KTT Trump-Kim Gagal, Beijing Tegang, Perundingan Dagang Makin Tak Menentu

Tang Hao

“Ingat strategi utama perundingan ini: pihak yang paling ingat tercapainya kesepakatan, adalah pihak yang terakhir yang meninggalkan meja perundingan.” Itulah kata-kata terkenal trump yang klasik, kembali terbukti pada KTT Trump-Kim di Vietnam.

“Terkadang anda harus meninggalkan tempat”, trump mengungkapkan, kedua belah pihak telah mempersiapkan penandatanganan kesepakatan, tapi syarat yang diajukan oleh korut tidak sesuai dengan keinginan AS, sehingga terpaksa harus meninggalkan meja perundingan.

“Saya berharap melakukan ini dengan benar, tapi saya lebih berharap melakukannya dengan benar, dan bukan dengan cepat,” kata trump.

Tekanan dalam dan luar negeri, trump tetap pertahankan ambang batas

Faktanya, sebelum pertemuan Trump-Kim ini, trump kerap menunjukkan sifat bersahabat pada kim jong-un dan sinyal positif berlangsung suksesnya perundingan dengan korut. Di saat yang sama, sebagian negara eropa mulai bertentangan dengan as dalam hal memboikot huawei. Di dalam negeri, kongres yang didominasi oleh partai oposisi kembali menghalangi berbagai kebijakan trump termasuk “tembok perbatasan”, dan menyerang trump dengan berbagai cara politik dan opini media. Ini membuat pihak luar kembali cemas, bahwa trump mungkin akan terburu-buru meraih kemenangan sehingga lebih banyak mengalah pada korut, agar dapat segera mencapai kesepakatan.

Ternyata tidak. Trump tidak kalut karena berbagai tekanan dari dalam maupun luar negeri.

Menurut pernyataan Trump, penyebab utama petaka perundingan pada detik-detik terakhir itu, karena korut meminta AS terlebih dahulu mencabut semua sanksi ekonomi, baru akan melakukan denuklirisasi. Dan, korut tidak bersedia melucuti seluruh senjata nuklirnya, sehingga mengakibatkan perselisihan utama kedua pihak.

Dengan kata lain, walaupun trump kembali melakukan “diplomatik bersahabat” pada kim jong-un, namun niatnya tetap berpegang teguh pada batasan ‘denuklirisasi korut’, tetap mempertahankan perdamaian internasional dan keamanan nasional amerika sebagai batasan. Jika secara sembrono mengiyakan tuntutan korut mencabut sanksi ekonomi, maka as akan kehilangan kartu as dan senjata untuk mengawasi penerapan denuklirisasi korut.

Oleh sebab itu, walaupun baru-baru ini trump mengalami tekanan politik dan serangan dari banyak pihak, dan sangat membutuhkan satu kali kemenangan untuk memutar-balikkan situasi. Tapi dengan akal sehatnya ia tetap mempertahankan batasan ini, tidak secara gegabah membuat kesepakatan dengan korut, ini menunjukkan durabilitas dan kualitas psikologis trump.

Tak berniat denuklirisasi, salah menilai trump, korut pulang dengan tangan hampa

Pertemuan trump dan kim kali ini, pihak korut jelas datang dengan penuh persiapan, tapi lantaran salah menilai maka pada akhirnya kalah dalam perundingan.

Kim jong-un tidak hanya mengirim banyak surat kepada trump untuk mengambil hatinya, dan berharap dapat membuat trump lengah, membangun hubungan pribadi kedua pihak untuk menghindari masalah kepentingan antar kedua negara.  Kim memilih waktu di mana Trump tengah didera berbagai situasi politik, bahkan sengaja menumpang kereta api jarak jauh melalui wilayah tiongkok menuju ke vietnam, mempersiapkan kartu as berupa ‘momentum langka, keunggulan geografis, dan faktor manusia’ dalam perundingan kali ini.

