EtIndonesia. Dwight D. Eisenhower adalah Presiden Amerika Serikat ke-34. Sebelum Perang Dunia II, ia hampir tidak memiliki pengalaman bertempur. Namun, ia dipercaya sebagai Panglima Tertinggi Sekutu dan berhasil memimpin invasi Normandia yang legendaris hingga akhirnya menaklukkan Nazi Jerman. Tanpa latar belakang politik, ia dua kali terpilih menjadi Presiden dan dinilai oleh para sejarawan sebagai salah satu presiden terhebat dalam sejarah Amerika, sejajar dengan George Washington, Thomas Jefferson, dan Abraham Lincoln.
Di masa Perang Dunia II, sebuah tindakan baik yang sederhana justru menyelamatkan nyawanya dari rencana pembunuhan oleh Nazi Jerman.
Kisah ini terjadi saat Perang Dunia II sedang berlangsung. Suatu hari, Eisenhower sedang dalam perjalanan kembali ke markas besar dari suatu tempat di Prancis untuk menghadiri rapat militer yang sangat penting. Hari itu cuacanya buruk, salju turun deras, dan udara sangat dingin. Di tengah perjalanan yang sepi dan jauh dari pemukiman, Eisenhower tiba-tiba melihat sepasang lansia Prancis duduk gemetar kedinginan di pinggir jalan.
Eisenhower segera memerintahkan sopir untuk berhenti dan menyuruh penerjemah turun untuk menanyakan apa yang terjadi. Seorang staf militer buru-buru mengingatkan, “Kita harus tiba tepat waktu di markas. Urusan seperti ini sebaiknya diserahkan kepada polisi setempat saja.” Namun staf itu sendiri tahu, itu hanya alasan menghindar. Eisenhower tetap bersikeras turun dari mobil. Ia berkata, “Kalau kita tunggu polisi datang, pasangan lansia itu mungkin sudah mati kedinginan.”

Setelah ditanya, diketahui bahwa pasangan tersebut hendak pergi ke Paris untuk bertemu anak mereka, tetapi mobil mereka rusak di tengah jalan dan mereka terjebak di tengah salju tanpa seorang pun yang bisa diminta tolong.
Mendengar hal itu, Eisenhower langsung mengajak mereka masuk ke mobil dan mengantar mereka sendiri ke rumah anak mereka di Paris. Karena itu, ia pun harus mengambil jalur alternatif untuk kembali ke markas. Pada saat itu, Eisenhower tidak bertindak sebagai Panglima Tertinggi dengan kuasa besar atau kesombongan, ia hanya mengikuti dorongan hati nuraninya yang penuh belas kasih.
Namun kemudian, informasi intelijen yang muncul setelahnya membuat semua orang di sekelilingnya terkejut dan bergidik. Ternyata, pada hari itu, penembak jitu Nazi sudah bersembunyi di sepanjang rute yang seharusnya dilewati oleh mobil Eisenhower. Hitler sangat yakin bahwa Eisenhower akan menjadi korban, dan operasi pembunuhan ini akan berhasil. Namun siapa sangka, tindakan mulia dan spontan Eisenhower untuk menyelamatkan dua orang asing justru menyelamatkan hidupnya. Rencana pembunuhan itu pun gagal total.
Hitler sendiri kemudian meragukan keakuratan intelijennya, tak pernah menyangka bahwa perubahan rute Eisenhower adalah karena dorongan hati untuk menolong orang tua malang di tengah salju. Jika bukan karena keputusan mendadak itu, sejarah Perang Dunia II mungkin akan berubah secara drastis.
Bagi Eisenhower, menyelamatkan dua nyawa manusia jauh lebih penting daripada menghadiri pertemuan militer sekalipun. Keputusannya yang sederhana untuk mengubah rute perjalanan demi kemanusiaan justru menggagalkan skema pembunuhan yang telah dirancang matang oleh Nazi. Menolong orang lain berarti juga menolong diri sendiri. Segala hal baik dan buruk seringkali berakar dari satu niat. Ketika seseorang memilih untuk berbuat baik, maka kebaikan akan kembali kepadanya. Itulah mungkin yang disebut hukum sebab akibat.
Sebagian orang tidak percaya pada konsep karma karena tidak melihat langsung balasannya. Namun, hukum alam bukanlah sesuatu yang mudah dipahami oleh manusia biasa. Sejak kecil, saya sering mendengar para orang tua berkata: “Jangan mengabaikan perbuatan baik hanya karena tampak kecil, dan jangan lakukan perbuatan jahat hanya karena tampak sepele.” Menyimpan niat baik dan berbuat kebaikan, bukan hanya membawa manfaat bagi orang lain, tetapi juga untuk diri sendiri.
Kisah Masa Kecil Eisenhower: Filosofi yang Terpatri Seumur Hidup
Ada satu kisah menarik lainnya dari masa kecil Eisenhower. Suatu hari, ia bermain kartu bersama keluarganya dan kebetulan mendapat kartu yang sangat buruk. Dengan wajah cemberut, ia terus mengeluh karena merasa tidak beruntung.
Melihat sikap itu, ibunya dengan tegas menasihatinya: “Entah kamu mendapat kartu yang bagus atau buruk, kamu tetap harus memainkan kartu itu sebaik mungkin. Kamu tidak boleh hanya iri pada kartu bagus milik orang lain, dan tidak boleh terus-menerus mengeluh tentang kartu yang kamu pegang. Fokuslah dan maksimalkan apa yang ada di tanganmu.”
Nasihat dari sang ibu itu membekas dalam benaknya dan menjadi filosofi hidup yang terbukti berpengaruh besar dalam hidupnya kelak, terutama ketika ia harus menghadapi banyak kesulitan dan tetap mampu keluar sebagai pemenang.
Akhir Hidup Seorang Negarawan Besar
Setelah Perang Dunia II berakhir, Eisenhower diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat Amerika Serikat dan resmi meraih pangkat Jenderal Bintang Lima. Pada tahun 1952, ia mencalonkan diri sebagai Presiden dari Partai Republik dan menang telak dalam pemilu, menjadi Presiden AS ke-34. Pada tahun 1956, ia terpilih kembali untuk masa jabatan kedua.
Pada tahun 1961, setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai presiden, Eisenhower menyumbangkan seluruh hartanya kepada negara, hanya menyisakan sebuah rumah sederhana di desa tempat ia menulis buku kenangannya: Crusade in Europe dan The White House Years.
Dwight D. Eisenhower wafat pada tahun 1969 dalam usia 78 tahun. Ia dikenang sebagai pemimpin besar yang tidak hanya berjasa dalam peperangan, tetapi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kebajikan dalam setiap tindakannya. (jhon)