EpochTimesId – Pekan depan Amerika Serikat akan menerapkan langkah kedua dari sanksi tarif impor putaran pertama. Amerika akan mengenakan tarif atas barang-barang impor dari Tiongkok senilai 16 miliar dolar AS.
Pada saat kobaran api perang dagang kian membesar ini Kementerian Perdagangan Tiongkok, Kamis (16/8/2018) mengumumkan bahwa Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen akan memimpin delegasi mengunjungi Amerika Serikat pada akhir Agustus. Mereka datang untuk mengadakan pembicaraan tingkat rendah dengan delegasi perdagangan AS.
Sejumlah analisis ahli beranggapan bahwa, jika AS dan Tiongkok kembali melakukan negosiasi perdagangan, wakil ketua Partai komunis Tiongkok, Wang Qishan mungkin akan ‘ditonjolkan’. Namun dialog mendatang ini bukan dihadiri oleh para pejabat tingkat yang lebih tinggi, tetapi oleh pejabat setaraf sub-departemen, David Malpass.
Wakil Menteri Keuangan AS akan mewakili pemerintahan Trump, menerima delegasi Tiongkok. Sehingga dunia luar percaya bahwa kedua belah pihak tidak optimis, tentang keberhasilan dari negosiasi tersebut. Karena ada 5 masalah besar yang menghadang di depan mereka.
Pihak Tiongkok mengatakan bahwa mereka akan hadir dalam pertemuan atas ‘undangan’ Amerika Serikat. Pernyataan, yang mana hanya untuk menutupi bahwa merekalah yang mengambil inisiatif, tetapi mungkin tidak demikian.
Pihak Tiongkok mengirim pejabat tingkat rendah untuk bernegosiasi, mungkin terkait 2 pertimbangan berikut; Salah satunya adalah bahwa pendekatannya untuk menangani perang dagang bisa berubah; Dan, yang lainnya adalah tidak optimis dengan hasil yang akan dicapai dalam negosiasi kali ini.
Seperti yang kita semua tahu, bahwa selisih perdagangan yang terjadi antara AS-Tiongkok telah berubah dari ‘tingkat langkah’ menjadi perang dagang konfrontasi yang komprehensif. Dan perang telah menyebabkan tekanan luar biasa terhadap Tiongkok dan PKT. Terutama setelah Presiden Trump menandatangani National Defense Authorization Act 2019 yang melibatkan sejumlah peraturan dalam hubungan AS-Tiongkok. Kondisi ini dapat memperburuk hubungan AS-Tiongkok yang memang sedang kurang harmonis.
Konfrontasi komprehensif semacam ini mungkin telah menghantarkan PKT ke jalan buntu dengan situasi hidup atau mati. Keseriusan ini telah memaksa PKT untuk mengubah sikap mereka dalam menangani perang dagang, tampaknya negosiasi tidak dapat tercapai melalui jalur pendekatan non-ekonomi. Dan komunis perlu mengurangi intensitas konfrontatif dengan AS. Dengan kata lain, PKT sudah bersedia melunak kepada Amerika Serikat.
Dengan melihat situasi ekonomi dan perdagangan kedua negara, PKT sadar bahwa sulit untuk menyelesaikan masalah melalui satu atau dua kali negosiasi. Oleh karena itu, mereka mengirim pejabat tingkat rendah untuk ‘tes suhu air’, meskipun nantinya terjadi situasi bubar tanpa hasil, tidak sampai melukai nama baik, atau muka masih terjaga.
Sebenarnya, pemikiran AS telah ‘dikuasai’ PKT, tetapi mereka tidak mau menerimanya. Karena ada kontradiksi struktural dalam hal ini, selain itu bidang-bidang yang terlibat juga sangat luas.
Media ‘Bloomberg’ menyebutkan bahwa itu termasuk transfer teknologi, kelebihan kapasitas industri, reformasi perusahaan milik negara, kebijakan industri program Made in China 2025, jaringan internet dan kontrol atas cloud computing.
Kelima masalah utama ini telah menghadang jalan negosisasi mereka. Artikel di Hongkong Economic Times menunjukkan bahwa PKT perlu banyak berintrospeksi diri terhadap model pengembangan yang mereka terapkan jika mereka berkeinginan untuk menyelesaikan masalah.
Transfer teknologi adalah salah satu alasan utama mengapa AS mempraktekkan tarif hukuman buat PKT. AS percaya bahwa tujuan dari PKT mengharuskan investor asing untuk mendirikan usaha patungan di Tiongkok adalah untuk melakukan transfer teknologi paksaan, meskipun PKT menyangkal, bahkan mengatakan bahwa ini adalah hak yang dilindungi oleh WTO.
