Trump Dilantik, India Mengungkapkan Kekhawatirannya

EtIndonesia. Economic Times India’s melaporkan bahwa setelah Presiden AS Donald Trump dilantik, India menyampaikan kekhawatirannya terkait kebijakan pemerintahan Biden sebelumnya mengenai pembatasan ekspor chip kecerdasan buatan (AI).

Laporan tersebut mengutip seorang pejabat senior India yang menyatakan bahwa Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi (MeitY) telah mengadakan “diskusi awal” dengan departemen pemerintah lainnya, termasuk kantor Penasihat Keamanan Nasional Ajit Doval. Pejabat tersebut mengungkapkan bahwa analisis dan kekhawatiran tentang kebijakan pembatasan yang diterapkan oleh pemerintahan Biden telah dibagikan antar lembaga. 

“Ketika pemerintahan baru (di AS) mulai bekerja, kami benar-benar harus mengangkat isu ini,” ungkapnya.

Pemerintahan Biden telah mengusulkan pengaturan pembatasan ekspor pada komputasi AI dan model dasar, termasuk menetapkan batas kapasitas komputasi untuk setiap negara. Berdasarkan aturan tersebut, India hanya diizinkan mengimpor 50.000 unit prosesor grafis (GPU) dari AS setiap tahun, yang juga membutuhkan lisensi. Saat ini, melalui program India AI Mission, India memperoleh sekitar 10.000 GPU dari AS setiap tahunnya.

Seorang pejabat mengungkapkan bahwa pemerintah India akan mengangkat isu ini melalui kerangka kerja Inisiatif Teknologi Kritis dan Baru India-AS (iCET). 

“Kami memiliki kerangka kerja iCET yang dipimpin oleh Penasihat Keamanan Nasional, dan kami akan memanfaatkan saluran ini untuk mengajukan isu tersebut,” katanya. iCET diluncurkan oleh Perdana Menteri India Narendra Modi dan mantan Presiden AS Joe Biden pada Mei 2022 di sela-sela KTT Keamanan Quad di Tokyo.

Pejabat tersebut menambahkan bahwa Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi India serta berbagai lembaga lainnya telah menyelesaikan evaluasi mereka. Meskipun langkah ini tidak akan langsung menciptakan krisis, hal tersebut dapat merugikan perkembangan jangka panjang dalam industri teknologi di India.

Aturan baru pemerintahan Biden ini juga berpotensi meningkatkan kompleksitas kepatuhan hukum bagi perusahaan-perusahaan seperti Reliance Industries. Selain itu, penyedia pusat data seperti Tata Communications, Yotta Data Services, dan E2E Networks dapat menghadapi kerugian kompetitif dibandingkan dengan pesaing mereka dari AS. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS