oleh HENRY JOM
Universitas-universitas papan atas Australia diungkap telah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Komunis Tiongkok. Kolaborasi tersebut terkait pengembangan teknologi pengawasan massal dan militer.
Investigasi itu ditemukan oleh sebuah penyelidikan bersama yang dilakukan oleh Four Corners & Background Briefing seperti dilaporkan oleh media Australia, ABC.
Penyelidikan menemukan setidaknya, ada 30 contoh kolaborasi antara Australian National University (ANU) dan Universitas Pertahanan Tiongkok, serta kolaborasi antara University of Technology Sydney, University of Adelaide, dan University of Sydney.
Setidaknya dua dari perusahaan Tiongkok itu telah dimasukkan dalam daftar hitam oleh Amerika Serikat dalam sepekan terakhir. Hal demikian di tengah-tengah laporan bahwa teknologi mereka telah digunakan untuk mengawasi etnis Uighur dan minoritas Muslim di wilayah Xinjiang, Tiongkok.
Uighur adalah di antara kelompok-kelompok agama yang menghadapi penganiayaan berat di dalam pemerintahan Komunis Tiongkok karena keyakinan mereka.
Dan Tehan, menteri Pendidikan Australia, kepada Four Corners mengatakan, semuanya berurusan dengan ancaman yang terjadi. Ancaman tersebut yang telah mencapai tingkat proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ia mengatakan, pihaknya memastikan dengan sangat jelas tentang tanggung jawab universitas ketika berkolaborasi dengan pemerintah mana pun. Dikarenakan sangat penting baginya untuk memastikan kolaborasi itu benar dan demi kepentingan Australia.
Perusahaan Berkaitan dengan Tiongkok Menargetkan Universitas-Universitas Australia dan Penelitiannya
Global Tone Communication -GTCOM- sebuah perusahaan penambangan data global yang mayoritas dimiliki oleh rezim Komunis Tiongkok, baru-baru ini menandatangani Nota Kesepahaman dengan Universitas New South Wales (UNSW) untuk menguji teknologinya.
GTCOM menawarkan kemampuannya untuk menambang data dalam 65 bahasa dengan kecepatan 16.000 kata per detik dari situs web dan media sosial.
Samantha Hoffman, seorang analis di The Australian Strategic Policy Institute –ASPI– sebuah lembaga Kebijakan Strategis Australia mengatakan kepada Four Corners, bahwa meskipun Global Tone Communication tampaknya merupakan penyedia layanan terjemahan, perusahaan tersebut mengumpulkan data yang mendukung keamanan negara Tiongkok. Data-data itu, ditenggari kemudian berubah menjadi informasi yang dapat digunakan dalam berbagai konteks, apakah itu sistem kredit sosial Tiongkok. Langkah itu sebagai upaya terkait fusi sipil militer, terkait pengumpulan intelijen militer.
Seorang juru bicara Universitas New South Wales mengatakan kepada Four Corners, bahwa Global Tone Communication “tidak memiliki pengaruh pada program-program Universitas New South Wales.”
Juru bicara itu seperti dilaporkan The Epochtimes, pihak kampus tertarik untuk mengejar transparansi yang lebih besar serta meningkatkan dengan kolaborasi Pemerintah Australia. Hal demikian, untuk memastikan operasinya selalu sejalan dengan kepentingan nasional.
Ternyata hasil investigasi, GTCOM juga berbagi informasi dengan Huawei. Yang mana, baru-baru ini juga masuk daftar hitam oleh Amerika Serikat dan dilarang dari jaringan 5G Australia.
Selain itu, Global Tone Communication juga bermitra dengan Haiyun Data, perusahaan Tiongkok lainnya yang menyediakan teknologi pengawasan untuk memantau etnis Uighur di Xinjiang.
Haiyun Data mengumumkan pada bulan Januari bersama laboratorium kecerdasan buatan dengan Universitas Teknologi Sydney atau UTS.
UTS mengkonfirmasi kepada Four Corners, bahwa ia memiliki proyek penelitian dengan Haiyun untuk mengembangkan teknologi untuk pengenalan tulisan tangan.
