oleh Wang He
Di tengah pandemi COVID-19, Beijing telah memanfaatkan krisis tersebut sebagai sebuah kesempatan bisnis untuk mengekspor alat pelindung diri dan perlengkapan medis buatan Tiongkok. Namun, sejumlah besar kit pengujian COVID-19 dan masker buatan Tiongkok memiliki mutu yang lebih rendah. Dan ini sekali lagi mencoreng citra Tiongkok di mata internasional.
Partai Komunis Tiongkok membantah bertanggung jawab menyebarkan Coronavirus dan bahkan menuduh negara-negara lain sebagai sumber Coronavirus. Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok terlibat dalam “diplomasi masker” dan “diplomasi anti-epidemi.”
Kit Pengujian yang Rusak
Pada tanggal 25 Agustus 2020, Badan Kesehatan Masyarakat Swedia menyatakan bahwa sekitar 3.700 orang di Swedia memberi hasil positif palsu karena kit pengujian yang rusak dari Tiongkok. Dan, kit-kit pengujian ini juga didistribusikan secara luas ke negara-negara lain.
Pada tanggal 27 April 2020, penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menuduh Tiongkok “mengirimkan pengujian antibodi Coronavirus yang berkualitas rendah dan bahkan memalsukan kit pengujian antibodi Coronavirus ke Amerika Serikat.”
Pada hari yang sama, Dewan Riset Medis India bertanya kepada pemerintah-pemerintah negara bagian untuk mengembalikan kit pengujian antibodi Coronavirus yang cepat “karena hasilnya adalah tidak memuaskan,” menurut laporan-laporan media India.
Kit pengujian antibodi Coronavirus tersebut berasal dari dua perusahaan Tiongkok, Wondfo Biotech dan Livzon Diagnostic.
Masker yang Rusak
Pada tanggal 28 Maret 2020, Kementerian Kesehatan Belanda mengeluarkan pernyataan bahwa Belanda menerima 1,3 juta masker, bertanda “KN95,” dari sebuah pabrik Tiongkok. Namun, setelah dua kali uji, Kementerian Kesehatan Belanda menemukan masalah-masalah dengan masker-masker tersebut karena “masker-masker tersebut tidak menutup wajah dengan benar, atau memiliki penyaring yang rusak,” saluran televisi umum Belanda NOS melaporkan. Bagian kiriman tersebut didistribusikan ke berbagai rumah sakit. Pihak berwenang dengan segera menarik kembali, hampir setengah pengiriman masker tersebut dan mengatakan pengiriman yang akan datang akan dikenakan pengujian tambahan.
Mutu masker memiliki pengaruh yang lebih besar di Amerika Serikat. Pada tanggal 3 April 2020 karena kekurangan masker N95, Administrasi Makanan dan Obat-Obatan mengeluarkan sebuah otorisasi darurat yang baru untuk Respirator Penutup Wajah yang Memiliki Penyaring Sekali Pakai, yang Terbukti Tidak Mengandung NIOSH yang diproduksi di Tiongkok.
Data menunjukkan bahwa dari tanggal 1 Maret hingga 5 Mei 2020, Tiongkok memberikan lebih dari 6,6 miliar masker ke Amerika Serikat. Untuk alasan keamanan, Administrasi Makanan dan Obat-Obatan melakukan tinjauan sekilas terhadap masker-masker buatan Tiongkok ini.
Hasil uji yang dirilis pada tanggal 7 Mei 2020, menemukan bahwa sekitar 60 persen dari 67 jenis masker N95 impor adalah tidak memenuhi standar mutu. Pada hari yang sama, Administrasi Makanan dan Obat-Obatan menyatakan, pihaknya telah mencabut izin lebih dari 60 pabrikan Tiongkok untuk mengekspor masker N95 ke Amerika Serikat, hanya menyisakan 14 perusahaan yang resmi.
Menanggapi tekanan internasional, pada tanggal 31 Maret 2020 para pejabat Tiongkok mengumumkan bahwa “reagen uji, masker wajah medis, jubah pelindung medis, ventilator dan termometer inframerah untuk ekspor, harus disertifikasi oleh departemen administrasi produk medis negara dan sesuai dengan persyaratan mutu negara atau wilayah pengimpor.”
Namun demikian, tindakan resmi ini tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah krisis mutu “buatan Tiongkok,” karena krisis mutu adalah hasil dari lingkungan bisnis Tiongkok yang korup. Jika lingkungan bisnis ini tidak diperbaiki, maka krisis mutu akan muncul setiap saat. Pandemi COVID-19 adalah hanya satu katalis.
