Wanita Lulusan Kampus Ternama di Beijing Tewas Kelaparan di Rumah Sewaan, Soroti Kesulitan Anak Muda Tiongkok

Sebuah tragedi  terjadi di Tiongkok pada  Agustus 2024. Dilaporkan bahwa seorang lulusan universitas ternama di Beijing (dikenal sebagai universitas “211”), yang berusia 33 tahun, ditemukan tewas di sebuah apartemen sewaan di Xi’an. Tubuhnya baru ditemukan setelah mulai membusuk, menunjukkan bahwa dia meninggal dunia dalam kesendirian dan kelaparan. Artikel ini menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh banyak pemuda di Tiongkok saat ini

NTD

Pada 17 Agustus, sebuah artikel panjang yang diterbitkan oleh akun WeChat “Zhenguan” berjudul “Seorang Gadis dari Luar Kota, Meninggal di Apartemen Sewaan Saya” menjadi viral di dalam dan luar negeri. Penulis artikel ini mengaku sebagai seorang wanita yang bekerja di Xinjiang dan memiliki sebuah apartemen sewaan di Xi’an. Artikel ini menceritakan bagaimana seorang penyewa wanita meninggal dunia dengan tenang di apartemen tersebut.

Wanita yang meninggal itu berasal dari sebuah desa miskin di Ningxia dan sejak kecil berprestasi di sekolah, menjadi kebanggaan keluarga dan desa. Setelah lulus SMA, dia berhasil masuk ke salah satu universitas ternama di Beijing (211). Namun, setelah lulus, dia menghadapi banyak kesulitan dalam mencari pekerjaan. Dia beberapa kali berhasil mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian administrasi publik di provinsinya, tetapi selalu gagal dalam tahap wawancara. Ayahnya percaya bahwa kegagalan itu disebabkan oleh ketidakadilan dalam proses seleksi, yang dia yakin disebabkan oleh kurangnya “latar belakang” atau koneksi keluarga mereka.

Setelah kehilangan harapan untuk bekerja sebagai pegawai negeri, dia mulai bekerja serabutan dan baru-baru ini datang ke Xi’an untuk mencari pekerjaan. Namun, dia mengalami kesulitan besar untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, bahkan uang sewa apartemen pun harus dipinjamkan oleh orang tuanya dari kerabat.

Menurut catatan pengeluarannya, dia hampir tidak pernah menghabiskan lebih dari RMB. 5 (Rp 10.000)  untuk makan atau membeli barang apapun, dan biasanya membeli barang-barang yang sangat murah dan berkualitas rendah.

Pada 9 April, ibunya meminjam lebih dari RMB.10.000 dari kerabat dan mentransfernya untuk membayar sewa apartemen. Pada 21 April, ibunya kembali meminjam RMB.1.000 dari dua kerabat lainnya untuk biaya hidupnya. Namun, kali ini dia menolak menerima uang tersebut dan memutuskan kontak dengan semua keluarganya.

Penyelidikan polisi menemukan bahwa terakhir kali wajahnya teridentifikasi oleh sistem pengenalan di gedung apartemen adalah pada 20 Mei. Setelah itu, tidak ada catatan dia keluar rumah, dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia memesan makanan atau memasak di apartemen.

Pada  3 Juni pagi, pemilik apartemen menerima pesan dari perusahaan listrik Shaanxi bahwa apartemen tersebut menunggak pembayaran dan akan diputus aliran listriknya pada 4 Juni. Pemilik apartemen mengirim pesan mengingatkannya untuk membayar tagihan listrik, jika tidak, makanan di kulkas akan membusuk. Dia baru menjawab pada sore hari dan mengatakan bahwa kulkasnya kosong.

Pada 13 Juni, pemilik apartemen kembali menerima pemberitahuan tentang tunggakan pembayaran, lalu menyadari bahwa listrik di apartemen tersebut memang sudah diputus sejak 4 Juni. Dia mencoba menghubunginya lagi, tetapi tidak mendapat jawaban.

Pada 25 Juni, pihak pengelola apartemen menelepon pemilik apartemen, mengatakan bahwa ada bau busuk yang sangat kuat dari apartemen tersebut. Pemilik apartemen meminta pengelola untuk memanggil tukang kunci dan membuka pintu apartemen, dan di sana mereka menemukan tubuhnya yang sudah sangat membusuk. Identitasnya hanya bisa dipastikan melalui tes DNA.

Menurut ahli forensik, perkiraan waktu kematiannya adalah sekitar 15 Juni. Polisi menduga bahwa dia kemungkinan besar meninggal dunia karena kelaparan di dalam kamar.

Keluarganya segera datang ke Xi’an untuk mengurus jenazahnya, tetapi karena kesulitan keuangan, mereka terburu-buru untuk menyelesaikan semuanya. Keluarga meminta kompensasi dari pemilik apartemen sebelum pergi.

Artikel ini menyebutkan bahwa dia bukan anak tunggal di keluarganya. Orang tuanya yang miskin mengirimnya ke universitas dengan harapan besar, dan terlihat jelas bahwa ayahnya sangat berduka. Namun, karena adat istiadat di desanya, wanita yang belum menikah tidak diizinkan dimakamkan di kuburan keluarga, sehingga ayahnya berencana untuk membuang abu jenazahnya. Setelah mengemasi barang-barangnya, ayahnya langsung membuangnya ke tempat sampah di pinggir jalan.

Artikel ini menganalisis bahwa perbedaan besar antara ambisinya yang tinggi dan kenyataan yang kejam mungkin menjadi penyebab utama kematiannya. Uang RMB.1.000 yang ditransfer oleh ibunya mungkin menjadi “jerami terakhir” yang membuatnya merasa putus asa. Dia mungkin menolak uang tersebut karena merasa bersalah kepada orang tuanya, atau mungkin karena jumlah uang tersebut tidak cukup untuk menunjang hidupnya.

Kisah ini ditulis dengan gaya sastra, sehingga ada yang meragukan keasliannya. Namun, sebagian besar pembaca di platform NetEase percaya bahwa kisah ini nyata dan merasa simpatik terhadap nasibnya.

Di tengah kemerosotan ekonomi Tiongkok saat ini, banyak lulusan universitas yang menganggur dan kesulitan menemukan pekerjaan. Tidak jarang lulusan universitas ternama berakhir bekerja sebagai pengantar makanan. Banyak netizen percaya bahwa tragedi seperti yang dijelaskan dalam artikel ini bukanlah hal yang mengejutkan.

Video yang beredar di internet menunjukkan bahwa di kota-kota seperti Guangzhou dan Shenzhen, banyak lulusan universitas yang tidak dapat menemukan pekerjaan dan terpaksa tidur di jalanan. Di Taman Zhonghua di Kunshan, Jiangsu, sejumlah besar anak muda hidup menggelandan, dan sering terdengar laporan tentang orang-orang yang mati kelaparan. (hui)