Epochtimes.id- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk kerusuhan dan penyanderaan di Rumah Tahanan yang terletak di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat yang berakhir, Jumat (10/05/2018).
Insiden yang menyebabkan 5 anggota kepolisian gugur dan setidaknya 1 korban penghuni Rumah Tahanan (Rutan), serta menyebabkan 4 Polisi lainnya luka-luka dan salah seorang diantaranya adalah Polwan.
Atas insiden ini, Komnas Perempuan menyampaikan turut berduka cita yang mendalam kepada keluarga para korban dan juga kepada Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) atas wafatnya orang-orang terbaik dalam menjalankan tugas ini.
Atas peristiwa tersebut Komnas Perempuan bersikap:
1.Mendorong pemulihan terhadap para istri dan anak-anak korban agar dapat diprioritaskan oleh negara dan berbagai pihak yang relevan, di tengah upaya mengusut tuntas peristiwa kerusuhan ini, karena meninggalnya para korban akan memberi dampak trauma yang serius dan berdampak jangka panjang pada kondisi psikologis para istri dan anak-anak yang ditinggalkan;
2.Mengapresiasi kepada POLRI, berdasarkan temuan awal Komnas HAM bahwa POLRI menggunakan pendekatan manusiawi dan lunak (soft and human approach) dalam mengatasi kerusuhan ini. Komnas Perempuan berharap pendekatan ini tetap akan digunakan dalam menyikapi berbagai tindakan kerusuhan/demonstrasi/konflik untuk meminimalkan jatuhnya korban;
3.Perlu ada investigasi yang imparsial dan membuka seluas-luasnya bagi lembaga-lembaga HAM untuk memantau dengan melihat prinsip-prinsip penghukuman apakah sudah mengacu pada Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk melihat situasi HAM perempuan bagi para perempuan tahanan di Rutan Mako Brimob;
4.Mencegah keberulangan dengan mengusut tuntas peristiwa ini, termasuk melakukan pemantauan terhadap kondisi Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua Depok, jika ada indikasi kondisi Rutan yang over capacity dan tidak memenuhi standar maximum security, yang berpotensi turut memicu terjadinya kerusuhan ini.
Hasil observasi dan pemetaan yang dilakukan Komnas Perempuan terhadap 7 Lapas dan 1 Rutan di Indonesia pada tahun 2011, 2012, 2016 dan 2018 untuk berbagai konteks pemantauan berbagai isu HAM perempuan, memperlihatkan bagaimana kondisi Lapas/Rutan yang over capacity menimbulkan ketidaknyamanan dan perlakuan tidak manusiawi (ill treatment), sehingga rentan terhadap munculnya konflik hingga kekerasan;
5.Perbaiki tata kelola rumah tahanan dengan fungsinya sebagai rumah tahanan (rutan) serta melakukan pemisahan:a) Tidak mencampurkan fungsi tahanan dan Lapas; b). Menyegerakan pemisahan bangunan tahanan/lapas perempuan dengan bangunan rutan/lapas laki-laki;
6.Meninjau ulang penanganan tahanan terdakwa teroris yang masih menunggu proses pengadilan termasuk bagaimana melakukan pengawasan yang serius, baik dari segi keamanan maupun bagi upaya deradikalisasi dengan mengacu pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia;
7.DPR perlu segera menyelesaikan pembahasan revisi atas Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme dengan menekankan pada penanganan terorisme secara komprehensif, menggunakan kerangka due diligence dan berperspektif HAM dan Gender, termasuk memberikan jaminan perlindungan dan pemulihan bagi para korban (langsung dan tidak langsung) tindakan terorisme;
8.Negara harus menyegerakan Ratifikasi OPCAT/ Optional Protocol to the Convention against Torture (Opsional Protokol untuk Konvensi Menentang Penyiksaan) sebagai pijakan untuk memperbaiki kondisi tempat-tempat pencerabutan hak kebebasan dan pencegahan penyiksaan maupun membangun sistem penghukuman yang lebih manusiawi;
9.Meminta semua pihak untuk menghentikan penyebaran informasi di media sosial dan media konvensional yang memperkuat pesan-pesan teror, ujaran kebencian, dan glorifikasi para teroris yang akan memperburuk kondisi psikologis keluarga para korban dan merusak keutuhan bangsa dan negara. (asr)