Namun, Universitas Teknologi Sydney mengatakan bahwa tidak ada laboratorium bersama dan bahwa laporan Tiongkok pada pengumuman Januari adalah “Penyampaian yang Keliru.”
Analis ASPI Samantha Hoffman juga mengatakan, bahwa Haiyun memiliki perjanjian lain yang ditandatangani dengan universitas, seperti pusat penelitian yang didanai oleh perusahaan BUMN militer Komunis Tiongkok, China Electronics Technology Corporation (CETC).
Penelitian tersebut bernilai 10 juta dolar Australia. CETC juga terlibat dalam pemantauan massal etnis Uighur, yang mana Universitas Teknologi Sydney membantah terlibat.
Universitas-universitas Australia lainnya yang telah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Komunis Tiongkok, seperti yang dilaporkan oleh Four Corners, termasuk: University of Adelaide dengan Megvii, sebuah perusahaan yang baru-baru ini masuk daftar hitam yang dikenal dengan teknologi pengenalan wajah.
University of Sydney dan SenseTime, perusahaan lain yang masuk daftar hitam Amerika yang melacak objek bergerak melalui pengawasan video.
Australian National University dengan China’s National University of Defense Technology yang mempelajari komunikasi rahasia, di antara banyak penelitian lain.
Seorang juru bicara University of Adelaide mengatakan, bahwa proyek Megvii bukanlah kolaborasi formal. Sementara itu, Sydney University mengatakan bahwa kolaborasi SenseTime sedang ditinjau ulang.
Wakil rektor Australian National University , Profesor Brian Schmidt mengatakan bahwa dia tidak mengetahui penelitian tersebut. Akan tetapi mengatakan kepada Four Corners bahwa “jika ada bidang penelitian tertentu yang merusak kepentingan nasional, kita perlu melihatnya.”
Alastair MacGibbon, mantan kepala Pusat Keamanan Siber Australia, Direktorat Sinyal Australia mengatakan kepada Four Corners: bahwa Australia perlu memahami bahwa teknologi dapat disalahgunakan dan dalam masyarakat di mana teknologi ada di mana-mana dan sekarang ada di masyarakat Australia. Maka selanjutunya, Australia harus mengajukan pertanyaan tentang apakah mereka berkontribusi pada sesuatu yang pada akhirnya akan menjadi hal sangat menindas bagi negara sendiri dan orang lain.
Satgas Khusus Ditetapkan untuk Menanggulangi Gangguan Asing di Universitas
Menteri Pendidikan Dan Tehan telah mengumumkan pada 28 Agustus lalu bahwa satuan tugas dibentuk untuk menindak upaya pemerintah asing untuk ikut campur dalam universitas-universitas Australia.
Seperti dilaporkan The Epochtimes, Langkah itu dilihat sebagai tanggapan untuk mengekang pengaruh Komunis Tiongkok di Universitas Australia. Itu setelah insiden demonstran pro-Komunis Tiongkok yang terlibat bentrok dengan demonstran pro-Hong Kong.
Selain itu, pada 22 Agustus, Departemen Pendidikan New South Wales mengumumkan pembatalan Institusi Konfusius yang terkait dengan Komunis Tiongkok di sekolah-sekolah negeri NSW setelah tinjauan selama setahun.
Tehan dalam sebuah pernyataan mengatakan, Pemerintah mengambil tindakan untuk memberikan kejelasan di persimpangan keamanan nasional, penelitian, kolaborasi, dan otonomi universitas.
Profesor etika Universitas Charles Sturt, Clive Hamilton mengatakan, “Beberapa universitas mulai menerima pesannya.”
Menurut Hamilton, banyak universitas menutup telinganya, mereka tidak dapat mendengar semacam peringatan. Oleh karena itu, Tidak ada alasan lagi. Mungkin tiga dari empat tahun lalu wakil rektor universitas bisa berkata, “Oh, ya, kami tidak tahu.” Kini, hal demikian bukan lagi sebagai alasan. Hal yang Naif tidak bisa lagi menjadi alasan.
Richard Szabo, Mimi Nguyen-Ly, dan The Associated Press berkontribusi pada laporan ini.