Menteri Keuangan G7 Berkumpul di Kanada, Fokus Bahas Isu Non-Tarif

EtIndonesia. Dari tanggal 20 hingga 22 Mei 2025, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari negara-negara Kelompok Tujuh (G7) mengadakan pertemuan tahunan di Banff, Provinsi Alberta, Kanada. Pertemuan ini diselenggarakan di tengah polemik global terkait kebijakan tarif baru Presiden AS, Donald Trump, dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian ke isu-isu non-tarif dan menunjukkan semangat kebersamaan. Fokus utama pertemuan ini adalah memperkuat dukungan terhadap Ukraina, menghadapi kebijakan ekonomi non-pasar, serta bekerja sama dalam memerangi kejahatan keuangan lintas negara dan penyelundupan narkoba. Pertemuan ini juga menjadi langkah persiapan menuju KTT Pemimpin G7 yang akan berlangsung di Kananaskis pada bulan Juni mendatang.

Kebijakan Tarif Trump Picu Kontroversi

Kebijakan tarif baru Presiden Trump menjadi isu utama yang mendominasi pertemuan. Jepang, Jerman, Italia, dan Prancis menghadapi kenaikan tarif “resiprokal” hingga lebih dari 20% mulai Juli. Inggris terkena dampak tarif sebesar 10%, sementara Kanada menghadapi tekanan dari tarif ekspor sebesar 25%. 

Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan global, dengan fokus utama pada subsidi dan kelebihan kapasitas produksi Tiongkok. Dia memperingatkan bahwa jika dalam masa tenggang 90 hari tidak tercapai kesepakatan dagang, maka tarif akan kembali diberlakukan secara penuh.

Bessent dipandang sebagai sosok moderat dalam agenda perdagangan Trump. Mantan pejabat Departemen Keuangan AS, Mark Sobel, mengatakan bahwa para Menkeu G7 akan mendorong Bessent untuk mendorong kebijakan dagang yang lebih fleksibel. 

Dalam wawancara dengan CNN, Bessent menegaskan bahwa AS bersedia bernegosiasi untuk menurunkan tarif dengan negara-negara seperti Jepang, namun akan menerapkan tarif lebih tinggi terhadap negara-negara yang dinilai tidak bernegosiasi dengan itikad baik. 

Meski isu tarif menimbulkan perbedaan pandangan, Kanada sebagai tuan rumah bertekad mendorong lahirnya pernyataan bersama yang menekankan semangat kerja sama G7.

Alih Fokus ke Isu Non-Tarif

Untuk menghindari terulangnya ketegangan seperti dalam pertemuan G7 tahun 2018 yang diwarnai kontroversi tarif baja dan aluminium (dijuluki “G6+1”), fokus diskusi dialihkan ke isu-isu non-tarif. Draf pernyataan bersama diperkirakan akan mencakup tiga target utama:

1. Memperkuat dukungan keuangan dan institusional terhadap Ukraina,

2. Menghadapi kebijakan ekonomi non-pasar seperti yang diterapkan Tiongkok,

3. Meningkatkan kerja sama dalam memerangi kejahatan keuangan lintas negara dan penyelundupan narkoba.

Menteri Keuangan Italia, Giancarlo Giorgetti, melalui media sosial menyebut bahwa tercapainya kesepakatan bersama merupakan “langkah yang sangat penting.”

Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis, Eric Lombard, mengatakan: “Pertemuan G7 ini memperkuat keselarasan kita dalam mendukung Ukraina, mengurangi ketidakseimbangan global, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Yang terpenting adalah adanya kemajuan nyata.”

Meski belum tercapai konsensus penuh soal kebijakan terhadap Rusia, para pejabat menyatakan tengah berupaya keras agar pernyataan bersama dapat dikeluarkan sebelum penutupan pertemuan.

Ukraina Jadi Fokus Utama

Meski Ukraina bukan anggota G7, isu dukungan terhadap negara tersebut tetap menjadi prioritas pembahasan. Menteri Keuangan Ukraina, Sergii Marchenko, turut diundang menghadiri pertemuan ini. Uni Eropa sedang menyiapkan paket sanksi baru untuk meningkatkan tekanan terhadap Rusia. Italia mengusulkan agar negara-negara yang terlibat dalam membantu agresi Rusia dilarang ikut dalam proyek rekonstruksi Ukraina. Usulan ini sejalan dengan pernyataan sebelumnya dari Bessent.

Pejabat AS mengungkapkan bahwa Rusia saat ini mengimpor sejumlah besar material berteknologi ganda dari Tiongkok yang bisa digunakan untuk keperluan militer. Oleh karena itu, proposal Italia bisa berdampak langsung pada perusahaan-perusahaan Tiongkok.

Namun, redaksi pernyataan bersama masih memicu perdebatan. Menurut Reuters, AS menginginkan frasa “invasi ilegal Rusia ke Ukraina” dihapus dari naskah, yang membuat hasil akhir pernyataan bersama masih belum pasti. Para delegasi juga sedang membahas kemungkinan penurunan batas harga minyak mentah Rusia dari 60 dolar per barel sebagai langkah memperkuat sanksi. Ekonom Daleep Singh dari Prudential Investment Management mengatakan bahwa isu sanksi minyak akan menjadi ujian nyata bagi kekompakan G7.

Debut Resmi Scott Bessent di G7

Pertemuan ini juga menandai penampilan resmi pertama Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS dalam forum G7. Sebelumnya, dia sempat hadir secara singkat dalam pertemuan G7 di sela-sela rapat IMF dan Bank Dunia bulan lalu di Washington, di mana dia disebut oleh para pejabat Eropa sebagai sosok yang “terbuka dan tidak kaku.”

Di Banff, Bessent mengadakan sejumlah pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Prancis, Eric Lombard, Menteri Keuangan Kanada, François-Philippe Champagne, dan Menteri Keuangan Jerman yang baru, Lars Klingbeil. Pejabat Jerman mengungkapkan bahwa diskusi dengan Bessent berlangsung konstruktif dan bahkan melebihi waktu yang dijadwalkan. Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pembicaraan di Washington dalam waktu dekat.

Membuka Jalan Menuju KTT G7 di Kananaskis

Menurut pejabat G7, hasil dari pertemuan di Banff ini akan menjadi fondasi penting bagi pertemuan tingkat tinggi G7 yang akan digelar di Kananaskis pada bulan Juni. Pernyataan bersama diperkirakan akan menegaskan dukungan luas terhadap perlawanan Ukraina atas invasi Rusia, meskipun komitmen finansial kali ini mungkin tidak akan sejelas pengumuman pinjaman 50 miliar dolar dalam KTT G7 Oktober 2024 lalu.

Tantangan utama dalam penyusunan pernyataan adalah bagaimana menyampaikan ketidakpastian ekonomi dan perlambatan investasi akibat kebijakan tarif Trump, tanpa secara langsung menyalahkan kebijakan tersebut.

Menteri Keuangan Kanada, François-Philippe Champagne menyatakan:“Melalui pertemuan ini, kami ingin mengirim pesan kuat kepada dunia bahwa G7 tetap mampu bekerja sama menghadapi tantangan geopolitik dan ekonomi.” (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS