Time To Explore
Pada 1 Oktober 2024, Iran melancarkan serangan besar-besaran dengan rudal balistik ke Israel. Serangan ini berbeda dengan serangkaian serangan yang terjadi pada April tahun ini, yang lebih banyak menggunakan drone. Pada April, Iran meluncurkan ratusan drone dan kurang dari 30 rudal balistik. Serangan udara tersebut terbukti tidak efektif, karena semua drone berhasil dicegat dan sebagian besar rudal balistik juga berhasil ditangkis, hanya tujuh rudal yang jatuh di wilayah Israel tanpa menimbulkan korban jiwa.
Karena kegagalan serangan udara sebelumnya, kali ini Iran sepenuhnya menggunakan rudal balistik. Mereka meluncurkan dua gelombang serangan dengan total sekitar 180 rudal balistik. Pertempuran antara Iran dan Israel ini bisa dilihat sebagai contoh pola serangan di kawasan Asia-Pasifik. Serangan rudal balistik Iran ke Israel mencerminkan taktik yang telah ditekankan oleh Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir. Apakah taktik ini efektif dan apa saja yang dapat dipelajari, kita akan menganalisis masalah ini lebih mendalam.
Pertama-tama, kita akan melihat kemampuan peluncuran rudal Iran. Serangan kali ini dilakukan dalam dua gelombang, dengan total sekitar 180 rudal. Ini menunjukkan bahwa kapasitas maksimum sekali peluncuran dari pasukan rudal balistik Iran adalah sekitar 90 rudal. Dalam video yang diambil dari garis depan di Iran, terlihat sekitar 15 rudal balistik melintas di langit. Dari video lain, terlihat juga 15 rudal balistik Iran di udara.
Hal ini menunjukkan bahwa unit peluncuran Iran kemungkinan besar terdiri dari batalyon rudal, dengan 10 hingga 15 kendaraan peluncur rudal yang dapat diisi ulang untuk peluncuran kedua dalam waktu tertentu. Angka ini sesuai dengan data resmi Israel, yang menunjukkan bahwa Iran meluncurkan sekitar 180 rudal, dengan setiap gelombang terdiri dari 90 rudal. Jika 90 dibagi 15, hasilnya adalah 6, yang berarti Iran kemungkinan memiliki sekitar enam unit peluncur rudal balistik, dengan masing-masing unit mampu menembakkan 15 rudal secara bersamaan.
Dari analisis ini, penulis mendapatkan dua kesimpulan penting: pertama, mencegat rudal balistik dengan kecepatan lebih dari Mach 10 tidaklah mudah; kedua, meskipun sulit dicegat, rudal-rudal ini sering kali tidak menyebabkan kerusakan besar karena masalah akurasi.
Rudal Balistik dengan Kecepatan Lebih dari Mach 10 Sulit untuk Dicegat
Mari kita lihat poin pertama. Berbeda dengan serangan udara pada April, kali ini Israel tidak mengumumkan tingkat keberhasilan pencegatan rudal, karena hasilnya tidak memuaskan. Apakah ada cara untuk memperkirakan tingkat keberhasilan pencegatan rudal ini? Tentu saja ada. Melalui citra satelit, kita dapat memperkirakan berapa banyak rudal yang mengenai target di darat, yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat pencegatan secara kasar.
Sebagai contoh, seorang pengguna media sosial Barat di akun X membagikan foto serangan besar-besaran Iran terhadap Pangkalan Udara Nevatim di Israel, yang digunakan oleh pesawat tempur F-35 milik Angkatan Udara Israel. Dari gambar tersebut terlihat bahwa serangan rudal besar-besaran Iran tidak memberikan dampak yang signifikan pada pangkalan udara tersebut, hanya satu bangunan yang terkena, sementara pesawat dan personel tidak terdampak. Lebih penting lagi, pada gambar satelit ini, ia menandai lokasi jatuhnya rudal yang terlihat, dengan total 32 titik.
Lantas, berapa banyak rudal yang menyerang pangkalan udara tersebut? Kita bisa melakukan perkiraan sederhana: target utama serangan Iran kali ini adalah tiga pangkalan udara Israel, ditambah markas besar Mossad yang berada di dekat Tel Aviv. Karena markas Mossad berada di area perkotaan, kemungkinan jumlah rudal yang diarahkan ke sana terbatas.
Dengan demikian, dari sekitar 180 rudal yang diluncurkan, jumlah yang menyerang pangkalan udara ini mungkin berkisar antara 50 hingga 60 rudal. Jika ada 60 rudal yang menyerang, maka tingkat keberhasilan pencegatan Israel sekitar 50%. Jika jumlahnya 50 rudal, tingkat keberhasilan pencegatan sekitar 40%. Ini bukan angka yang pasti, tetapi berdasarkan semua informasi eksternal, tingkat keberhasilan pencegatan sekitar 40% hingga 50% merupakan perkiraan yang masuk akal. Juru bicara Kementerian Pertahanan Israel juga menyatakan bahwa sekitar setengah dari rudal Iran berhasil dicegat.
