EtIndonesia. Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas seiring dengan serangkaian peristiwa penting yang melibatkan Israel, Iran, Suriah, dan Amerika Serikat. Dalam 48 jam terakhir, militer Israel melakukan serangan udara besar-besaran yang menargetkan lebih dari 30 lokasi di selatan Beirut, ibu kota Lebanon, serta Damaskus, ibu kota Suriah. Selain itu, dinamika politik global turut mempengaruhi situasi regional, termasuk pertemuan antara utusan Iran dan Presiden Suriah, serta keterlibatan tokoh-tokoh internasional seperti Donald Trump dan Elon Musk.
Serangan Udara Israel di Beirut dan Damaskus
Pada tanggal 14 November, militer Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap sekitar 30 target di selatan Beirut. Target-target tersebut meliputi gudang senjata, markas militer, dan infrastruktur lainnya yang diidentifikasi sebagai basis Hizbullah, organisasi politik dan militer Syiah Lebanon. Serangan ini merupakan bagian dari upaya Israel untuk melemahkan kekuatan Hizbullah di wilayah tersebut.
Selain itu, pada malam 13 November, puluhan anggota Hamas menyerah kepada militer Israel di Jabaliya, menunjukkan eskalasi konflik antara kedua pihak. Pada saat yang sama, militer Israel juga melancarkan serangan udara ke Damaskus, menargetkan gedung markas komando dan infrastruktur militer Organisasi Jihad Islam. Serangan ini menewaskan setidaknya 15 anggota ekstremis dan dianggap sebagai serangan presisi yang ditargetkan.
Pertemuan Iran dan Suriah di Damaskus
Dalam konteks regional yang semakin tegang, utusan tertinggi Iran, Ali Larijani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, bertemu dengan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, di Damaskus.
Larijani menegaskan dukungan Iran terhadap Suriah dan kesiapan untuk memberikan berbagai bantuan. Komandan tertinggi Pengawal Revolusi Islam, Salami, juga mengeluarkan ancaman terhadap Israel, menyatakan bahwa: “mata kami tertuju pada kalian, kami akan berjuang sampai akhir.”
Pertemuan ini menandakan semakin eratnya hubungan antara Iran dan Suriah dalam menghadapi tekanan regional dan internasional. Bersamaan dengan serangan udara Israel, hubungan ini memperkuat aliansi militer dan politik kedua negara dalam menghadapi ancaman bersama.
Keterlibatan Amerika Serikat dan Kebijakan Trump
Presiden terpilih Donald Trump telah memberikan tanggal penting bagi Israel untuk memulai serangan besar-besaran, yaitu 20 Januari. Pada tanggal tersebut, Amerika Serikat diharapkan akan menghapus semua pembatasan dan penundaan dalam mentransfer senjata serta peralatan tempur ke Israel, memberikan kebebasan penuh kepada Israel untuk melakukan serangan apa pun terhadap target yang dianggap strategis.
Duta Besar baru Trump untuk Israel, Mike Huckabee, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Israel dengan mengatakan: “Berhenti berbicara tentang orang Palestina yang damai; kebanyakan dari mereka mendukung aksi Hamas pada 7 Oktober. Berhenti menyerukan gencatan senjata.”
Kebijakan ini menunjukkan komitmen kuat Amerika Serikat dalam mendukung Israel di tengah konflik yang sedang berlangsung.
Pertemuan Elon Musk dengan Duta Besar Iran di PBB
Dalam perkembangan diplomatik lainnya, Elon Musk baru-baru ini bertemu dengan Duta Besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Dua pejabat Iran menyatakan bahwa diskusi tersebut difokuskan pada upaya meredakan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Pertemuan ini terjadi di tengah upaya internasional untuk mengurangi konflik dan mencegah situasi di Timur Tengah semakin memburuk.
Kerja Sama Internasional dan Reaksi Global
Ukraina dan Israel secara resmi mengumumkan kerja sama dalam bidang pertahanan. Duta Besar Ukraina untuk Israel, Korniychuk, mengungkapkan bahwa Ukraina telah memperoleh semua komponen sistem rudal peringatan dini dari Israel, termasuk radar 3D buatan Israel. Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tempur Ukraina dalam menghadapi ancaman yang ada.
Sementara itu, Kantor Berita Pusat Korea melaporkan bahwa Kim Jong-un telah memerintahkan produksi massal drone serang, menambah kompleksitas dinamika regional dan global.
Reaksi Internasional terhadap Kebijakan Trump dan Peran Amerika Serikat
Para ahli di Washington mengamati bahwa penunjukan pejabat-pejabat hawkish oleh Trump, seperti Menteri Luar Negeri Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Waltz, menunjukkan bahwa Amerika Serikat akan mengambil sikap yang lebih keras terhadap Tiongkok. Penunjukan ini bertujuan untuk menunjukkan kekuatan Amerika dalam menghindari konflik di Selat Taiwan dan memperkuat posisi Amerika di panggung internasional.
Stefanik, calon Duta Besar AS untuk PBB, diharapkan akan menggunakan bantuan keuangan Amerika dalam sistem PBB untuk memberantas pengaruh Tiongkok yang dianggap merugikan kepentingan Amerika.
Pertemuan Biden dengan Xi Jinping dan Kebijakan terhadap Tiongkok
Pada tanggal 16 November, Presiden Joe Biden akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, selama pertemuan APEC di Peru. Tujuan utama Biden adalah menekankan pentingnya menjaga perdamaian di Selat Taiwan dan menyampaikan keprihatinan atas latihan militer Tiongkok yang dianggap mengancam stabilitas regional. Pertemuan ini diharapkan menjadi yang terakhir antara Biden dan Xi sebelum Biden meninggalkan jabatannya.
Pejabat Amerika Serikat menyatakan bahwa Biden akan menekankan komitmen teguh AS terhadap perdamaian dan stabilitas Taiwan, serta menyatakan keprihatinan atas tindakan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Kebijakan AS terhadap Taiwan diperkirakan tidak akan berubah meski terjadi pergantian pemerintahan.
Kesimpulan
Situasi di Timur Tengah dan dinamika politik global saat ini menunjukkan peningkatan ketegangan dan kompleksitas hubungan internasional. Serangan udara Israel, pertemuan antara Iran dan Suriah, serta kebijakan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump dan Biden menjadi faktor utama yang mempengaruhi stabilitas regional. Upaya internasional untuk meredakan ketegangan dan memperkuat kerja sama pertahanan juga menjadi aspek penting dalam menghadapi tantangan yang ada.