oleh Gao Shan
Dua puluh tahun lalu, serangan teroris yang dilancarkan oleh al-Qaeda memicu Amerika Serikat terlibat dalam perang yang tercatat sebagai perang terpanjang di Afghanistan.
Pada hari yang sama rencana itu diumumkan, badan intelijen Amerika Serikat mengeluarkan prediksi pesimistis tentang prospek Afghanistan. Dikatakan bahwa kemungkinan untuk mencapai kesepakatan damai pada tahun ini sangat kecil dan memperingatkan, jika pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat mundur, maka pemerintah Afghanistan akan kesulitan dalam menahan pemberontakan Taliban.
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pernah membuat kesepakatan dengan Taliban untuk menarik pasukan pada 1 Mei.
Keputusan Biden akan melewati tenggat waktu tersebut. Pemberontak pernah mengancam bahwa jika tenggat waktu dilewati, maka mereka akan melanjutkan permusuhan terhadap pasukan asing. Tetapi Biden masih akan menetapkan tanggal penarikan pasukan dalam waktu dekat yang dapat mengurangi kekhawatiran yang dihadapi Taliban.
Gedung Putih menyatakan bahwa presiden dari Partai Demokrat mengumumkan keputusannya secara terbuka pada Rabu 14 April. Seorang pejabat senior di pemerintahan Biden mengatakan bahwa penarikan akan dimulai sebelum 1 Mei, dan mungkin selesai sebelum batas waktu 11 September.
Perlu dicatat bahwa itu tidak akan tunduk pada ketentuan lebih lanjut termasuk keamanan atau hak asasi manusia.
Pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada wartawan, “Presiden percaya bahwa sesuai dengan praktik 20 tahun terakhir, metode yang berdasarkan kondisi aktual menjadi rahasia untuk tetap berada di Afghanistan selamanya”.
Menurut pejabat tersebut, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin diperkirakan membahas keputusan ini dengan sekutu NATO di Brussel pada Rabu 14 April.
Keputusan Biden menunjukkan bahwa ia telah menyimpulkan bahwa kehadiran militer Amerika Serikat tidak akan lagi menjadi faktor penentu dalam mencapai perdamaian abadi di Afghanistan. Ini merupakan asumsi pokok dari Pentagon yang selama ini mendukung pemerintah Amerika Serikat menempatkan pasukannya di Afghanistan.
Menurut pejabat pemerintah yang cukup senior ini, masalah yang dihadapi Afghanistan tidak dapat diselesaikan dengan kekuatan militer.
“Kita akan memusatkan upaya dalam mendukung proses perdamaian yang sedang berlangsung,” katanya.
Sebuah laporan intelijen Amerika Serikat yang dikirim ke Kongres menyebutkan bahwa pemerintah Kabul terus kewalahan dalam menghadapi serangan di medan perang, dan Taliban yakin bahwa pihaknya akan memenangkan pertempuran.
Taliban menolak berkomentar dengan mengklaim bahwa keputusan Amerika Serikat tidak disampaikan kepada mereka.
Tampaknya sulit untuk menarik pasukan sebelum tenggat waktu 1 Mei, karena kurangnya persiapan lokal, tidak mungkin untuk memastikan bahwa pekerjaan ini dapat dilakukan sendiri dengan aman dan bertanggung jawab.
Pejabat Amerika Serikat juga menuduh Taliban gagal memenuhi janji mereka untuk mengurangi tindakan kekerasan. Beberapa pejabat juga memperingatkan bahwa Taliban dan Al Qaeda terus berhubungan.
Pada tahun 2001, hubungan antara Taliban dan Al Qaeda telah memicu intervensi militer Amerika Serikat terhadap Al Qaeda setelah serangan 11 September. Saat itu, para pembajak menghantamkan pesawat ke gedung World Trade Center di New York dan Pentagon di pinggiran Washington, menewaskan hampir 3.000 orang. Pemerintahan Biden telah menyatakan bahwa Al Qaeda sekarang tidak akan menjadi ancaman bagi Amerika Serikat.
Sementara itu Pemimpin Minoritas Senat dan Senator Republik dari Kentucky Mitch McConnell mengkritik Biden karena berencana untuk melepas pertempuran di Afghanistan.
Menurut McConnell penarikan mundur pasukan dari Afghanistan yang tergesa-gesa adalah kesalahan serius. Dia menilai bahwa operasi kontra-terorisme yang efektif membutuhkan kehadiran dan mitra militer lokal.
Saat ini terdapat sekitar 2.500 orang tentara Amerika Serikat di Afghanistan yang jumlahnya sudah menurun dari puncaknya yang lebih dari 100.000 orang pada tahun 2011. Ada sekitar 2.400 orang tentara Amerika tewas dalam konflik di Afghanistan dan ribuan lainnya luka-luka.
Belum jelas apa dampak langkah Joe Biden terhadap KTT yang semula dijadwalkan akan diadakan di Istanbul pada 24 April mendatang. KTT tersebut akan melibatkan para pemimpin dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Qatar. Namun, perwakilan Taliban belum berjanji untuk hadir.
Pejabat Afghanistan sedang mempersiapkan penarikan pasukan Amerika Serikat.
Seorang pejabat senior pemerintah Afghanistan yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, “Kita terpaksa menanggung pengaruhnya. Ini tidak boleh dipandang sebagai kemenangan atau pengambilalihan oleh Taliban.”
Meskipun beberapa orang presiden Amerika Serikat telah mencoba untuk melepaskan diri dari kaitan Amerika Serikat dengan Afghanistan, namun harapan ini kandas akibat kekhawatiran terhadap pasukan keamanan Afghanistan, korupsi lokal di Afghanistan, dan reaksi dari gerilyawan Taliban yang memiliki tempat berlindung yang aman di wilayah di sekitar perbatasan dengan Pakistan.
Menurut Bob Menendez, ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat dan Senator Demokrat dari New Jersey, jika masyarakat sipil dan hak-hak perempuan mengalami kemunduran, Amerika Serikat dapat memutuskan untuk menghentikan bantuan keuangan kepada Afghanistan. Di bawah pemerintahan Taliban sebelumnya, hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan dibatasi.
Ketua Senat Angkatan Bersenjata dan Senator Demokrat Jack Reed dari Rhode Island menilai bahwa ini adalah keputusan yang sangat sulit bagi Joe Biden.
“Tidak ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan ini,” kata Jack Reed. (sin)