oleh Luo Ya
Baru-baru ini sejumlah perusahaan besar asing di Tiongkok menghentikan produksi mereka untuk bersiap hengkang dari Tiongkok menuju Asia Tenggara.
Para ahli percaya bahwa peningkatan biaya produksi dari waktu ke waktu sedang melenyapkan keunggulan Tiongkok sebagai pabrik dunia, juga memburuknya lingkungan politik sehingga eksekutif asing mendapatkan banyak pelajaran — cepat hengkang begitu menemui kesempatan.
Media Korea Selatan ‘Yonhap’ melaporkan bahwa Perusahaan Korea Selatan Lotte Group pada 11 Mei mengadakan rapat dewan kemudian disusul dengan pengumuman keputusan untuk menjual lebih dari 50 lokasi depstore mereka di Shanghai, Jiangsu dan sejumlah lokasi di wilayah Tiongkok timur.
Depstore tersebut rencana akan dibeli oleh Liqun Group Tiongkok dengan harga antara 280 – 290 miliar Won Korea Selatan.
Lotte Mart bulan lalu telah menjual 22 depstore besar dan supermarket mereka yang berada di Beijing kepada perusahaan ritel Tiongkok Wumart, yang berarti bahwa Lotte Mart akan sepenuhnya menarik diri dari pasar Tiongkok. Ini hanya berjarak 11 tahun dari Lotte Mart masuk daratan Tiongkok.
Jika hengkangnya Lotte Group karena terimbas isu THAAD, tetapi bagaimana dengan perusahaan asing lainnya yang akhir-akhir ini juga berlomba menarik diri ? Mereka bebas dari imbasan itu bukan ?!
Kasper Rorsted, CEO Adidas mengatakan bahwa berangsur-angsur tetapi pasti basis produksi Adidas di Tiongkok sedang dipindahkan ke Vietnam.
Perusahaan olahraga lainnya, PUMA bulan lalu mengeluarkan isyarat pemindahaan line produksi mereka dari Tiongkok ke negara lain.
Pada 7 Mei, Olympus Shenzhen menghentikan produksi setelah 24 tahun beroperasi. Kabar yang beredar bahwa mereka juga sedang berencana untuk memindahkan produksinya ke Vietnam. Bulan ini, Samsung menghentikan penjualan dan bermaksud memindahkan pabrik ke Thailand dan India.
Nikon Optical Instrumen (China) Co, Ltd, di Kota Wuxi telah ditutup pada bulan Maret lalu. Serta pabrik yang memproduksi lensa digital dan perlengkapan Nikon lainnya juga sudah dihentikan. Mereka berencana untuk meneruskan pengembangan manufaktur dengan mengambil pabrik outsourcing yang berada di negara Asia Tenggara.
Pada bulan Februari tahun ini, Fujitsu menjual bisnis ponselnya ke Polaris Capital Group dan sedang mempersiapkan untuk mengoperasikan pabrik di Vietnam.
Pada 7 Januari tahun ini, pabrik Nitto Denko di Suzhou, salah satu dari 500 perusahaan raksasa terbesar dunia asal Jepang mengumumkan penangguhan produksi sejak bulan Januari lalu dan mmencabut kontrak mulai bulan Februari.
Pada awal tahun lalu, pabrik hard drive raksasa Seagate di Suzhou menghentikan produksi dan membubarkan diri, sedangkan untuk kapasitas produksi mereka rencana akan dipindahkan ke Asia Tenggara.
Menurut data tidak resmi bahwa investor asing di Kota Suzhou yang menghentikan produksi dan memindahkan pabrik mereka ke Asia Tenggara itu menampung lebih dari 10.000 orang tenaga kerja.
Media ‘Sina’ mengutip sebuah tulisan dalam artikel yang dimuat media ‘Phoenix’ menjelaskan mengapa para investor asing hanya singgah di Tiongkok selama 20 tahun lalu memilih hengkang ? Jawaban setelah ditelusuri adalah : “Kita benar-benar tidak dapat menemukan lagi keunggulan yang mampu menahan mereka untuk tidak pergi”
Analisa artikel itu : Mari kita mengesampingkan isu politik sensitif, faktor penting yang dipertimbangkan investor sebelum melakukan investasi tentunya masalah biaya, pasar dan risiko investasi.
Dua puluh tahun lalu, Tiongkok memiliki keunggulan pada ketiga faktor itu yang mengalahkan negara di Asia Tenggara. Bahkan mampu menyedot 56 000 pabrik AS ke Tiongkok. Namun sekarang, biaya manufaktur Tiongkok telah melampaui AS dan Inggris, permintaan dalam negeri terpukul hebat akibat gelembung real estate, dan bahkan lingkung politik juga kian tidak kondusif.
Xie Zuoshi, Dekan Sekolah Bisnis Internasional dan Ekonomi Universitas Keuangan dan Ekonomi Zhejiang kepada reporter Epoch Times mengatakan, perusahaan asing hengkang dari Tiongkok karena 2 alasan utama : “Pertama adalah peningkatan yang substansial dalam biaya tenaga kerja, atau seluruh biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja yang meningkat secara signifikan. Sedangkan biaya di negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam ini relatif rendah sehingga mereka sekarang lebih unggul. Ini adalah alasan penting yang mendorong mereka pindah.”
“Hal kedua, memburuknya lingkungan pasar Tiongkok. Akibat kita sering memboikot barang-barang Jepang, Korea Selatan, sekarang perang dagang dengan AS, Apalagi Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan lainnya juga tidak mengakui status pasar kita. Ini berarti mungkin ada perselisihan antara Tiongkok dengan komunitas internasional. Ini juga faktor ketidakstabilan yang mempengaruhi perusahaan asing. Setidaknya faktor risiko bertambah. Maka mereka akan pindah begitu ada kesempatan.”
Menurut Xie Zuoshi, hengkangnya perusahaan asing juga memberikan dampak yang sangat buruk terhadap ekonomi Tiongkok. Yang pasti akan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan populasi yang menganggur. Pelarian modal asing adalah perubahan di seluruh lingkungan, ini adalah kejadian yang berlangsung scara sistematis yang tidak tergantung pada kebijakan mana yang dapat mengatasinya.
Jing Chu, penulis internet kepada reporter Epoch Times mengatakan : “Perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok berada di dalam lingkungan politik yang gelap dan korup, jika Anda tidak bertindak kolusi dengan pejabat pemerintah, tidak menyuap mereka, Jangan harap perusahaan Anda bisa berkembang. Dan pejabat pemerintah yang kurang senang dengan Anda setiap saat bisa membuat perusahaan gulung tikar”.
“Karena lingkungan hukum tidak dikembangkan oleh Tiongkok, jadi yang berjalan adalah aturan manusia sepenuhnya. Pejabat pemerintah dapat bertindak menurut asumsinya, kesukaannya karena lemahnya pengawasan.
Risiko modal jadi sangat besar. Apalagi tidak dapat diprediksi, memusingkan CEO dalam mengkalkulasi biaya”.
Ia percaya : “Perusahaan besar dunia sekarang sedang mencari kesempatan untuk menarik diri dari Tiongkok. Bahkan perusahaan besar dalam negeri pun mencari cara-cara untuk memindahkan perusahaannya dari daratan Tiongkok, hendak meninggalkan kapal pecah milik PKT yang nyaris tenggelam.” (Sinatra/asr)