Pada Minggu (18 Mei) dini hari, Rusia melancarkan serangan drone terbesar ke Ukraina sejak perang besar dimulai pada tahun 2022, yang menyebabkan sejumlah korban jiwa dan luka-luka. Pada hari yang sama, utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, mendesak agar pembantaian ini segera dihentikan dan dicapai kesepakatan gencatan senjata.
EtIndonesia. Militer Ukraina mengkonfirmasi bahwa hingga pukul 08.00 waktu setempat pada hari Minggu, Rusia telah meluncurkan total 273 drone serang, dengan target utama wilayah Kyiv di bagian tengah, serta Dnipropetrovsk dan Donetsk di bagian timur.
Seorang wanita berusia 28 tahun tewas dalam serangan tersebut, dan setidaknya tiga orang terluka. Tim pemadam kebakaran tengah berjuang keras memadamkan api.
Juru bicara Angkatan Udara Ukraina, Yuriy Ihnat, menyatakan bahwa ini adalah serangan drone terbesar yang diluncurkan Rusia sejak perang dimulai. Ia menyebut malam tersebut sebagai malam yang sangat berat, dengan sirene serangan udara meraung selama sembilan jam tanpa henti.
Seorang warga Kyiv, Shybenko, mengatakan: “Kami bergegas masuk ke ruang bawah tanah, lalu terdengar ledakan besar. Kami melihat rumah kami sudah tidak ada lagi.”
Warga Kyiv lainnya, Lyubov, menambahkan: “Lihat apa yang dilakukan Rusia. Untuk apa semua ini? Sekarang saya tidak punya rumah, tidak punya apa-apa lagi.”
Pada Jumat (16 Mei), perwakilan Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan langsung pertama dalam lebih dari tiga tahun, bertempat di Turki. Kedua pihak sepakat untuk melakukan pertukaran tawanan perang, namun gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata sementara seperti yang telah lama didesak oleh Kyiv dan para sekutunya.
Utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, dalam wawancara pada Minggu menekankan pentingnya memperkecil perbedaan antara Rusia dan Ukraina untuk mencapai gencatan senjata — hal yang saat ini sedang diupayakan oleh Amerika Serikat.
“Yang paling penting adalah kita harus mencapai kesepakatan damai final. Seperti yang Anda tahu, saat ini Rusia dan Ukraina saling menyerang. Kedua belah pihak penuh emosi, diliputi kebencian, dan pembantaian ini harus dihentikan,” ujarnya.
Pada Senin (19 Mei), Presiden Trump dijadwalkan mengadakan percakapan telepon secara terpisah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, guna mendorong diakhirinya perang.
Kanselir Jerman Friedrich Merz, yang menghadiri pelantikan Paus baru pada Minggu, mengatakan bahwa beberapa pemimpin Eropa telah sepakat untuk berbicara terlebih dahulu dengan Trump sebelum ia menghubungi para pemimpin Rusia dan Ukraina pada Senin. Merz akan berbicara bersama para pemimpin dari Inggris, Prancis, dan Polandia.
Merz menyatakan: “Saya yakin bahwa Eropa dan Amerika Serikat bertekad untuk bekerja sama secara terarah demi mengakhiri perang mengerikan ini sesegera mungkin.”
Pada hari yang sama, Presiden Zelensky bertemu dengan Wakil Presiden AS, J.D. Vance, dan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, di Vatikan. Pertemuan tersebut berlangsung selama 40 menit. Foto-foto di lokasi menunjukkan para pejabat Ukraina dan AS tersenyum, dan suasana pembicaraan terlihat santai.
Zelenskyy kembali menekankan pentingnya mencapai gencatan senjata penuh dan tanpa syarat. (Hui)
Laporan oleh Yi Jing, New Tang Dynasty Television