Wei Jianguo, mantan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok pernah mengatakan bahwa transfer teknologi adalah model pertukaran untuk memperoleh pasar Tiongkok bagi perusahaan asing yang hendak melakukan bisnis di Tiongkok.
Atas dasar keamanan nasional, Trump memajaki produk baja dan aluminium yang masuk ke Amerika Serikat, khususnya yang diimpor dari Tiongkok. Tahun lalu, produksi baja Tiongkok melebihi total output Perancis dan Jerman.
Amerika Serikat telah meminta Tiongkok untuk mengurangi produksi, tetapi Tiongkok berpendapat bahwa jika Tiongkok menurut kepuasan Amerika Serikat untuk mengurangi produksi baja, maka akan terjadi PHK besar-besaran yang dapat mengganggu stabilitas sosial.
Reformasi terhadap perusahaan milik negara juga menjadi fokus AS, Trump telah mengusulkan reformasi pasar dan privatisasi kepada pemerintah Tiongkok, tetapi tampaknya tidak demikian yang diharapkan oleh PKT. Beberapa ahli mengatakan bahwa tanpa pesertaan badan usaha milik negara, Tiongkok tidak lagi dapat menyebut dirinya negara yang menganus sistem sosialis.
Dalam pandangan PKT, BUMN Tiongkok harus diperbesar dan diperkuat agar secara efektif lebih mampu dalam mengendalikan risiko ekonomi dan manajemen.
Made in China 2025 adalah rencana ambisius PKT untuk bergerak menuju negara adikuasa, dan itu juga salah satu alasan paling penting bagi AS untuk menerapkan sanksi terhadap Tiongkok. Tiongkok telah menginvestasikan sejumlah besar dana untuk mendukung sepuluh industri kunci utama, tetapi AS percaya itu adalah ancaman bagi Amerika Serikat. Meskipun PKT kemudian menyatakan bahwa Tiongkok tidak akan melepas rencana itu.
Hal yang perlu dikemukan di sini adalah bahwa Rabu (15/8/2018), perusahaan Tiongkok Redcore meluncurkan web browser dan menyebut mereka memiliki teknologi inti dan hak kekayaan intelektual independen. Tetapi dalam waktu kurang dari satu hari, terungkap bahwa dalam Redcore berisi file Google Chrome. Dengan demikian Redcore mau tak mau harus mengakui bahwa mereka berinovasi dengan ‘menginjak bahu’ raksasa Amerika.
PKT memiliki kontrol ketat atas informasi jaringan, khususnya di bidang cloud computing, dan perusahaan AS mengeluh. PKT telah menekankan kedaulatan di bidang cyber dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, perusahaan asing diminta untuk menyimpan data Tiongkok secara lokal di Tiongkok, tidak mengijinkan perusahaan asing memiliki pusat data mereka sendiri. Namun, AS berharap PKT mencabut larangan ini.
Selain itu, ada masalah yang lebih realistis, yaitu nilai tukar Renminbi terus terdepresiasi. Sehingga pemerintahan Trump mengklasifikasikan Tiongkok sebagai negara yang memanipulasi mata uang dan mengancam akan menerapkan langkah-langkah hukuman.
Setelah eskalasi perang dagang AS-Tiongkok meningkat, Renminbi baru-baru ini didepresiasikan oleh otoritas dengan tajam. Sejak bulan April tahun ini, nilai RMB telah merosot melebihi 9 persen.
Selama kampanye pemilihan presiden, Trump berulang kali menuduh PKT memanipulasi nilai tukar RMB. Dia mengatakan bahwa Tiongkok harus terdaftar sebagai manipulator mata uang setelah menduduki kursi presiden. Tapi kemudian Trump mengubah pernyataan sebelumnya, Reuters menunjukkan bahwa ini adalah untuk menghadapi ancaman Korea Utara yang mana perlu mendiskusikan solusi dengan Beijing.
Namun, beberapa ahli mengatakan kepada CNBC bahwa kini situasi dapat berubah. Trump tidak akan mengesampingkan peluang untuk memasukkan Tiongkok dalam daftar manipulator mata uang.
Untuk negosiasi perdagangan tingkat rendah yang akan dilaksanakan ini, sebagian besar dunia luar tidak menaruh banyak harapan. Akan tetapi bagaimanapun juga, itu adalah cahaya remang-remang yang muncul dalam kegelapan yang mungkin dapat mengurangi risiko saling bertabrakan. Siapa yang tahu?! (Li MuyangET/Sinatra/waa)