Uni Eropa  Resmi Terapkan Bea Masuk Tinggi pada Mobil Listrik dari Tiongkok

Pada Jumat (4 Oktober), Uni Eropa melakukan pemungutan suara dan menyetujui pengenaan “bea masuk anti-subsidi” terhadap mobil listrik impor dari Tiongkok

oleh Chen Yue dari NTD Television

Sebanyak 27 negara Uni Eropa melakukan pemungutan suara dan akhirnya menyetujui penerapan pajak anti-subsidi selama lima tahun untuk mobil listrik impor dari Tiongkok, dengan tarif tertinggi mencapai 35,3% pada 4 Oktober 2024.

Juru bicara Komisi Eropa, Olof Gill,  menegaskan kembali bahwa pengenaan “pajak anti-subsidi” ini dimaksudkan untuk membangun kembali lingkungan persaingan yang adil.

“Kami hanya ingin menghilangkan subsidi yang merugikan,” ujarnya.

Setelah melakukan penyelidikan anti-subsidi selama setahun, Komisi Eropa menetapkan bahwa pemerintah Beijing memberikan subsidi yang berlebihan kepada industri mobil listrik Tiongkok, yang menyebabkan mobil listrik dengan harga murah masuk ke pasar Uni Eropa, sehingga merugikan industri otomotif lokal secara signifikan.

Saat ini, mobil listrik buatan Tiongkok mendominasi pangsa pasar yang besar di Uni Eropa. Proporsi mobil listrik asal Tiongkok yang terdaftar di pasar Uni Eropa meningkat pesat, dari 3,5% pada tahun 2020 menjadi 27,2% pada kuartal kedua tahun ini. Menurut data Uni Eropa, Tiongkok saat ini sangat membutuhkan ekspor sebanyak 3 juta unit mobil listrik setiap tahun, yang setara dengan dua kali lipat ukuran pasar Uni Eropa.

“Di Tiongkok, mobil yang diproduksi tidak laku di pasaran. Ribuan mobil menumpuk di lembah-lembah, tidak terjual, tetapi produksinya tetap berjalan karena perusahaan-perusahaan tersebut  bergantung pada subsidi pemerintah untuk menutupi kerugian mereka. Mobil yang disubsidi ini kemudian masuk ke pasar Uni Eropa dengan harga murah.  Tentu saja merupakan pukulan besar bagi industri otomotif Eropa. Industri otomotif adalah sektor yang sangat penting bagi perekonomian di Eropa dan Amerika Serikat,” kata Frank Tian Xie, ​​​​seorang profesor di Aiken School of Business dari University of South Carolina.

Dalam pemungutan suara ini, dari 27 negara anggota Uni Eropa, 5 negara memberikan suara menolak dan 12 negara abstain. Analisis menunjukkan bahwa alasan penolakan dan abstain adalah kekhawatiran bahwa langkah ini akan memicu balasan dari pemerintahan Tiongkok. Jerman, yang memiliki banyak investasi di Tiongkok, termasuk di antara negara-negara yang khawatir.  Selain itu, mereka juga khawatir bahwa perang dagang akan semakin meningkat.

Olof Gill menyatakan bahwa penyelidikan dan penerapan pajak anti-subsidi ini sepenuhnya sesuai dengan kewajiban Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Tiongkok tidak memiliki alasan untuk membalas.

“Dampak dari subsidi ini telah dibahas secara mendetail, sesuai dengan aturan WTO, dan diputuskan setelah penyelidikan menyeluruh,” ujarnya.

Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo, sebelumnya  memperingatkan Uni Eropa untuk waspada terhadap risiko keamanan nasional yang ditimbulkan oleh mobil listrik Tiongkok. Ia juga mendorong Uni Eropa untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam mengambil tindakan bersama di bidang kecerdasan buatan (AI), chip, komputasi kuantum, dan mobil listrik. (Hui)