Epochtimes.com, oleh Chen Ting
Di masa lalu, Tiongkok selain menjadi mitra dagang terbesar Jepang, juga sumber utama pendapatan pariwisata. Tahun lalu, jumlah wisatawan Tiongkok mencapai 9 juta 594 ribu orang dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada semua aspek ekonomi. Namun, setelah merebaknya pandemi komunis Tiongkok atau pneumonia Wuhan, hubungan bisnis yang erat ini justru menyebabkan Jepang menderita kerugian besar.
Menurut laporan ‘Nikkei’, sejak bulan Februari tahun ini industri Tiongkok berhenti berproduksi, sehingga impor dari Tiongkok menurun hampir 50%. Selain itu, mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan manufaktur Jepang karena sulit memperoleh komponen.
Menurut perkiraan ‘Tokyo Shoko Research’, sebuah lembaga think tank Jepang, bahwa perusahaan yang terdaftar di Jepang akan kehilangan omzet perdagangan sebesar 180 juta yen atau setara 16,71 miliar dolar AS.
Pada 5 Maret, pemerintah Jepang mengumumkan rencana pemberian bantuan kepada perusahaan-perusahaan Jepang untuk memindahkan basis produksi mereka dari daratan Tiongkok ke Jepang.
Pada 7 April Shinzo Abe mengumumkan penerapan stimulus ekonomi terbesar dalam sejarah Jepang. Di antara rancangan stimulus yang totalnya berjumlah 108 triliun yen atau setara 990 miliar dolar AS, 220 miliar yen untuk mensubsidi perusahaan memindahkan jalur produksi kembali ke Jepang, dan 23,5 miliar Yen untuk memindahkan jalur produksi ke negara lainnya.
Menurut survei yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri Tokyo pada bulan Februari, setelah merebaknya wabah komunis Tiongkok, sekitar 37% dari 2.600 lebih perusahaan yang diwawancarai telah melakukan pembelian yang beragam dari luar daratan Tiongkok.
Dengan penerapan rencana stimulus ekonomi ditambah dengan ketidakpercayaan terhadap pemerintah Tiongkok, dapat diyakini akan ada lebih banyak perusahaan Jepang mempertimbangkan untuk memindahkan kapasitas produksi mereka keluar dari Tiongkok.
Matthew Goodman, seorang rekan senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional di ASÂ kepada VOA mengatakan : “Saya tidak berpikir bahwa dana itu merupakan pendorong kuat buat perusahaan-perusahaan Jepang, tetapi itu memang menjadi sinyal kebijakan yang kuat”.
Perusahaan asing mempercepat langka hengkang dari Tiongkok
Setelah penyebaran hebat virus komunis Tiongkok, cara komunis Tiongkok dalam pengendalian dan penipuan informasi tidak hanya membuat negara-negara semakin marah, tetapi juga menuntut komunis Tiongkok untuk bertanggung jawab. Perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok juga semakin sadar bahwa ketergantungan terhadap produksi dan penjualan kepada Tiongkok memiliki risiko yang tinggi.
Seiring dengan rencana pemerintah Jepang menarik lini produksinya dari daratan Tiongkok, penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow juga menyarankan kepada pemerintah AS untuk membantu biaya relokasi kepada perusahaan AS yang bermaksud hengkang dari daratan Tiongkok.
Larry Kudlow menyarankan : “Pemerintah AS dapat memberikan 100% pengurangan pajak langsung untuk semua pengeluaran perusahaan yang menarik diri dari Tiongkok ke Amerika Serikat, termasuk semua biaya untuk pabrik, peralatan, kekayaan intelektual, infrastruktur, dekorasi dan sebagainya”.