Akan tetapi, Kim jong-un salah menilai trump yang sedang terhimpit kesulitan dalam dan luar negeri akan buru-buru ingin mencapai kesepakatan, sehingga berani menuntut pihak as agar mencabut seluruh sanksi ekonomi, baru kemudian bersedia melakukan denuklirisasi yang terbatas dan bersyarat.

Tuntutan ini jelas telah melampaui garis batas perundingan trump yakni ‘denuklirisasi yang menyeluruh, bisa diverifikasi dan tidak bisa dikembalikan’ (cvid) yang diinginkan Trump, dan juga semakin mengungkap tidak adanya niat baik kim jong-un untuk melakukan denuklirisasi. Akhirnya, setelah 66 jam perjalanan panjang dengan kereta api, korut harus pulang dengan tangan hampa.

Walaupun dikatakan pulang dengan tangan hampa, namun faktanya, perundingan kali ini juga menjadi “uji kartu” lebih lanjut bagi kedua belah pihak.

Pasca perundingan tidak ada kata-kata kasar dari kedua pihak, trump tetap menunjukkan sikap bersahabat pada kim jong-un, dan berpendapat perundingan kali ini mengalami kemajuan lebih berarti dibandingkan tahun lalu, mungkin tak lama lagi akan melangsungkan kembali KTT Trump-Kim berikutnya.

Trump juga kembali meluruskan niatnya membantu mengembangkan perekonomian korut, “saya terus memberitahu setiap orang, mereka (korut) memiliki potensi yang sangat besar dan potensi yang luar biasa.”

KTT Trump-Kim cemaskan PKT, Tanda Bahaya bagi Perundingan Dagang AS-Tiongkok?

Akan tetapi, perundingan Trump dan kim kali ini juga membuat jantung  berdetak keras karenanya.

Baru-baru ini, seperti halnya dengan korut, beijing juga melakukan taktik mengambil hati terhadap Trump; Tiongkok bahkan berencana dalam 6 tahun mendatang akan membeli produk AS senilai USD 1,2 trilun, dengan harapan ‘menebar uang’ seperti itu akan memperkecil defisit perdagangan AS-Tiongkok dan mengambil hati trump, sehingga dapat membuat trump mengalah dalam masalah reformasi struktural pada perundingan dagang.

Akan tetapi, walaupun KTT Trump-Kim kali ini menjadi tontonan menarik bagi pihak luar, tapi mundurnya trump dari meja perundingan pada detik-detik terakhir, membuat PKT mau tidak mau menegang: apakah strategi ‘mengambil hati’ dan ‘menebar uang’ masih efektif?

Walaupun baru-baru ini trump terus menyatakan bahwa AS-Tiongkok akan segera mencapai kesepakatan, dan dirinya akan menandatangani kesepakatan bersama pada KTT Trump-Xi berikutnya. Sementara penasehat ekonomi senior gedung putih Larry Kudlow pada 28 Februari lalu menyatakan, perundingan dagang AS-Tiongkok telah mencapai kemajuan yang ‘fantastis’, namun apakah semua itu berarti kedua belah pihak pada akhirnya akan sukses mencapai kesepakatan?

Apalagi, pasca petaka perundingan as-korut juga berarti secara jelas kembali menyerukan pada beijing, “saya sewaktu-waktu bisa meninggalkan ruangan, saya sama sekali tidak takut pergi dari meja perundingan. Dan saya juga akan melakukan hal yang sama pada pihak Tiongkok, jika semuanya tidak tercapai.”

Hal semakin membuat PKT cemas adalah, perwakilan dagang AS Robert Lighthizer yang selama ini selalu bersikap anti PKT, pada 27 Februari lalu dalam forum dengar pendapat di hadapan kongres kembali menekankan, walaupun perundingan dagang mencapai kemajuan berarti, namun masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan, “ini adalah suatu tantangan yang akan berlangsung sangat sangat lama”.

