Epochtimes.id- Jumlah korban meninggal dunia akibat penembakan di Selandia Baru, Jumat (15/3/2019) meningkat menjadi 50 orang. Polisi setempat mengatakan bahwa pelaku penembakan brutal itu diduga sebagai “Lone Wolf” atau aksi individu.
“Tersangka adalah satu-satunya orang yang dituduh melakukan penembakan,” demikian disampikan Komisaris Polisi Selandia Baru Mike Bush, Minggu (17/3/2019).
Tersangka mengaku sebagai sosialis. Nilai-nilai sosialismenya sangat mirip dengan Partai Komunis Tiongkok.
Sementara tiga orang lainnya yang ditangkap pasca insiden pada 15 Maret 2019 itu diyakini tidak terlibat. Namun masih belum dapat disimpulkan status mereka.
Serangan di Dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, adalah kasus serangan terburuk dalam sejarah negara itu.
Si Pelaku Brenton Tarrant (28) adalah warga negara Australia yang diduga sebagai tersangka penembakan yang masuk ke masjid Al Noor pada tanggal 15 Maret 2019. Dia langsung melepaskan tembakan dengan senjata otomatis ke para jamaah yang sedang shalat Jumat hingga 42 orang terbunuh. Kemudian tersangka menuju ke Masjid Linwood dan melanjutkan aksinya, hingga tujuh orang terbunuh. Sementara satu lainnya tewas di rumah sakit.
Dua petugas polisi setempat berhasil meringkus pelaku dalam waktu 36 menit setelah pihak berwenang menerima laporan tersebut. Aksi penangkapan berlangsung menegangkan. Polisi harus menabrakkan mobil patrol dengan mobil pria tersangka, sebelum meringkusnya.
Tarant, pelaku penembakan di masjid melakukan aksinya dengan menyiarkan secara langsung (live streaming) di akun Facebooknya.
Siaran yang ditayangkan di laman Facebooknya dimulai saat dia mengendarai mobilnya ke Masjid Al Noor di Christchurch kemudian memarkir mobilnya di pintu masuk terdekat. Dia kemudian membawa senjatanya dan berjalan ke masjid. Korban pertama ditembak di ambang pintu. Begitu memasuki masjid, dia mulai menembak secara brutal. Dia didakwa melakukan pembunuhan dan diperkirakan akan menghadapi lebih banyak dakwaan.
Saat diseret ke Pengadilan oleh pemerintah Selandia Baru, Sabtu (16/3/2019). Tarrant sempat memberi gerakan tangan ‘O’, sebuah gerakan tangan yang biasa dikenal sebagai ‘Ok sign’, atau biasa digunakan untuk mengucapkan kata Oke. Isyarat tangannya dipandang sebagai tanda dukungan untuk supremasi kulit putih sayap kanan ekstrem.
Sebelum beraksi, Tarant terlebih dahulu memposting “manifesto” setebal 87 halaman di media sosial, yang secara sistematis menjelaskan apa yang disebut “pandangan dunia” dan “Nilai-nilai.”-nya.
Dalam manifesto itu, dia mengakui bahwa dia adalah seorang “teroris” dan menganggap imigran sebagai pengganggu. Tarant juga mengklaim sebagai seorang “sosialis”. Negara yang paling dekat dengan nilai-nilai politik dan sosialnya adalah “Republik Rakyat Tiongkok.”
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (17/3/2019), mengatakan, bahwa Kabinet Selandia Baru akan mengadakan pertemuan pada 18 Maret 2019 untuk membahas reformasi undang-undang terkait kepemilikan senjata api.
PM Australia dan Kantor Majelis Umum menerima Manifesto yang dikirim oleh pria bersenjata 9 menit sebelum insiden berdarah tersebut.
“Lebih dari 30 orang menerima manifesto terkait 9 menit sebelum serangan, dan saya adalah salah satunya,” kata Adern.
Adern mengatakan bahwa Tarant memiliki lisensi senjata api dan lima pucuk senjata api. Dia tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan bukan target keamanan Selandia Baru atau Australia.
Parlemen Selandia Baru menyatakan belasungkawa kepada para korban serangan. Adern berharap semua jenazah bisa segera diserahkan kepada keluarga korban. Komisaris Polisi Selandia Baru Mike Bush mengatakan pihak berwenang sedang menyelesaikan identifikasi para korban dari dua serangan masjid di Selandia Baru. (Jon/asr)
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=onFStUR356k
Atau video Ini :
https://www.youtube.com/watch?v=qkdvlGbFFYY