oleh Li Xinru
Meskipun pemerintah Tiongkok telah mengakhiri kebijakan satu anak, dan menerapkan dua orang anak penuh pada tahun 2016, tetapi jumlah kelahiran justru menurun. Jumlah kelahiran anak kedua pada tahun 2018 berkurang secara signifikan.
Para ahli berspekulasi bahwa populasi Tiongkok menunjukkan pertumbuhan negatif tahun lalu, adalah untuk yang pertama kalinya dalam 70 tahun terakhir.
Agence France-Presse melaporkan bahwa sebelum pejabat Tiongkok merilis data demografis pada Januari, Yi Fuxian, seorang ahli di University of Wisconsin-Madison, berspekulasi bahwa total populasi Tiongkok telah turun menjadi 1,27 miliar tahun lalu. Ini adalah administrasi Partai Komunis pada tahun 1949. Untuk pertama kalinya sejak awal fenomena pertumbuhan populasi.
Sejak tahun 1979, pemerintah Tiongkok mulai menerapkan kebijakan satu anak yang ketat yang membuat jumlah kelahiran berkurang 400 juta jiwa. Dengan meningkatnya jumlah populasi yang menua, sejak tahun 2016 pemerintah membuka kebijakan kepada masyarakat untuk memiliki anak kedua.
Namun, dalam menghadapi masalah nyata seperti investasi dalam pendidikan, kesehatan dan biaya hidup yang mahal, banyak pasangan memilih untuk hanya memiliki satu anak atau bergabung dalam barisan keluarga DINK (Double Income No Kids. Penghasilan ganda tanpa anak)
Tahun 2018 populasi Tiongkok mulai muncul pertumbuhan negatif
Biro Statistik Nasional Tiongkok setiap tahunnya akan menerbitkan buletin / laporan tentang tingkat kelahiran tahunan yang merupakan hasil survei sampel populasi tahun sebelumnya. Namun, karena tingkat kelahiran jauh lebih rendah dari yang diharapkan, jadi tingkat kelahiran dari dua tahun sebelumnya (2016 dan 2017) belum juga diumumkan hingga sekarang.
Pada hal tahun 2017 masih merupakan tahun puncak kelahiran dua anak, tetapi jumlah total kelahiran yang diumumkan dalam buletin statistik selain tidak meningkat, malahan menunjukkan penurunan sebanyak 630.000 jiwa.
Menurut data laporan awal dari Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, angka kelahiran dari pasangan muda usia produktif selain tidak mencapai target yang 790 ribu jiwa, malahan berkurang sebanyak 250 ribu.
Karena angka kelahiran berkurang dibandingkan tahun sebelumnya, Yi Fuxian memperkirakan bahwa tingkat kelahiran pada tahun 2018 hanya sekitar 1,05 %. Ia memperkirakan bahwa jumlah bayi yang lahir di Tiongkok pada tahun 2018 adalah 10,31 juta. Pada saat yang sama, berdasarkan statistik lokal ia memperkirakan bahwa jumlah kematian di Tiongkok meningkat 11,58 juta.
He Yafu, seorang ahli populasi independen berpendapat bahwa ia juga dapat menyetujui prakiraan yang diberikan Yi Fuxian jika data yang diterbitkan oleh beberapa daerah itu benar adanya.
Jumlah kelahiran anak kedua dilaporkan menurun tajam
Baik Biro Statistik Tiongkok, Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional Tiongkok pun belum mengeluarkan laporan untuk tahun 2018. Tetapi dari data yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah daerah dapat diketahui bahwa jumlah kelahiran anak kedua pada tahun 2018 menurun secara signifikan.
Lembaga Kependudukan dari Akademi Ilmu Sosial Tiongkok dan Rumah Penerbitan Sastra Ilmu Sosial pada 3 Januari secara bersama-sama menerbitkan laporan yang diberi judul ‘Makalah Hijau tentang Penduduk dan Tenaga Kerja : Laporan Kependudukan dan Tenaga Kerja Tiongkok No. 19’ (selanjutnya disebut Buku Sampul Hijau), menunjukkan bahwa era Tiongkok menghadapi pertumbuhan populasi negatif akan segera tiba.
