EtIndonesia – Ketegangan antara India dan Pakistan kembali memanas setelah India melancarkan serangan terhadap tetangganya itu, dengan menuduh Islamabad terlibat dalam serangan teroris di wilayah Kashmir yang dikuasai India.
Pada Jumat, 9 Mei 2025, kedua negara bersenjata nuklir itu saling melontarkan tuduhan atas serangan lanjutan yang memicu kekhawatiran akan konflik terbuka.
Militer India menuduh pasukan Pakistan melakukan “banyak pelanggaran gencatan senjata” di sepanjang perbatasan de facto di wilayah sengketa Kashmir. “Angkatan Bersenjata Pakistan melancarkan berbagai serangan menggunakan drone dan amunisi lainnya di sepanjang seluruh Perbatasan Barat,” tulis militer India dalam unggahan di media sosial X.
Menurut pernyataan tersebut, serangan terjadi di berbagai titik sepanjang Line of Control (LoC) di Jammu dan Kashmir. Militer India menyatakan serangan drone tersebut berhasil digagalkan dan dibalas dengan tindakan “yang setimpal.”
Dalam konferensi pers, militer India mengungkap bahwa sekitar 300 hingga 400 drone buatan Turki menyusup ke wilayah udara India pada malam hari, menargetkan instalasi militer di 36 lokasi di perbatasan barat. Komandan Wing Angkatan Udara India, Vyomika Singh, mengatakan seluruh drone itu telah “dinetralisir.” Sebagai balasan, India meluncurkan serangan drone ke empat situs pertahanan udara milik Pakistan.
Sementara itu, di Pakistan, serangan artileri semalam dilaporkan menewaskan sedikitnya empat warga sipil dan melukai 12 lainnya di wilayah dekat Line of Control. Informasi itu disampaikan oleh pejabat kepolisian lokal, Adeel Ahmad, kepada kantor berita Associated Press.
Seruan untuk meredakan situasi datang dari berbagai negara. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menulis di X bahwa “ketegangan antara India dan Pakistan tetap menjadi perhatian serius” bagi Inggris. Ia mengaku telah berbicara dengan para mitranya di New Delhi dan Islamabad untuk mendorong penyelesaian melalui jalur diplomatik.
“Saya telah menyampaikan dengan jelas kepada semua pihak bahwa jika ini terus meningkat, tidak ada yang akan menang,” kata Lammy.
Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, juga menyampaikan harapan agar konflik segera mereda. “Kami ingin situasi ini mereda secepat mungkin,” ujarnya dalam wawancara dengan Fox News.
Kashmir, wilayah mayoritas Muslim, telah menjadi titik panas konflik antara India dan Pakistan selama beberapa dekade. Kedua negara telah berperang tiga kali, dua di antaranya terkait perebutan Kashmir. Saat ini, India menguasai sebagian besar wilayah tersebut, sementara Pakistan mengelola bagian utara dan barat, dan Tiongkok mengontrol wilayah timur yang sebagian pernah diserahkan oleh Pakistan.
Gelombang kekerasan terbaru dipicu oleh serangan teroris pada 22 April lalu di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Dalam serangan itu, tiga pria bersenjata menewaskan 26 orang, sebagian besar adalah wisatawan Hindu pria.
Kelompok bernama Kashmir Resistance, juga dikenal sebagai The Resistance Front, mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Pemerintah India menuduh kelompok tersebut merupakan pecahan dari organisasi teroris Lashkar-e-Taiba, yang sebelumnya telah melakukan serangan terhadap militer dan kepolisian India di Kashmir.
Namun Pakistan membantah memiliki keterkaitan dengan serangan itu. Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, bahkan menyatakan dalam wawancara dengan Sky News pada 1 Mei bahwa insiden tersebut bisa jadi merupakan operasi bendera palsu (false flag).
Tentara India menamai operasi militer balasan mereka sebagai Operasi Sindoor, merujuk pada bubuk merah yang dikenakan perempuan Hindu yang telah menikah di dahi mereka—sebagai bentuk penghormatan kepada para perempuan yang kehilangan suami dalam serangan 22 April.
Kementerian Pertahanan India menyatakan, “Langkah-langkah ini diambil menyusul serangan teroris biadab di Pahalgam yang menewaskan 25 warga India dan satu warga Nepal. Kami menepati komitmen bahwa para pelaku akan dimintai pertanggungjawaban.”
Laporan ini turut disumbangkan oleh Chris Summers