oleh Zhou Xiaohui
Pada 15 Agustus waktu setempat, Presiden AS, Donald J. Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih menyampaikan pernyataan berikut: “Republik Rakyat Tiongkok telah membeli jagung dan kacang kedelai serta daging terbanyak sepanjang sejarah, mereka membeli banyak produk pertanian, tapi mereka melakukannya hanya untuk membuat saya senang, sebenarnya mereka sedang bermimpi Biden akan menang dalam pilpres, tapi menurut saya Biden tidak akan menang. Kalau sampai Biden menang, maka partai komunis Tiongkok pun akan memiliki Amerika, dan kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.”
Berdasarkan data Kementerian Pertanian AS dan Kementerian Pertanian Komunis Tiongkok, dalam beberapa bulan terakhir ini Beijing telah memperbesar pembelian produk pertanian Amerika. Mereka menyebutkan bahwa hingga hari ini, Tiongkok telah mengimpor 1,76 juta ton jagung, dan 160.000 ton kacang kedelai dari AS. Ini sepertinya menandakan, Beijing tengah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan dagang AS-Tiongkok tahap pertama.
Beijing masih berharap dapat membina hubungan ekonomi dagang yang baik dengan AS. Berdasarkan kesepakatan dagang kedua negara tahap pertama pada Januari tahun ini, Komunis Tiongkok berjanji dalam 2 tahun ke depan ini akan membeli produk pertanian AS dengan total nilai USD 80 miliar (11.821 triliun rupiah).
Akan tetapi, pernyataan lugas Trump pada 15 Agustus lalu terhadap sikap Beijing bisa dibilang sangat menohok, dan langsung mengekspos trik komunis Tiongkok di hadapan dunia. Entah bagaimana geramnya para petinggi Zhongnanhai setelah mendengarnya.
Pernyataan Trump tersebut mengungkap tiga lapisan makna:
Pertama, Trump sangat jelas akan tujuan Komunis Tiongkok membeli produk pertanian dalam jumlah besar, sama halnya seperti belum lama berselang pengakuan komunis Tiongkok lewat mulut sejumlah pejabat tingginya dubes untuk AS, Cui Tiankai, Menlu Wang Yi, pejabat tinggi Yang Jiechi, yang mengatakan berharap menjaga hubungan baik dengan AS dan diplomatik ala “serigala perang” yang agak ditahan, adalah bertujuan membuat Amerika mati rasa sekaligus membohongi diri sendiri, sehingga mengurangi hantaman terhadap Komunis Tiongkok, agar dapat mengulur waktu hingga melewati pilpres AS pada November mendatang.
Kedua, Trump sangat memahami, Komunis Tiongkok hendak mengulur waktu hingga pilpres AS nanti, karena Beijing telah meletakkan harapan terakhir pada Biden yang pro-komunis. Jika Biden terpilih menjadi presiden, berdasarkan sikap lunak Partai Demokrat terhadap Komunis Tiongkok sebelumnya, terlebih lagi karena Komunis Tiongkok pernah memberi kemudahan bagi putra Biden dan berkomplot dengannya, akan ada banyak serangan balasan AS terhadap Komunis Tiongkok yang akan dipaksa berhenti, Komunis Tiongkok pun akan mendapat waktu lagi untuk bernapas, dan terus memperkuat penetrasinya di Amerika dan dunia Barat, untuk mencapai ambisi ekspansi dan menguasai dunia. “Partai Komunis Tiongkok bakal memiliki Amerika” bukanlah sekedar omong kosong belaka.
Ketiga, Trump secara jelas menyatakan, tidak akan membiarkan impian Komunis Tiongkok menjadi kenyataan, dan dirinya yakin Biden tidak akan terpilih menjadi presiden AS berikutnya. Karena Trump tanpa ampun telah mengungkap kedok Komunis Tiongkok, dan menampar muka Beijing, kembali menunjukkan Trump sendiri dan pemerintahannya sudah tak lagi tersisa sedikit pun kompromi dengan Beijing, untuk mencegah Komunis Tiongkok mengintervensi pilpres AS. Sebelum November tiba Trump pasti akan terus menyerang Partai Komunis Tiongkok dari segala sisi. Akan terus melakukan serangkaian hantaman terhadap Partai Komunis Tiongkok dalam hal politik, diplomatik, ekonomi, teknologi, dan lain-lain.
Selama hampir sebulan terakhir pemerintah AS telah menutup Konjen Tiongkok di Houston yang dituduh terlibat kegiatan mata-mata, mencabut status istimewa bagi Hong Kong, melakukan aksi “pembersihan internet” pada lima bidang, mengaktifkan prosedur delisting perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa efek Amerika, melarang WeChat dan TikTok, memberi sanksi bagi 11 orang pejabat Komunis Tiongkok di Hong Kong, mengutus Menteri Kesehatan AS dalam skala tinggi berkunjung ke Taiwan, menetapkan Institut Konfusius sebagai “utusan negara asing” dan lain sebagainya, itu semua baru “menu pembuka selera” AS dalam balas menyerang Komunis Tiongkok, dan Menlu AS Mike Pompeo saat diwawancarai 10 Agustus lalu sempat mengemukakan “menu utama berupa satu untaian tindakan yang sangat panjang” sedang dalam penyelesaian.
