oleh Gu Xiaohua, Hong Ning
Saat Tahun Baru Imlek tahun ini di Tiongkok, seorang bocah dari Kota Handan, Propinsi Hebei dan seorang lagi dari kota Puyang, Propinsi Henan meninggal dunia karena penyakit setelah divaksinasi. Mr. Han, ayah dari bocah meninggal yang bernama Han Xu di Kota Handan mengatakan : “Saya akan mencari keadilan untuk anak saya.”
Han Xu yang lahir 29 Oktober 2014, setelah menerima vaksinasi anti-kusta di kota Linzhang County, Handan pada 6 Agustus 2015 menjadi cacat dan meninggal dunia pada 8 Februari 2019.
Mr. Han pada 11 Februari menceritakan kronologis kejadian kepada reporter The Epoch Times.
Sebelum perayaan tahun baru, Han Xu yang berusia 4.5 tahun mulai mengalami demam, orang tuanya pertama-tama mengirim anak tersebut ke Rumah Sakit Handan untuk dirawat, dan kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Anak-anak Hebei, tetapi anak tersebut sudah dalam kondisi kritis.
Mr. Han mengatakan, ketika Han Xu berusia 9 bulan, ia mendapatkan vaksinasi anti-kusta, setelah itu badannya mulai demam dan kejang-kejang, karena itu ia terpaksa dimasukkan ke ruang ICU rumah sakit selama 2 bulan untuk perawatan intensif. Nyawanya tertolong, tapi setelah keluar dari ICU, bocah tersebut menjadi pasien kondisi vegetatif persisten. Ia tak lagi bisa berbuat apa-apa, hanya mengandalkan pemberian makan dari hidung untuk mempertahankan hidup. Meskipun belakangan bocah ini sudah mulai bisa tertawa dan makan, tetapi tidak bisa berbicara dan berjalan. Sejak itu, antibodi Han Xu menjadi sangat buruk dan sering demam.
Sejak saat itu, Mr. Han dan istri membawa anaknya ke Beijing untuk perawatan, dan telah melakukan perjalanan ke sejumlah rumah sakit besar seperti Bo’ai, Universitas Peking dan Polisi Bersenjata. Karena sudah 3 tahun tidak pulang kampung merayakan Tahun Baru Imlek, maka tahun ini ia bertiga memutuskan pulang kampung.
Namun, tak disangka Han Xu akan pergi meninggalkan kedua orang tuanya untuk selama-lamanya. Berdasarkan diagnosa rumah sakit menyebutkan bahwa Han Xu terserang ensefalitis virus (peradangan otak oleh infeksi virus) yang parah.
Saat ini, jenazah anak masih berada di rumah duka, dan pemerintah belum memberikan penjelasan secara resmi.
Mr. Han mengatakan, telah melakukan banyak tes seperti metabolisme dan genetika, dan hasilnya normal. Dalam proses pengobatan, orangtua terus membela hak untuk anaknya, tetapi pemerintah tidak mengakui bahwa itu adalah akibat dari vaksinasi, menolak bahwa itu karena ahli berbohong kepada masyarakat. Apalagi tidak ada tanda tangan ahli tentang penyebab kematian dalam surat bukti kematian.
Mr. Han mengatakan : “Saya mengambil prosedur formal, tetapi ditolak mereka, tidak ada jalan lain saya pergi ke Beijing untuk mencari. Kami sekeluarga pernah ditahan oleh pihak berwenang,” katanya.
“Demi perawatan anak, kami telah kehilangan pekerjaan. Kami hanya bisa mencari penghasilan dari bekerja serabutan. Kami orang desa, bukan orang kaya, sejak anak jatuh sakit, kami telah menghabiskan lebih dari satu juta Yuan untuk berobat.”
“Kami terpaksa menggadaikan rumah dan meminjam uang tetangga, meskipun departemen terkait juga memberikan biaya perawatan tetapi sangat minim,” katanya.
“Saya akan mencari departemen yang relevan untuk menuntut keadilan buat anak saya,” tambahnya.
“Anak saya lahir dalam kondisi sehat, menjadi cacat dan sakit gara-gara vaksinasi. Sekarang ia meninggal dunia. Saya tidak rela!.”
Bocah lainnya yang juga meninggal dunia pada 10 Februari adalah Hu Shangze yang berusia 4.5 tahun, tinggal di kota Puyang, Propinsi Henan. Ia juga meninggal akibat dampak dari vaksinasi. Namun keluarga yang sedang dalam suasana duka sehingga menolak untuk diwawancarai.