Kearney, sebuah perusahaan AS yang bergerak sebagai konsultan manufaktur global menunjukkan dalam sebuah laporan yang dirilis baru-baru ini, menyebutkan bahwa volume produksi domestik AS pada tahun 2019 secara signifikan lebih tinggi daripada volume impor dari 14 negara Asia. Ini adalah titik balik paling dramatis selama 5 tahun terakhir. Hasil ini hampir seluruhnya berasal dari penurunan tajam impor dari Tiongkok.
Laporan itu juga menunjukkan bahwa dengan merebaknya wabah, risiko melakukan pengadaan dan produksi di Tiongkok menjadi semakin menonjol. Selain itu, perusahaan akan mengurangi ketergantungan mereka pada Tiongkok.
Banyak perusahaan Taiwan di Tiongkok juga berupaya untuk memindahkan kapasitas produksi mereka keluar dari Tiongkok, ini sebagai fokus operasional mereka untuk tahun 2020.
Menurut media Taiwan ‘TechNews’ bahwa produsen peralatan asli utama Taiwan, seperti Quanta, Compal, Pegatron, Wistron, Inventec, Foxconn, dan lainnya akan menetapkan pembangunan jalur produksi di luar daratan Tiongkok sebagai fokus progres tahunan perusahaan. Rencana untuk memperbesar investasi atau mengekspansi kapasitas produksi di dalam negeri Taiwan atau di luar negeri akan diprioritaskan.
Komite Pertanian Taiwan juga menyatakan pada 14 April, bahwa nilai produk pertanian Taiwan yang diekspor ke pasar di luar Tiongkok meningkat sebesar. 600 juta dolar Taiwan pada tahun ini. Negara pengimpor hasil pertanian terbesar telah berpindah dari Tiongkok ke Jepang, sehingga telah berhasil mencapai target untuk diversifikasi risiko dan memperluas pasar luar negeri.
Esprit, merek pakaian internasional terkenal telah meluncurkan kegiatan penjualan “cuci gudang” sejak 15 April di beberapa outletnya di Beijing dan Shanghai. Diperkirakan Esprit melakukan penjualan “banting harga” bertujuan untuk menutup seluruh outlet mereka di Tiongkok.
Menurut laporan Agence France-Presse, sebelum wabah, sebuah survei terhadap perusahaan Jerman di Tiongkok menunjukkan bahwa 104 perusahaan Jerman telah memutuskan atau sedang mempertimbangkan untuk menarik kapasitas produksi mereka dari daratan Tiongkok, sekitar 23% dari perusahaan yang disurvei.
Dari 104 perusahaan Jerman ini, sepertiganya telah berencana untuk mundur total dari Tiongkok. Dengan berkembangnya epidemi dan investigasi lanjutan, tren hengkang ini akan menjadi lebih besar.
Pemasok tanah jarang asal Australia ‘Lynas’ juga mengatakan, baru-baru ini bahwa wabah pneumonia komunis Tiongkok lebih menyadarkan mereka pentingnya untuk mendesentralisasi rantai pasokan dari Tiongkok.
Lynas pada 20 Mei 2019 telah mengumumkan rencana pembangunan pabrik pengolahan tanah jarang di Amerika Serikat. Perusahaan itu juga menandatangani nota kerja sama dengan produsen Texas Blue Line Corporation.
Saat ini, virus komunis Tiongkok masih terus menyebar ke seluruh dunia, merenggut puluhan ribu jiwa orang di dunia. Namun, selama epidemi ini, tindakan merugikan kredibilitas mereka sendiri baik yang dilakukan oleh pemerintah komunis Tiongkok maupun perusahaannya telah membuat perusahaan asing kehilangan kepercayaan terhadap Tiongkok, merusak reputasi ‘Made in China’.
Keterangan Gambar: Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengalokasikan dana sebesar JPY. 220 miliar untuk membantu perusahaan Jepang yang hendak memindahkan jalur produksinya dari daratan Tiongkok. Di masa mendatang akan semakin banyak negara dan perusahaan melepas ketergantungan mereka pada Tiongkok. (Getty Images)
(Sin/asr)
Video Rekomendasi