Bisa diprediksi di dalam “satu untaian tindakan yang sangat panjang” itu mungkin yang akan dilakukan adalah larangan terhadap Alibaba, Tencent dan lain-lain yang melayani Komunis Tiongkok. Pada konferensi pers terakhir Trump telah mengungkapkan, selain TikTok, WeChat, dan Huawei, Amerika sedang mempertimbangkan melarang perusahaan hi-tech Komunis Tiongkok lainnya. Trump belum mengungkap daftar nama perusahaan tersebut, akan tetapi saat wartawan mengatakan Alibaba, Trump tidak menyangkalnya, dan hanya berkata sedang dipertimbangkan.
Satu kemungkinan adalah Trump akan mengeluarkan perintah eksekutif seperti yang dilakukan terhadap ByteDance sebagai induk perusahaan TikTok, yakni dalam tempo 90 hari membatalkan seluruh transaksi bisnisnya di AS, dan menghancurkan data pengguna AS yang (yang telah dicuri dan) berada di tangannya.
Tidak diragukan lagi, “satu untaian tindakan yang sangat panjang” dimulai dari menghardik Konjen Tiongkok, memberlakukan “pembersihan internet”, melarang WeChat, TikTok, Huawei, Alibaba, dan lain sebagainya, menetapkan Institut Konfusius sebagai “utusan negara asing”, bertujuan untuk mengurangi pengaruh Komunis Tiongkok terhadap AS dan warganya, untuk mengurangi gangguan Partai Komunis Tiongkok terhadap pilpres AS. Semua Tindakan tersebut membuat pejabat diplomatik Tiongkok dan perusahaan Tiongkok di luar negeri mau tidak mau harus memikirkan dirinya sendiri sebelum melakukan kerja bagi majikannya, karena begitu melanggar hukum Amerika, yang sial adalah dirinya sendiri.
Selain itu, terhadap Beijing yang saat ini tengah gencar mendorong realisasi mata uang digital, AS juga akan melakukan balasan yang sepadan. Tahun lalu Pompeo telah mengatakan, sasaran dari mata uang Block-Chain PKT ditujukan pada Amerika. Seiring dengan tidak terjaminnya status istimewa Hong Kong, mata uang HKD sewaktu-waktu bisa terlepas dari USD, perang finansial akan segera meletus, Komunis Tiongkok berusaha menggunakan mata uang digital untuk mempengaruhi USD, dan opsi serangan balasan AS adalah bisa memutus Root Name Server terhadap Tiongkok, mengobarkan perang nilai tukar mata uang, dan melarang lembaga keuangan Tiongkok menggunakan USD dalam transaksinya, dan lain sebagainya.
Sedangkan jurus pamungkas AS yakni “membekukan atau menyita aset milik pejabat tinggi Komunis Tiongkok berikut seluruh keluarga mereka yang ada di luar negeri”, lalu mengumumkan Komunis Tiongkok sebagai organisasi teroris, boleh jadi juga akan dikeluarkan menunggu momentum yang tepat. Jika Trump ingin memberikan pukulan yang paling mematikan bagi Komunis Tiongkok sebelum pilpres, maka jurus pamungkas ini pasti memiliki dampak yang teramat besar.
Seperti pada akhir pekan lalu mantan kepala strategi Gedung Putih, Steve Bannon saat diwawancarai oleh Fox News mengatakan, “Biden adalah calon dari Beijing, dia adalah komplotan Partai Komunis Tiongkok dan telah disuap oleh Komunis Tiongkok, Harris (putra Biden) hanya sebagai pajangan saja, mereka tidak berdaya melawan ancaman Komunis Tiongkok. Kunci kemenangan Trump dalam pilpres adalah membidik Beijing, harus membuat mereka bertanggung jawab atas pandemi, membuat mereka menanggung kerugian ekonomi yang begitu besar ini, membuat mereka bertanggung jawab atas nyawa tak terhitung banyaknya yang telah melayang. (Kita) harus mulai melawan Komunis Tiongkok dari segala sisi, secara teknologi, secara ekonomi, memindahkan kembali rantai pasokan, memindahkan lapangan pekerjaan industri yang memiliki nilai plus, ini adalah jalan menuju kemenangan. Presiden Trump harus bertindak! Bertindak! Bertindak!”
Apakah Beijing sudah mendengarkan suara sangkakala berbunyi? (sud)
Keterangan Foto : Presiden Donald Trump mengadakan konferensi pers di Brady Press Briefing Room di Gedung Putih di Washington, pada 19 Agustus 2020. (Chip Somodevilla / Getty Images)
Video Rekomendasi :