Menurut artikel Agustus 2018 yang dimuat di WeChat Official Account ‘Guyu shiyan shì’ bahwa, usai si kecil Hu Shangze yang berusia 4 bulan menerima vaksinasi DPT dan Polio di rumah sakit kabupaten pada 28 Oktober 2014. Malam keesokan harinya mengalami demam tinggi dan syok. Ia kemudian dimasukkan ke ruang UGD rumah sakit milik propinsi di kota Zhengzhou. Dokter di sana mengatakan bahwa bocah tersebut menderita peradangan batang otak yang merupakan masalah sistem saraf pusat. Sampai saat itu, ibunya dan keluarga baru curiga bahwa vaksin itulah sebagai biang keladinya.
Pada Maret 2015, tim dokter memastikan bahwa radang batang otak Hu Shangze itu merupakan reaksi abnormal dari vaksinasi yang ia dapatkan sebelumnya serta tergolong tingkat 1B.
胡尚泽宝贝,一路走好[流泪][流泪][流泪]愿天堂你能做个健康快乐的宝贝[难过][难过][难过]
记住爸爸妈妈永远爱你,想你
叔叔阿姨们永远惦你,祝福你。
又是一个预苗宝宝离世了,谁是罪魁祸首。 pic.twitter.com/2F2Avbd1Ez— 木子 (@aBIyxobDiRhzdSW) February 10, 2019
Hanya dalam beberapa hari, kedua bocah yang sebelumnya sehat itu tiba-tiba meninggal dunia, menyebabkan kekhawatiran luar biasa dari para orangtua yang mana anak mereka menerima vaksinasi.
Ada pesan yang diberikan orangtua si anak : “Air mata meleleh tanpa bisa dibendung, kita semua adalah ibu dari anak-anak, sakit yang menusuk hati rasanya. Sangat disayangkan bagi anak-anak yang dilahirkan di negara ini, mereka harus menghadapi ancaman susu bubuk beracun, vaksin beracun, perdagangan manusia, makanan bermasalah, kabut asap dan pendidikan cuci otak dalam kehidupannya. Begitu kurang hati-hati maka mereka akan terjebak dan hancurlah seluruh jiwa raga. Apakah ada negara kedua di dunia ini yang sebahaya seperti di sini ?”
Di daratan Tiongkok, insiden susu bubuk tercemar Sanlu telah menyebabkan orangtua memiliki rasa takut yang berlarut-larut. Sekarang muncul masalah vaksin.
Sebuah sindiran yang diucapkan oleh orangtua di Henan yang mana korban anaknya menerima vaksinasi DPT dan Hepatitis B : “Ini bukan Tuhan yang bertindak kejam, ini adalah “kehangatan” yang diberikan ideologi sosialis, ini adalah tindakan yang disengaja oleh para pengeksploitasi.”
Pada 11 Juli 2018, ada orang yang melaporkan bahwa perusahaan Changchun Changsheng yang memproduksi vaksin telah melakukan penipuan. Inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Negara pada 15 Juli menemukan bahwa vaksin rabies dan DPT yang diproduksi perusahaan tersebut adalah palsu. Selain itu, Institut Produk Biologi Hubei Wuhan juga terekspos bermasalah dalam memproduksi vaksin.
Pada Januari 2019, terjadi insiden penyuntikan dengan vaksin yang sudah kedaluarsa di Jinhu County, Kota Huai’an, Provinsi Jiangsu. Pada 11 Januari jam 9 pagi ribuan orangtua berkumpul di depan kantor pemerintah daerah. Ketika sekretaris partai kabupaten menanggapi tuntutan orangtua dengan mengatakan bahwa telah diketemukan 145 kasus vaksin yang kadaluarsa, ia dipukuli sejumlah orangtua yang naik pitam.
Para orangtua mengatakan bahwa ada sekitar 20.000 orang anak-anak di kabupaten tersebut telah menerima suntikan dengan vaksin yang sudah kadaluwarsa, dan sudah banyak anak-anak telah mengalami berbagai kerusakan fisik.
Parahnya lagi adalah bahwa pihak berwenang belum memberikan bantuan apapun termasuk perawatan untuk pemulihan, sebaliknya malahan melakukan penindasan terhadap para orangtua yang menggelar aksi protes. (Sin/asr)