Gerakan #MeToo Dorong ke Depan: Profesor di Universitas Bergengsi Dituduh Lakukan Serangan Seksual

Sejak gerakan #MeToo mendapatkan momentum di Tiongkok, lebih banyak wanita telah berbicara tentang tingginya kejadian umum kekerasan seksual di kalangan kampus universitas di Tiongkok.

Li Youyou, seorang wanita Tionghoa yang kini tinggal di Kanada, mengungkapkan dalam sebuah posting online bahwa temannya melakukan bunuh diri 20 tahun yang lalu setelah diserang secara seksual oleh profesornya di Universitas Peking, salah satu universitas paling bergengsi di Tiongkok.

Pada tanggal 5 April, Li, yang lulus dari Universitas Peking pada tahun 1995, memposting sebuah artikel yang mengungkapkan bahwa mantan profesor bahasa Tionghoa di Universitas Peking, Shen Yang, sekarang berusia 63 tahun, telah melakukan pelecehan seksual terhadap temannya, Gao Yan. Trauma dari pengalaman tersebut membuat Gao bunuh diri pada 1998, menurut Li.

Li mengatakan di pos tersebut bahwa Gao menduduki peringkat pertama di departemen bahasa dan sastra Tiongkok, sehingga dia terpilih sebagai anggota komite studi oleh Shen, yang saat ini menjabat sebagai direktur departemen linguistik di Universitas Nanjing.

Pada musim semi dan musim panas tahun 1996, Li menulis, Gao memberi tahu dia bahwa Shen memintanya untuk mengunjungi rumahnya untuk mendiskusikan berbagai pertanyaan akademis, di mana dia kemudian menyerangnya secara seksual.

gerakan #MeToo ungkap pelecehan seksual
Gao Yan, mantan mahasiswa Universitas Peking, melakukan bunuh diri setelah diserang secara seksual oleh profesornya, Shen Yang. (tangkapan layar)

Pada saat itu, Shen, yang telah menikah dengan memiliki anak, juga melakukan hubungan seksual dengan teman sekelas Gao. Dia mengatakan kepada teman sekelas bahwa Gao telah merayunya dan bahwa dia neurotik (sakit saraf), menurut Li.

Setelah itu, rumor tersebut menyebar luas di sekolah. Setahun kemudian, Gao tidak tahan dengan tekanan tersebut. Pada tanggal 11 Maret 1998, dia bunuh diri dengan menyalakan gas batubara di rumahnya. Dia berumur 21 tahun saat itu.

Universitas Peking menanggapi posting Li pada 6 April, mengatakan bahwa Shen telah dihukum pada Juli 1998 setelah sekolah mengetahui hubungannya dengan Gao.

Sekolah Seni Liberal di Universitas Nanjing, di mana Shen saat ini bekerja, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan ada kelalaian tugas ketika mereka mempekerjakan Shen, dan telah menyarankan dia untuk sekarang mengundurkan diri. Shanghai Normal University juga mengumumkan bahwa mereka telah mengakhiri pekerjaan Shen, di mana dia adalah seorang instruktur paruh waktu.

Li, seorang dosen di Provinsi Guangdong, mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA) dalam wawancara 9 April bahwa skandal Shen mencerminkan tingkat kerusakan moral di masyarakat Tiongkok dan birokrasi Partai. Fenomena menjaga gundik dan pelecehan seksual terhadap bawahan perempuan sangat serius di kalangan pejabat pemerintah Tiongkok, katanya.

Gerakan #MeToo ungkap pelecehan seksual
Sebuah pemandangan di kampus Universitas Wuhan pada 22 Maret 2018 di Wuhan Provinsi Hubei, Tiongkok. (Wang HE / Getty Images)

Seorang alumnus terkenal dari Universitas Renmin, Lu Nan, mengatakan kepada RFA dalam laporan yang sama bahwa otoritas Partai Komunis Tiongkok (PKC) mengawasi secara ketat universitas-universitas. Beberapa anggota staf sekolah berasal dari Biro Keamanan Internal atau Kementerian Keamanan Negara, badan intelijen dan keamanan rezim. Dalam keadaan demikian, itu mengilhami para mahasiswa dari Universitas Peking tersebut telah berani berbicara secara terbuka menentang para penyerang seksual, katanya.

Kembali pada Agustus 2012, Han Lingguo, seorang komentator senior seputar Tiongkok, telah menulis di Sina Weibo, setara dengan Twitter di Tiongkok, bahwa dekan dan profesor di Universitas Peking memiliki “aturan tak terucapkan terhadap siswa perempuan,” menunjukkan bahwa pelecehan seksual atau melakukan hubungan seksual dengan para pelajar wanita adalah rahasia terbuka yang telah dikenal di seluruh kampus. “Beberapa pelajar wanita menerima [perlakuan] ini untuk lulus ujian sekolah, mengejar gelar doktor, atau mendapatkan ijazah mereka. Beberapa siswa tanpa sarana bahkan menerimanya untuk mendapatkan beasiswa,” tulis Han.

ErabaruNews