Ada beberapa penyebab fenomena ini. Pertama, menghadapi serangan rudal secara besar-besaran, kemampuan pencegatan sistem pertahanan udara Israel terbatas. Sistem Iron Dome yang dimiliki Israel tidak dirancang untuk mencegat rudal balistik, melainkan untuk mencegat roket yang diluncurkan oleh Hamas dan Hizbullah dengan biaya yang lebih rendah. Sistem yang benar-benar mampu mencegat rudal balistik hanyalah Arrow-2, Arrow-3, dan David’s Sling yang dikembangkan oleh Israel. Dari informasi yang ada di internet, kita tidak mengetahui secara pasti berapa banyak sistem tersebut yang telah dikerahkan, namun tampaknya tidak cukup banyak untuk menghadapi serangan rudal balistik yang begitu banyak.
Alasan kedua adalah rudal balistik dengan kecepatan lebih dari Mach 10 memang sulit untuk dicegat. Di medan perang Ukraina, rudal Iskander yang digunakan Rusia hanya memiliki kecepatan sekitar Mach 4 hingga 5. Bahkan rudal hipersonik “Kinzhal” diklaim tidak melebihi kecepatan Mach 10. Sementara itu, rudal-rudal yang diluncurkan Iran kali ini adalah rudal balistik jarak menengah dengan jangkauan lebih dari 2.000 kilometer, dan kecepatan rudal balistik jarak menengah biasanya dapat mencapai lebih dari Mach 10. Kecepatan tinggi ini tentu saja meningkatkan kesulitan dalam pencegatan.
Kerusakan yang Disebabkan oleh Rudal Balistik Terbatas
Kesimpulan kedua dari serangan rudal Iran kali ini adalah bahwa meskipun rudal sulit dicegat, kerusakan yang ditimbulkannya sangat terbatas. Dengan membandingkan citra satelit sebelum dan sesudah serangan terhadap pangkalan udara Israel, terlihat jelas bahwa sebagian besar kawah yang terbentuk tidak mengenai target, bahkan tidak ada landasan pacu yang terkena.
Hanya satu bangunan yang rusak, dan struktur utamanya tampak masih utuh. Selama serangan ini, Iran meluncurkan sekitar 180 rudal, namun hanya menyebabkan satu orang Palestina tewas dan dua orang Israel terluka ringan, tanpa korban jiwa yang signifikan. Keesokan harinya, pesawat tempur Israel seperti F-35, F-15, dan F-16 tetap melanjutkan misi serangan udara terhadap Lebanon.
Sebagai contoh lain, seorang jurnalis Barat yang berada di lokasi memotret kawah besar yang terbentuk akibat rudal balistik Iran yang berupaya menghantam markas besar Mossad, namun titik jatuhnya sekitar 450 meter dari target tersebut. Artinya, margin kesalahan rudal balistik Iran bisa mencapai beberapa ratus meter, sehingga hampir tidak mungkin mengenai bangunan atau pesawat tertentu dengan akurasi tinggi.
Ini terutama karena rudal balistik menggunakan pemanduan inersia, yang berarti setelah diluncurkan, rudal tersebut tidak memiliki kesempatan untuk menyesuaikan titik jatuhnya. Oleh karena itu, tingkat akurasinya berada dalam kisaran ratusan meter.
Sejak awal, rudal ini memang tidak dirancang untuk keakuratan tinggi. Rudal balistik dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir, di mana selisih beberapa ratus meter atau bahkan beberapa kilometer tidak menjadi masalah karena gelombang kejut dari ledakan nuklir cukup untuk menghancurkan seluruh kota. Namun, jika rudal membawa hulu ledak konvensional, selisih beberapa ratus meter akan membuatnya tidak efektif.
Inilah sebabnya mengapa meskipun Iran meluncurkan sekitar 180 rudal, tidak ada kerusakan signifikan yang ditimbulkan di Israel. Rudal balistik dengan hulu ledak konvensional sulit mencapai target yang ditentukan karena masalah akurasi.
Selama sepuluh tahun terakhir, ada pihak di Tiongkok yang terus menggaungkan apa yang disebut “teori serangan rudal.” Namun, dari serangan rudal Iran terhadap Israel pada April dan Oktober tahun ini, terlihat bahwa baik rudal jelajah, drone, maupun rudal balistik tidak memberikan kerusakan berarti bagi Israel. Pernyataan bahwa Taiwan akan menyerah begitu saja ketika Tiongkok meluncurkan serangan rudal, kini sudah dapat dihentikan. (hui)