Surabaya – Yusuf Muhammad Martak adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai keponakan dari Faradj bin Said bin Awad Martak, seorang saudagar Arab kelahiran Hadramaut, Yaman, pada tahun 1897. Faradj Martak merupakan figur penting dalam sejarah Indonesia karena kedekatannya dengan Presiden Sukarno. Rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, (yang saat ini menjadi berganti nama jalan menjadi Jalan Proklamasi No. 56 Jakarta), menjadi lokasi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, yang kemudian dihibahkan pada negara Indonesia melalui Bung Karno, sebagai bentuk dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia.
“Kami, para keturunan Yaman yang hidup di negara manapun menganggap negara itu adalah tanah airnya, bahkan tidak pernah membangun apapun di Yaman walau hanya Mushola,” kata Yusuf saat diwawancarai The Epoch Times.

Sesuai dengan pepatah klasik yang menyatakan “Dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung” (seseorang harus bisa beradaptasi dengan tempat tinggalnya (bukan hanya tempat asal), untuk dapat diterima dengan baik).
Latar belakang keluarga Martak yang kaya akan nilai nasionalisme dan pengabdian kepada negara menjadi fondasi bagi Yusuf dalam menjalani perannya sebagai pengusaha dan pengamat politik. Meski tidak terlibat langsung dalam partai politik, Yusuf aktif dalam berbagai event politik, dengan tujuan mendorong pergantian kepemimpinan untuk kemaslahatan bangsa.
“Saya kepingin adanya pergantian kepemimpinan demi maslahat bangsa dan negara karena kita sama-sama tahu kalau kita mau bicara banyak kekurangan atau kelebihan, semua manusia pasti ada kekurangan dan ada kelebihan tapi ada dua sisi Kalau kemarin waktu 2019-2024 memang kita ingin adanya pergantian kepemimpinan tapi setelah sekarang 2024 kita tidak membicarakan lagi tentang kepemimpinan presiden yang sudah lewat tidak lagi tapi yang kita bicarakan, apa tindakan dan langkah presiden yang sekarang setelah menerima mandat dari rakyat setiap programnya harus di siapkan sejak awal lakukan evaluasi konsolidasi menjalankan program jangka pendek jangka menengah jangka panjang ini yang perlu dijelasan dari pemerintah kita yang baru yaitu Prabowo Subianto yang mana dia sangat berambisi ingin jadi Presiden dan telah tercapai keinginannya setelah 4 kali mengalami kegagalan, Lalu mau kemana negara ini akan di bawa?” ungkapnya.

Kiprah dalam Dunia Politik dan Bisnis
Yusuf Muhammad Martak mengidentifikasi dirinya sebagai seorang pengusaha yang konsisten menjaga jarak dari partai politik. Namun, ia tidak ragu untuk terlibat dalam hajatan politik, terutama yang bertujuan untuk memperjuangkan perubahan kepemimpinan nasional. Pada pemilihan Presiden di tahun 2019 Yusuf Martak termasuk salah satu tokoh yang vokal mendorong Prabowo Subianto menjadi Presiden. Namun, memasuki era 2024, ia lebih fokus pada evaluasi kebijakan dan kinerja pemerintah yang baru, alih-alih membahas masa lalu.
Dalam wawancaranya, Yusuf menekankan pentingnya konsolidasi dan program jangka panjang bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Ia berharap Prabowo, sebagai figur yang berpengalaman di era Orde Baru dan reformasi, mampu membawa Indonesia keluar dari berbagai masalah struktural, seperti:
1. Isu Ijazah Palsu – Yusuf menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam rekam jejak pemimpin.
2. Ketergantungan pada Tenaga Kerja Asing – Ia mendorong pemerataan lapangan kerja bagi warga lokal. Pengaturan ketenagakerjaan yang berpihak pada rakyat.
3. Pengelolaan Hutang Negara – Yusuf menyarankan agar Indonesia mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri.
“Negara ini adalah negara kaya, hasil bumi dan tambangnya sangat luar biasa, jika dikelola dengan profesional dan jujur maka kita yang harusnya memberi hutang pada negara lain bukan malah sebalik nya. Saya prihatin kalau menteri keuangan dalam paparannya menargetkan pendapatan negara Sekitar 70 % dari pajak? Yang artinya seolah negara tidak punya target penghasilan lain selain dari memeras rakyatnya sendiri dari sektor pajak,” ungkapnya sambal menghela napas.
