EpochTimesId – Diktator Venezuela, Nicolás Maduro kini masih memiliki dukungan militer yang kuat. Namun, dokumen yang bocor mengungkap bahwa ribuan tentara telah meninggalkan pos pekerjaan mereka dalam beberapa tahun terakhir, ketika rezim berjuang untuk meredam ‘erosi’ dalam pasukan bersenjatanya.
Dua dokumen yang diperoleh Bloomberg menyoroti bagaimana rezim Maduro sudah berusaha untuk menghentikan semakin banyaknya desersi bahkan sebelum pemimpin oposisi yang didukung AS, Juan Guaido, meminta militer untuk melepaskan diri dari Maduro.
Salah satu dokumen mengungkapkan ada sekitar 4.300 anggota Garda Nasional yang telah meninggalkan jabatan mereka selama lima tahun terakhir. Dokumen itu ditandatangani oleh komandan Garda Nasional, Mayjen Jesus Lopez Vargas pada 21 Desember 2018. Dokumen tersebut memerintahkan penghapusan pangkat dan nomor seri mereka dari daftar militer. Semua nama adalah petugas yang tidak ditugaskan, atau pria dan wanita yang terdaftar.
Garda Nasional hanyalah salah satu dari empat cabang militer utama Venezuela. Tiga lainnya adalah angkatan darat, angkatan laut dan udara.
Dokumen kedua memerintahkan personil di titik masuk dan keluar negara untuk mencegah tentara dan pensiunan yang bertugas sebagai angkatan cadangan, untuk pergi ke luar negeri tanpa izin. Perintah itu ditandatangani pada 13 November 2018 oleh Luis Santiago Rodriguez Gonzalez, direktur layanan imigrasi negara.
Meskipun ada protes massa di jalan-jalan di seluruh negeri yang menyerukan Maduro untuk mundur, pembelotan massal dari militer belum dimulai. Namun, dua pejabat tinggi militer baru-baru ini memutuskan hubungan dengan rezim Maduro dan mengakui Guaido, pemimpin Majelis Nasional Venezuela. Jose Luis Silva, atase pertahanan Venezuela untuk Washington dan seorang pejabat militer utama, mengatakan memutuskan hubungan dengan rezim Maduro pada 26 Januari. Sedangkan Jenderal Francisco Yanez, seorang jenderal angkatan udara Venezuela yang berpangkat tinggi, juga memihak Guaido.
Beberapa minggu yang lalu, rezim Maduro mengklaim telah menggagalkan upaya pemberontakan militer. Dalam sebuah pernyataan, negara itu menuduh ‘sekelompok kecil penyerang’ dari Garda Nasional Bolivarian ‘mengkhianati sumpah kesetiaan mereka kepada tanah air’. Mereka dituduh menculik dua petugas dan dua Staf Garda Nasional dalam upaya mencuri senjata pada 21 Januari 2019. Pemerintah mendakwa pemberontakan itu dalam kasus ‘kepentingan terselubung ekstremisme’.
Maduro disumpah untuk masa jabatan kedua pada 10 Januari 2019, di tengah kecaman di seluruh dunia bahwa kepemimpinannya tidak sah. Dia pertama kali mendapatkan kekuasaan di negara kaya minyak pada 2013, dan sekarang dalam masa jabatan keduanya.
Sementara itu, upaya Amerika Serikat untuk mengirim bantuan makanan dan pasokan medis ke perbatasan Kolombia dengan Venezuela dicegah setelah militer Venezuela memblokade jalan raya utama pada 6 Februari 2019.
Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mendesak rezim Maduro untuk membiarkan pasokan bantuan lewat.
“Rakyat Venezuela sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” kata Pompeo di Twitter. “AS dan negara-negara lain berusaha membantu, tetapi militer # Venezuela di bawah perintah Maduro memblokir bantuan dengan truk dan tanker. Rezim Maduro harus MEMBIARKAN BANTUAN MENCAPAI MASYARAKAT.”
Trailer dan kontainer ditempatkan untuk menghalangi jalur Jembatan Tienditas di perbatasan barat laut Venezuela dengan Kolombia. Dua kontainer pengiriman dan sebuah tanker bahan bakar juga digunakan untuk memblokir penyeberangan perbatasan tiga jalur dari kota Cucuta, Kolombia. Tentara Venezuela berjaga-jaga dan menegaskan akan menolak bantuan kemanusiaan apa pun.
Kebijakan sosialis yang diperkenalkan oleh Maduro dan pendahulunya, Hugo Chavez, telah melumpuhkan ekonomi negara yang pernah berkembang pesat. Hampir 90 persen populasi Venezuela hidup di bawah garis kemiskinan dan lebih dari setengah keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan pokok, menurut kelompok kemanusiaan Mercy Corps. PBB memperkirakan bahwa pada akhir 2019, akan ada 5,3 juta pengungsi dan migran meninggalkan Venezuela.
Kepala Komando Selatan AS mengatakan militer AS siap untuk melindungi para diplomat di Venezuela jika diperlukan.
“Kami siap melindungi personel AS dan fasilitas diplomatik jika dibutuhkan,” Laksamana Angkatan Laut Craig Faller, mengatakan dalam dengar pendapat Komite Layanan Angkatan Bersenjata Senat pada 7 Februari 2019.
Faller tidak memberikan rincian tambahan tentang bagaimana militer AS akan merespons. Laksamana mencatat bahwa Venezuela memiliki sekitar 2.000 jenderal, yang sebagian besar dari mereka setia kepada Maduro, karena kekayaan yang mereka peroleh sebagian besar dari perdagangan obat bius, pendapatan minyak, dan pendapatan bisnis.
“Pemerintahan Presiden Guaido yang sah telah menawarkan amnesti, dan tempat aman bagi pasukan militer, yang sebagian besar kami pikir akan setia kepada Konstitusi, bukan kepada diktator, sebagai tempat untuk pergi,” imbuh Faller.
Pemerintahan Trump juga mengatakan mereka sedang mempertimbangkan apakah akan mencabut sanksi terhadap anggota militer yang memihak Guaido.
“AS akan mempertimbangkan penghapusan sanksi untuk setiap perwira senior militer Venezuela yang mendukung demokrasi dan mengakui pemerintahan konstitusional Presiden Juan Guaido,” kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton di Twitter pada 6 Februari 2019.
“Jika tidak, lingkaran keuangan internasional akan ditutup sepenuhnya. Buatlah pilihan yang benar!”
Hal itu akan terjadi ketika tekanan global terhadap rezim Maduro terus meningkat. Sembilan negara besar Eropa, termasuk Inggris, Jerman, Prancis, dan Spanyol, termasuk di antara lebih dari 20 pemerintah yang mengakui Guaido sebagai presiden sementara. Tetapi Maduro masih tampak menantang, mengisyaratkan dalam pidatonya kepada pendukung pada 5 Februari bahwa pemimpin oposisi muda itu bisa segera dikirim ke penjara karena kepresidenan tandingannya. (BOWEN XIAO/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA
Simak Juga :
https://youtu.be/rvIS2eUnc7M