Robert lighthizer menegaskan, masalah dalam perundingan dagang as-Tiongkok sangat serius, yang tidak akan bisa mencapai kesepakatan perdagangan hanya dengan mengandalkan beijing membeli produk as dalam jumlah besar, tetapi harus dengan melakukan ‘reformasi struktural’ pada pihak Tiongkok, dan harus dipastikan diterapkan secara konkrit.

Lighthizer berkata, PKT adalah ‘tantangan terberat’ sepanjang sejarah yang pernah dihadapi AS dalam menetapkan kebijakan perdagangan, dan anggota kongres kedua partai juga mendukung pernyataan lighthizer, serta menuntut pemerintahan Trump agar bersikap keras untuk mengatasi masalah perdagangan AS-Tiongkok.

Oleh sebab itu, jika Tiongkok berniat ‘menebar uang’ agar terhindar dari masalah reformasi struktural seperti menghentikan pencurian kekayaan intelektual, pemaksaan pengalihan teknologi, subsidi pemerintah, perlindungan perdagangan berupa bea masuk dan non bea masuk, maka kemungkinan akan sulit memenuhi keinginan pemerintahan trump dan dalam negeri amerika.

Apalagi, trump yang kerap menyatakan akan mendukung korut mengembangkan ekonominya, juga membuat beijing merasa was-was.

Sejak dimulainya perang dagang AS-Tiongkok, telah mengakibatkan banyak perusahaan asing dan juga taiwan di Tiongkok meninggalkan pasar tiongkok, dan pindah ke negara yang lebih rendah upah buruhnya seperti vietnam, thailand, indonesia, kamboja, meksiko dan lain-lain. Seandainya, AS berhasil membimbing Korut berubah menjadi “vietnam kedua’, maka korut mungkin akan menarik minat banyak perusahaan asing yang ada di Tiongkok.

Di satu sisi, upah buruh di sana akan lebih murah daripada di Tiongkok maupun vietnam; kedua, jika as, korsel dan jepang memberlakukan insentif bea masuk atau bebas bea masuk bagi korut, maka produk korut tidak hanya bisa dijual di pasar tiongkok, bahkan juga bisa dijual dengan harga rendah di pasar Amerika, Jepang maupun korea selatan. Pada saat itu, korut akan menjadi ‘daya tarik’ bagi perusahaan padat karya asing di tiongkok, ini berarti dengan lebih cepat akan menggerus perekonomian Tiongkok dan lapangan kerjanya.

Berbagai faktor ini telah membuat KTT Trump-Kim kali ini semakin memperdalam kekhawatiran beijing, juga semakin menambah variabel baru bagi Beijing dalam perundingan dagang.

Bagaimana orientasi hubungan AS-Tiongkok-Korut, tergantung KTT Trump-Xi

Mengenai pertemuan Trump dan Kim yang tidak mencapai kesepakatan, akankah mendesak kim jong-un semakin merapat pada beijing dan terus bersandiwara bersama PKT?

Mungkin saja. Apalagi deputi menlu korut yakni Ri kil-song telah bertandang dengan sikap bersahabat ke beijing pasca petaka ktt trump-kim, diperkirakan kim jong-un juga akan menumpang kereta api menuju beijing menemui pemimpin PKT.

Akan tetapi, begitu Tiongkok dan korut semakin mesra, posisi beijing justru semakin berbahaya. As hanya perlu meningkatkan intensitas tekanan ekonominya terhadap beijing, atau menangguhkan proses perundingan perdagangan, akan cukup memojokkan pkt ke posisi yang semakin parah, konflik interna PKT juga akan semakin sengit, di saat yang sama juga akan mengancam korut, sekaligus juga akan memenuhi tuntutan kedua partai pada kongres as yang menuntut perlakukan keras terhadap PKT.

Itu sebabnya, ktt trump-kim yang gagal ini, apakah akan berdampak pada hubungan as-Tiongkok dan kesepakatan dagang AS-Tiongkok? Mungkin akan bisa diketahui pada KTT Trump-Xi berikutnya. (sud/whs/asr)

FOKUS DUNIA

NEWS