EtIndonesia. Ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina semakin memanas dengan diluncurkannya rudal balistik antarbenua oleh Moskow ke wilayah Ukraina pada tanggal 21 November. Serangan ini menandai eskalasi signifikan dalam konflik yang telah berlangsung, sambil disusul oleh langkah kontroversial Pengadilan Pidana Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap beberapa pemimpin Israel.
Serangan Rudal Rusia ke Ukraina
Pada tanggal 21 November 2024, Ukraina menuduh Rusia melakukan serangan rudal balistik antarbenua ke wilayahnya. Pengakuan resmi datang dari Presiden Rusia Vladimir Putin melalui siaran televisi, yang menyatakan bahwa Moskow telah meluncurkan rudal balistik antarbenua ke Ukraina. Pentagon juga mengeluarkan pernyataan resmi terkait serangan ini, menyoroti meningkatnya ketegangan antara kedua negara.
Laporan dari AFP mengungkapkan bahwa juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menerima telepon tiba-tiba saat sedang dalam konferensi pers rutin. Suara seorang pria terdengar jelas melalui pengeras suara, menginstruksikan agar dia tidak memberikan komentar mengenai serangan rudal tersebut. Zakharova dengan cepat mengucapkan terima kasih dan menutup telepon tersebut.
Menurut CNN, target serangan adalah kompleks pabrik Yuzhmash di Kota Dnipro, Ukraina. Hingga saat ini, belum ada kepastian apakah panggilan tersebut merupakan pengaturan sengaja atau kebetulan.
Dalam siaran yang sama, juru bicara utama Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa (UE), Stano, menyatakan bahwa serangan ini menandakan peningkatan signifikan dari pihak Putin. Jika dikonfirmasi, peluncuran rudal balistik antarbenua akan menunjukkan perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam perang ini.
Reaksi dari NATO dan Amerika Serikat
Pembawa acara saluran politik, Jiang Feng, mengkritik tindakan Putin sebagai demonstrasi kepada NATO untuk menunjukkan tekadnya dalam pembalasan nuklir terhadap penggunaan rudal jarak jauh oleh militer Ukraina yang didukung NATO. Dia mempertanyakan mengapa NATO tidak memberikan informasi intelijen sebelumnya dan mengapa risiko peluncuran rudal RS-26 oleh Rusia tidak diantisipasi.
Dalam laporan Reuters, dikatakan bahwa Putin juga memperingatkan kemungkinan akan adanya lebih banyak serangan rudal di masa depan. Blogger militer Vyshe Glad menambahkan bahwa sejumlah besar pesawat pengebom strategis Rusia T-95 telah meluncurkan rudal jelajah ke Ukraina, memaksa jutaan warga Ukraina berlindung di tempat perlindungan bawah tanah.
Fabie Anhovno, peneliti doktor di Universitas Oslo, mengemukakan bahwa baik rudal balistik antarbenua maupun rudal balistik jarak menengah membawa muatan multi-hulu ledak, yang sangat signifikan untuk penyampaian sinyal. Hal ini menjadi alasan Rusia memilih jenis muatan ini, khususnya untuk membawa hulu ledak nuklir.
Sementara itu, militer Polandia, anggota NATO, melaporkan bahwa Amerika Serikat, yang khawatir Moskow mungkin melancarkan serangan besar-besaran, telah menutup Kedutaan Besar di Kiev dan segera mengirimkan pesawat tempur ke dekat perbatasan NATO dan Ukraina. Pesawat aliansi telah ditempatkan di ruang udara Polandia, dan pasukan bersenjata telah mengerahkan semua kekuatan serta sumber daya yang tersedia, termasuk sistem pertahanan udara dan radar dalam posisi kesiagaan tertinggi.
Langkah Kontroversial ICC terhadap Israel
Pada hari yang sama, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengumumkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan, Gallant, serta pemimpin militer Hamas, Deif, atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Langkah ini memicu kecaman keras dari pejabat politik di berbagai negara.
Kantor Netanyahu menanggapi keputusan ICC dengan menyebutnya sebagai tindakan antisemitisme. Dalam pidatonya, Netanyahu menyatakan bahwa ini adalah hari gelap dalam sejarah, di mana ICC yang dibentuk untuk melindungi umat manusia kini menjadi musuh umat manusia. Dia menegaskan bahwa Israel tidak mengakui dan tidak akan mengakui keputusan yang dianggapnya terdistorsi ini.
Dikarenakan surat perintah penangkapan ICC, Netanyahu dan Gallant kini tidak dapat mengunjungi 124 negara penandatangan, termasuk negara-negara di Eropa, Australia, dan Jepang. Amerika Serikat dan Rusia, yang tidak termasuk dalam negara penandatangan, tetap menjadi pengecualian.
Duta Besar Israel di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengecam ICC karena menargetkan satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah, yang dianggap sebagai penghargaan terhadap tindakan barbar dan kekerasan organisasi ekstremis. Dia menegaskan bahwa Israel akan terus memperjuangkan nilai-nilai moral dunia Barat dan tidak akan melepaskan hak pertahanan dasarnya, meski dihadapkan pada resolusi atau tindakan dari PBB.
Sementara itu, Senator AS Graham mengecam tindakan ICC terhadap pemimpin Israel dan Gallant sebagai tindakan paling absurd, menyerukan Senat AS untuk memberi sanksi lembaga tersebut. Dia berjanji akan mengajukan undang-undang untuk memberlakukan sanksi terhadap negara yang bekerja sama dengan surat perintah penangkapan ICC, menganggapnya sebagai ancaman terhadap Amerika Serikat.
Kesimpulan
Serangan rudal Rusia ke Ukraina dan langkah kontroversial ICC terhadap pemimpin Israel menandai periode ketegangan global yang semakin kompleks. Respon dari berbagai pihak, termasuk NATO, Amerika Serikat, dan komunitas internasional, menunjukkan betapa seriusnya implikasi dari peristiwa-peristiwa ini terhadap keamanan dan stabilitas dunia.