Pandangan tentang Nasionalisme dan Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah
Yusuf Martak adalah sosok yang sangat menjunjung tinggi nasionalisme. Semangat pejuang dan warisan keluarga sebagai bagian dari keluarga yang pernah berjasa pada negara Indonesia, Yusuf mewarisi semangat orang tua nya dan paman nya Faradj Said Martak dalam berjuang tanpa Pamrih. Ia mengkritik fenomena memudarnya semangat kebangsaan, yang menurutnya hanya tersisa 10% di kalangan rakyat Indonesia. Baginya, nasionalisme harus dibangun melalui:
– Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
– Kecintaan terhadap tanah air.
– Penyelamatan aset dan rakyat Indonesia.
Ia juga menyoroti kebijakan pembangunan seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang dinilainya tidak efisien dan membebani APBN. Menurut Yusuf, investasi semacam ini berpotensi menjerumuskan Indonesia ke dalam ketergantungan asing, mirip dengan kasus Sri Lanka yang kehilangan kendali atas pelabuhannya akibat utang ke RRT.
Hubungan dengan Dinamika Kekuasaan dan Figur Politik
Yusuf tidak segan mengkritik para pemimpin, termasuk Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto. Ia menyayangkan keputusan Prabowo untuk melanjutkan kebijakan Jokowi, yang menurutnya bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan inovasi. Namun, ia mengakui kecerdasan Prabowo sebagai mantan petinggi militer dan menantunya Soeharto.
Yusuf juga mengingatkan bahaya intervensi orang-orang dekat dalam kepemimpinan. Ia mencontohkan bagaimana tiga orang kepercayaan Prabowo bisa memengaruhi kebijakannya. “Prabowo sebenarnya mampu, tapi jika terpengaruh oleh lingkaran dalam yang salah, itu bisa menjadi masalah,” ujarnya.
Semangat Pejuang dan Warisan Keluarga
Sebagai bagian dari keluarga yang berjasa bagi Indonesia, Yusuf mewarisi semangat Faradj Martak dalam berjuang tanpa pamrih. Ia menegaskan bahwa kecintaannya pada Indonesia tidak diragukan, meski secara keturunan ia memiliki darah Arab. “Hubbul wathon minal iman (Cinta tanah air adalah bagian dari iman). Saya lebih mencintai Indonesia daripada mereka yang mengaku pribumi tapi tidak peduli pada negara dan bangsa ini,” tegasnya.
Yusuf juga menantang generasi muda dan konglomerat untuk lebih peduli pada bangsa. “Saya kenal dengan para konglomerat Tionghoa itu, saya tantang 9 naga dan konglomerat apabila kita benar mencintai NKRI mari secara bersama sama kita sumbangkan harta kita untuk negara dan bangsa ini, mereka kan sudah kenyang dan kaya mengeruk isi perut bumi bahkan sebagian besar mereka lakukan secara ilegal, bila di banding dengan kekayaan saya yang mungkin hanya bernilai ratusan juta, mereka lebih kaya mereka lebih menikmati apa yang diambil dari isi perut bumi negara ini, saya berani menyerahkan 25% apa yang saya punya, apakah seribu juta, satu miliar kita serahkan bersama-sama. Karena rakyat pribumi juga harus dijaga harus diperhatikan kehidupannya. Semua kita lakukan demi maslahat Bangsa dan negara dan tentu harus sesuai dengan penggunaan nya. Tantangan untuk anak muda anak muda harus berbuat jangan cuman ribut dengan media dan lain sebagainya terpengaruh oleh youtuber-youtuber atau medsos yang tidak tahu maksudnya, anak-anak muda ini harus berbuat sesuatu untuk bangsa ini,” jelasnya.
Sosok yang Konsisten Memperjuangkan Perubahan
Yusuf Muhammad Martak adalah figur unik yang menggabungkan jiwa pengusaha, kritikus politik, dan nasionalis sejati. Meski tidak duduk di kursi kekuasaan, suaranya kerap menjadi pengingat bagi para pemimpin untuk tidak melupakan amanat rakyat. Warisan keluarganya dalam mendukung kemerdekaan Indonesia menjadi bukti bahwa kontribusi nyata tidak selalu harus melalui jalur formal, tetapi bisa dilakukan dengan semangat dan keteguhan prinsip.