The Hill menerbitkan komentar oleh anggota Kongres AS Michael McCaul (R-Texas) yang berbunyi :
“Beijing telah terlibat dalam “diplomasi masker” —dengan mengirimkan persediaan medis ke seluruh dunia, dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai mitra yang layak dalam perang melawan Coronavirus dan dengan harapan dunia akan melupakan kegagalan Partai Komunis Tiongkok, yang harus disalahkan karena mengakibatkan penderitaan di seluruh dunia. Tentu saja, propaganda Partai Komunis Tiongkok selanjutnya, dengan mudah gagal menyebutkan berapa banyak dari pasokan ini, adalah cacat atau bagaimana Partai Komunis Tiongkok dilaporkan menimbun pasokannya saat PKT mengenai penyebaran virus tersebut di dalam wilayahnya sendiri.”
Produksi Kain Melt-Blown
Kain melt-blown adalah kain nont tenun yang digunakan sebagai bahan baku inti masker. Tahun ini, harga kain melt-blown per ton naik dari harga 18.000 yuan menjadi lebih dari 700.000 yuan, dan pasokan tidak dapat memenuhi permintaan.
Berdasarkan laporan media Tiongkok, perusahaan terkait kain melt-blown di Tiongkok meningkat 1.250 antara tanggal 1 Februari hingga 13 April 2020; dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019, tingkat pertumbuhannya lebih dari 4.500 persen. Mutu produk di bawah standar dalam toko-toko produksi kain melt-blown yang baru ini, mendorong pihak berwenang untuk menutup semua produksi “selama pembetulan.”
Lingkungan Manufaktur Di Bawah Standar
Pandemi menyebabkan kekurangan masker di seluruh dunia. Dikabarkan kertas toilet digunakan untuk memenuhi permintaan masker saat COVID-19 mulai menyebar di Asia.
Media Hong Kong, Ming Pao melaporkan bahwa manajemen pabrik masker di Tiongkok saat ini adalah sedang kacau. Banyak dealer mempromosikan layanannya melalui WeChat atau pemasaran dari mulut ke mulut dan menangani proses sertifikasi perbekalan kesehatan.
Sertifikat kualifikasi pabrik dapat dengan mudah diperoleh, dan beberapa layanan dikenakan biaya 30.000 yuan, untuk mendapatkan sertifikasi Eropa dan Amerika. Enam puluh persen pabrik-pabrik tidak memiliki bengkel aseptik dan area produksi adalah kotor dan tidak higienis.
Sering kali, mesin-mesin masker diproduksi dengan segera tanpa dibersihkan dengan benar, itu setelah mesin-mesin masker tersebut tiba di tempat kerja. Beberapa pekerja tidak menggunakan masker atau sarung tangan.
Kota Pengchang di kota Xiantao, Provinsi Hubei dikenal sebagai ibukota kain non tenun. Produksi kain non tenunan di kota Pengchang menyumbang 60 persen dari total produksi Tiongkok dan seperempat dari pangsa pasar global. Namun, pihak berwenang setempat menutup 273 tempat UKM yang ilegal di kota Pengchang dan menyita lebih dari 46 juta masker di bawah standar, menurut laporan media Tiongkok.
Praktik Bisnis yang Tidak Etis
Dilihat dari keadaan ekonomi Tiongkok saat ini dan krisis mutu produknya, rezim Komunis telah mengembangkan lingkungan yang korup.
Faktanya, Partai Komunis Tiongkok menyadari bahwa mutu yang rendah telah menjadi batu sandungan untuk produk buatan Tiongkok. Hal ini juga telah meluncurkan kebijakan dalam upaya meluncurkan “revolusi mutu.”
Pada tahun 1992, 1999, dan 2007, Partai Komunis Tiongkok mengadakan tiga konferensi “pekerjaan berkualitas” nasional. Dewan Negara Partai Komunis Tiongkok mengumumkan, “Garis Besar mengenai Mutu Revitalisasi 1996-2010” dan “Garis Besar Pengembangan Kualitas 2011-2020”.
Setelah Xi Jinping menjabat, tiga konferensi “pekerjaan berkualitas” diadakan pada tahun 2104, 2017 dan 2019. Pada tanggal 5 September 2017, Dewan Negara Partai Komunis Tiongkok mengeluarkan laporan, “Panduan dan Opini mengenai Melakukan Tindakan Peningkatan Mutu.”
Namun demikian, dokumen dan kebijakan tersebut tidak membuat perbedaan, karena standar mutu tidak meningkat selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2007, Mattel, sebuah perusahaan pembuat mainan AS, mengumumkan penarikan besar-besaran produk buatan Tiongkok, karena kadar cat timbal yang berlebihan. Dalam tahun berikutnya, pembuat susu bubuk Tiongkok Sanlu Group mengumumkan, penarikan kembali beberapa produknya karena terkontaminasi dengan senyawa kimia melamin yang beracun.
Jepang mengalami krisis mutu yang serupa selama pertumbuhannya di tahun 1970-an, sedangkan Korea Selatan mengalami krisis mutu yang serupa selama pertumbuhannya di tahun 1980-an.
