Xi Jinping Kunjungi Asia Tenggara Demi Rangkul Negara Kecil Hadapi AS—Namun Perhitungannya Terancam Gagal

EtIndonesia. Di tengah meningkatnya tensi perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping, pada 14 April memulai kunjungan ke tiga negara Asia Tenggara—Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Tujuannya diyakini untuk merangkul negara-negara kecil tersebut guna menghadapi tekanan tarif dari Amerika, namun banyak pengamat menilai strategi ini kemungkinan besar akan berakhir tanpa hasil.

Kunjungan ini merupakan perjalanan luar negeri pertama Xi pada tahun ini. Ia berada di Vietnam pada 14 hingga 15 April dalam kunjungan kenegaraan, dan selanjutnya akan bertolak ke Malaysia serta Kamboja hingga 18 April.

Dalam konteks perang dagang AS–Tiongkok yang tengah memanas, banyak pihak meyakini Xi berusaha membentuk poros perlawanan terhadap kebijakan tarif resiprokal AS, khususnya dengan menggandeng negara-negara Asia Tenggara.

Kehilangan Mitra Asia Tenggara = Kehilangan Akses Pasar Dunia

Profesor Ye Yaoyuan dari Universitas St. Thomas, AS, menjelaskan: “Jika Tiongkok kehilangan negara-negara ini, maka produk-produk hasil kelebihan kapasitas mereka tak akan punya jalan untuk masuk ke pasar Amerika. Kalau hubungan dengan negara-negara ini memburuk, bisa dikatakan itu akan menjadi pukulan mematikan.”

Menurutnya, kunjungan ini adalah upaya strategis Tiongkok untuk mencegah isolasi ekonomi, dan menjajaki kerja sama baru demi menyelamatkan jalur ekspor mereka.

Pada 14 April, Xi menerbitkan sebuah artikel opini di media resmi Vietnam. Ia menyatakan bahwa “perang dagang dan perang tarif tidak akan menghasilkan pemenang”, dan menyerukan kerja sama multilateral antara negara-negara Selatan Global demi menjaga kepentingan bersama negara berkembang.

Namun, menurut Profesor Ye: “Kemungkinan upaya ini berhasil sangat rendah. Negara seperti Malaysia, Indonesia, dan anggota ASEAN lainnya akan tetap menyambut kerja sama dengan Tiongkok, tetapi mereka tidak akan mau berselisih dengan Amerika.”

AS Naikkan Tarif, ASEAN Pilih Diplomasi Damai

Pada 2 April lalu, Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal yang menargetkan mitra dagang utama Amerika. Banyak negara Asia Tenggara terkena dampaknya dengan kenaikan tarif yang signifikan.

Namun menurut Huang Zongding, peneliti dari Institut Riset Keamanan Nasional Taiwan:

“Bahkan jika dalam tiga bulan ke depan tarif itu tetap berlaku, saya tidak percaya negara-negara ASEAN akan beralih ke Tiongkok. Karena pertama, semakin dekat dengan Tiongkok di tengah kebijakan tarif tinggi dari Trump justru akan memperparah kerugian mereka. Kedua, pasar domestik Tiongkok sedang melemah, sehingga mereka tidak bisa menawarkan kompensasi sebanding dengan pasar Amerika.”

Negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Malaysia baru-baru ini menyatakan niat mereka untuk menyesuaikan kebijakan dan membuka dialog dengan AS agar bisa mencapai kesepakatan dagang yang saling menguntungkan dan menghindari beban tarif yang besar.

Huang menambahkan: “Bagi negara-negara Asia Tenggara, ini adalah pertarungan hidup-mati dalam perdagangan, bukan soal ingin menyenangkan Beijing atau takut akan kemarahan Tiongkok. Yang mereka pikirkan adalah: apakah masa depan ekspor dan pertumbuhan ekonomi mereka bisa selamat.”

Vietnam Bersih-bersih dari Barang Tiongkok Demi Hindari Sanksi AS

Menurut laporan Reuters, Vietnam kini sedang bersiap untuk menindak praktik “pencucian asal barang”, di mana produk-produk Tiongkok dikirim ke AS lewat jalur Vietnam untuk menghindari tarif. Pemerintah Vietnam juga akan memperketat pengawasan atas ekspor produk sensitif ke Tiongkok.

Professor Ye menekankan: “Negara-negara ini menerapkan kebijakan dua kaki—menjaga hubungan dengan Amerika, sekaligus tetap berinteraksi dengan Tiongkok. Tapi kalau Tiongkok tetap keras kepala dalam isu Laut Tiongkok Selatan, pada akhirnya mereka akan menjauh dari Beijing juga.”

Malaysia Ingin Jaga Keseimbangan, Bukan “Pilih Sisi”

Malaysia dan negara ASEAN lainnya tengah berusaha menjaga keseimbangan strategis antara AS dan Tiongkok, serta menghindari terjebak dalam tekanan untuk memilih pihak.

Malaysia, yang tahun ini menjabat sebagai Ketua Bergilir ASEAN, menjadi salah satu tujuan utama Xi Jinping dalam upaya mempererat hubungan dengan kawasan tersebut.

Namun menurut Huang Zongding: “Xi saat ini sebenarnya tidak dalam posisi kuat untuk melawan AS secara langsung. Ia masih menjaga citra, tapi secara ekonomi, kehilangan pasar AS membawa dampak besar. Akibatnya, pengaruh dan daya tawar Tiongkok terhadap negara tetangga kini semakin melemah.”

Setelah Trump mengumumkan penangguhan tarif selama 90 hari pada 9 April, ASEAN mengeluarkan pernyataan resmi:

“Kami siap melakukan dialog terbuka dengan AS. Kerja sama adalah kunci.”

 Sementara Kementerian Perdagangan dan Industri Malaysia menegaskan bahwa seluruh anggota ASEAN sepakat menolak aksi balasan dan memilih negosiasi sebagai jalan keluar. (jhon)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS