EpochTimesId – Pengadilan Turki memerintahkan pembebasan dari rumah tahanan dengan jaminan bagi delapan aktivis hak asasi manusia, Rabu (25/10/2017). Diantara para aktivis ada nama direktur cabang lokal Amnesty International, Idil Eser.
Aktivis lain yang dibebaskan diantaranya Peter Steudtner, seorang warga negara Jerman, dan Ali Gharavi, WN Swedia. Steudtner dan Gharavi diputuskan tidak harus tinggal di Turki sebelum tanggal pengadilan berikutnya pada 22 November 2017.
Walau dibebaskan, mereka tetap harus menghadapi persidangan kasus dugaan terlibat terorisme. Kasus tersebut menjerat para aktivis, yang berjumlah 11 orang. Mereka terancam hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Kasus ini telah menimbulkan ketegangan antara Turki dengan Eropa. Bahkan, mereka khawatir Turki dibawah kepemimpinan Presiden Tayyip Erdogan menjadi negara otoriter.
“Ini adalah perkembangan yang menyenangkan bahwa teman-teman kita dilepaskan. Tapi kasus ini seharusnya tidak pernah ada. Kita membutuhkan sebuah negara hukum dan kita membutuhkan dukungan dari warga kita,” kata salah satu pengacara mereka, Erdal Dogan.
Hampir semua aktivis ditahan pada bulan Juli 2017 setelah berpartisipasi dalam sebuah lokakarya tentang keamanan digital. Lokakarya diadakan di sebuah pulau di lepas pantai Istanbul.
Jaksa menjerat mereka dengan sejumlah tuduhan, termasuk membantu Partai Pekerja Kurdistan dan jaringan ulama yang mencari suaka dan bermukim di Amerika Serikat, Fethullah Gulen. Partai Pekerja dan Gulen dituduh menjadi dalang percobaan kudeta yang gagal tahun lalu.
Eser sebelumnya mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah ditangkap karena melakukan pekerjaannya.
“Saya tidak mengerti bagaimana saya bisa dikaitkan dengan tiga organisasi teroris yang berbeda hanya karena menghadiri sebuah lokakarya. Saya tidak menyesal. Saya baru saja melakukan pekerjaan saya sebagai pembela hak asasi manusia,” Tegas sang Aktivis.
Terdakwa lainnya, Ozlem Dalkiran, anggota dewan dari komunitas Perpanjangan Tangan Orang Turki (the Turkish arm of the Citizens), sebuah kelompok hak asasi Eropa, mengatakan kepada pengadilan, “Saya tidak tahu mengapa kami ada di sini.”
Jaksa penuntut mengaitkan Amnesty dengan gerakan aksi mogok makan yang dipenjara. Jaksa juga menuduh beberapa terdakwa melakukan kontak komunikasi dengan orang-orang yang telah mendownload aplikasi pesan terenkripsi. Aplikasi itu digunakan oleh para pelaku kudeta.
Pihak Turki dibawah tangan besi Erdogan telah memenjarakan lebih dari 50.000 orang. Mereka hingga kini masih menunggu sidang atas nama tindakan keras. Tindakan keras diambil Erdogan menyusul kudeta militer yang gagal. Erdogan mengatakan pembersihan di masyarakat diperlukan untuk menjaga stabilitas di sebuah negara kunci NATO yang berbatasan dengan Iran, Irak dan Suriah.
Negara-Negara Eropa kini khawatir Erdogan menggunakan Polisi dan Penyelidik untuk membungkam oposisi serta merongrong peradilan. Kasus ini telah memperburuk hubungan Turki dengan Uni Eropa.
Tidak lama setelah operasi penangkapan, Jerman mengatakan sedang meninjau proposal Turki untuk membeli persenjataan dari Jerman. Seorang menteri kabinet di Berlin membandingkan perilaku Ankara dengan bekas Komunis Jerman Timur.
Kanselir Jerman, Angela Merkel mengatakan bahwa usaha 12 tahun Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa harus dihentikan. Meskipun Ankara mengatakan bahwa pihaknya tetap bertekad untuk terus melanjutkan proses aksesinya. (waa)