Pada saat itu, mobil murah Jepang dan Korea memasuki pasar Amerika Serikat tetapi mutunya dianggap buruk. Namun, Jepang dan Korea Selatan membalikkan keadaan. Perusahaan mobil Jepang memfokuskan sumber dayanya dalam meningkatkan mutu produknya. Hyundai membentuk tim kendali mutu pada tahun 1999, belajar dari kesalahan pembuat mobil Jepang dan terus meningkat investasi penelitian dan pengembangan. Alhasil, mobil Jepang dan Korea telah menguatkan pengakuan dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Partai Komunis Tiongkok Tidak Ada Harapan
Adalah mustahil bagi Partai Komunis Tiongkok untuk melakukan perbaikan nyata, serupa dengan keberhasilan yang dicapai Jepang dan Korea Selatan dalam menciptakan mobil bermutu. Saat dihadapkan pada krisis besar, Partai Komunis Tiongkok menolak untuk menangani masalah tersebut secara langsung.
Partai Komunis Tiongkok berpura-pura menjadi korban atau mengalihkan kesalahan, mengklaim bahwa partai lain “menjelekkan Tiongkok” atau “menjadi dipolitisir.” Partai Komunis Tiongkok mencari kambing hitam dan berurusan dengan “pelaku.” Pada saat yang sama, rezim Tiongkok mengendalikan opini publik dan menindak para whistleblower dan pembangkang. Di bawah sistem totaliter, Partai Komunis Tiongkok menciptakan lingkaran setan dalam menghadapi krisis.
Dalam hal ini, tidak terlalu sulit untuk memahami nasib Zhao Lianhai, ayah dari seorang anak yang menderita batu ginjal pada tahun 2008, karena minum susu formula yang terkontaminasi.
Zhao Lianhai adalah pendiri “Batu Ginjal Bayi,” sebuah kelompok yang membantu orang tua mencari ganti rugi hukum untuk penyakit anak-anaknya karena minum susu yang tercemar melamin.
Pada tahun 2010, Zhao Lianhai dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara, karena tindak kejahatan “mengganggu ketertiban sosial” setelah Zhao Lianhai ikut serta dalam mengatur pertemuan para orang tua dan menerima wawancara media.
Rakyat Tiongkok telah menjadi korban terbesar dari krisis mutu “buatan Tiongkok.”
Bagaimanapun juga, ekspor-ekspor dibatasi. Apalagi dengan pasar internasional, terutama pasar yang diatur di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, Partai Komunis Tiongkok harus lebih berhati-hati dalam hal kendali mutu yang jauh lebih ketat daripada di pasar domestik. Oleh karena itu, ada fenomena ganjil di pasar dalam negeri, yaitu penjualan barang ekspor lebih baik bila diimpor kembali ke Tiongkok.
Praktik ini pada dasarnya melanggar prinsip tata kelola mutu modern. Tetapi Komunis Tiongkok telah melakukan hal ini selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2007, tahun di mana krisis mutu “buatan Tiongkok” pertama terjadi, para pejabat Tiongkok memberikan dua set data mengenai tingkat kualifikasi produk. Salah satu set data itu adalah bahwa tingkat kualifikasi keamanan pangan dalam negeri adalah 85,1 persen, dan set data lainnya adalah bahwa selama beberapa tahun terakhir, makanan diekspor dari Tiongkok ke lebih dari 200 negara dan kawasan yang memiliki tingkat kualifikasi lebih dari 99 persen. Selisihnya sekitar 15 persen.
Kedua statistik ini memperjelas bahwa rezim Komunis Tiongkok tidak peduli dengan rakyatnya sendiri. Slogan propaganda rezim Tiongkok seperti “membangun Partai Komunis Tiongkok untuk masyarakat, mengatur untuk rakyat, ”memimpin rakyat Tiongkok untuk menciptakan “keajaiban ekonomi”, “membangun masyarakat yang cukup makmur dengan cara serba bisa,” dan “kemakmuran bersama” semuanya hanyalah omong kosong.
Jika anda masih tidak tahu apa itu Partai Komunis Tiongkok, maka lihat cara penanganannya terhadap COVID-19 yang pertama kali muncul di kota Wuhan tahun lalu.
Penanganan Partai Komunis Tiongkok yang sangat buruk terhadap wabah itu, menyebabkan pandemi global. Dan, produk alat pelindung diri buatan Tiongkok yang berada di bawah standar tidak banyak berpengaruh dalam menyelamatkan nyawa-nyawa. (vv)
Wang He memegang gelar master dalam bidang hukum dan sejarah, dan telah mempelajari gerakan komunis internasional. Dia adalah seorang dosen universitas dan seorang eksekutif dari sebuah perusahaan swasta besar di Tiongkok. Wang sekarang tinggal di Amerika Utara dan telah menerbitkan komentar tentang urusan dan politik Tiongkok saat ini sejak 2017
Keterangan Foto : Pekerja memproduksi masker wajah di sebuah pabrik di Nanchang, Tiongkok, pada 8 April 2020. (STR / AFP via Getty Images)