Buku Sampul Hijau menunjukkan, menurut data dari Komisi Perencanaan Kesehatan Liaocheng Shandong bahwa angka kelahiran kota Liaocheng dari bulan Januari hingga November 2018 adalah 64.753 jiwa, di mana 40.782 di antaranya adalah angka kelahiran anak kedua, menyumbang 62,98% dari total kelahiran, namun masih menunjukkan penurunan sebesar 35,83 % dari perkitraan sebelumnya.
Dari data yang dilaporkan oleh Pemerintah Kota Qingdao baru-baru ini pun terlihat bahwa jumlah kelahiran yang diperkirakan dapat mencapai sekitar 90.000 orang pada tahun 2018 ternyata menurun sebesar 21.1 % untuk angka kelahiran dari bulan Januari hingga Nopember. di antaranya jumlah kelahiran anak kedua turun 29 %.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Ningbo, diperkirakan jumlah kelahiran anak di kota tersebut pada tahun 2018 dapat mencapai sekitar 44.000 orang. angka tersebut pun sebenarnya sudah berkurang sekitar 9.000 orang bila dibandingkan dengan angka pada periode yang sama tahun lalu. Namun tingkat penurunan yang terjadi adalah 16,98 %, di mana penurunan untuk angka kelahiran anak kedua lebih menonjol.
Buku Sampul Hijau menjelaskan bahwa pertumbuhan populasi negatif Tiongkok akan terjadi hingga sekitar tahun 2027. Namun, dunia luar lebih percaya bahwa data yang dikeluarkan pemerintah Tiongkok sulit diandalkan karena banyak direvisi sebelumnya.
Lu Jiehua, seorang profesor di Universitas Peking memprediksikan bahwa tingkat pertumbuhan negatif populasi Tiongkok di masa depan mungkin bisa terjadi sebelum tahun 2027. Karena jumlah kelahiran menurun, pada saat bersamaan jumlah kematian meningkat.
Keinginan untuk memiliki anak kedua menurun
Yi Fuxian, seorang ahli penelitian kependudukan kepada AFP mengatakan bahwa tren penurunan populasi di Tiongkok tampaknya tidak dapat dibalikkan, alasan utamanya juga termasuk jumlah wanita usia subur juga menunjukkan tren menurun.
Buku Sampul Hijau menyebutkan, survei biro statistik lokal menunjukkan bahwa keinginan untuk memiliki dua orang anak di setiap tempat menurun pada tahun 2018.
Hasil survei menunjukkan bahwa responden yang menginginkan anak kedua hanya sebesar 27.1 %, responden yang tidak mengininkan anak mencapai 41 % dan yang tidak pasti akan memiliki anak kedua sebanyak 22,8 %.
Akibat masalah seperti biaya kelahiran, beban ekonomi, dan kurangnya waktu, menjadi pendukung terciptanya fenomena tidak berani atau tidak ingin melahirkan anak.
Warganet menulis : Harga perumahan yang setinggi langit, biaya pendidikan, perawatan medis, dan perawatan hari tua ibarat empat gunung besar yang menghalangi, di tambah lagi tabungan masyarakat terus menyusut. Siapa lagi yang berani membesarkan lebih banyak anak ? Tidak memiliki uang, mau mencari pacar pun sulit.
“Penurunan populasi sangat merusak ekonomi, dan kebijakan keluarga berencana yang keliru itu justru menjadi kebijakan genosida terbesar dalam sejarah manusia,” tulis warganet.
Beberapa sarjana percaya bahwa tidak peduli bagaimana kebijakan Partai Komunis Tiongkok diubah-ubah, tetapi tujuannya tetap sama, tujuan mereka tak lain adalah untuk menjadikan rakyat sebagai alat untuk melayani pemerintah. (sin/asr)