Marcos Jr.

Setelah pidatonya itu, Ferdinand Marcos Jr. menyerukan keamanan di Laut Tiongkok Selatan yang dilalui sejumlah besar perdagangan, merupakan isu global. Belakangan, seorang reporter bertanya kepada Ferdinand Marcos Jr. apakah Tiongkok akan melewati “garis merah” jika salah satu kapal penjaga pantai Tiongkok membunuh seorang wargnegara Filipina dengan meriam air.

“Jika seorang warganegara Filipina terbunuh karena tindakan yang disengaja, itu hampir sama dengan apa yang kami definisikan sebagai tindakan perang,” kata Ferdinand Marcos Jr. “Kami tidak akan mengubah keputusan kami. Apakah itu adalah garis merah? Hampir pasti.” (vv)