Ledakan Epidemi di Thailand, Aksi Protes Merebak Mengecam Penanganan Pemerintah

Wabah di Thailand akibat varian Alpha dan Delta semakin parah sejak merebak pada April lalu. Pada Sabtu (17/7), terdapat 10,082 kasus baru yang dikonfirmasi dari penyakit virus Komunis Tiongkok (COVID-19), 141 kasus kematian, dan jumlah kasus yang dikonfirmasi  dan  kematian mencapai titik tertinggi baru. Total 391.989 orang, di mana 3.240 orang di antaranya telah meninggal dunia.

Jumlah diagnosis yang dikonfirmasi dalam sehari terus mencapai titik tertinggi terbaru, yang membawa tekanan ke rumah sakit.  Lambatnya kemajuan dalam pengadaan vaksin oleh pemerintah menyebabkan peningkatan jumlah kematian. Hal ini menuai kritik dari semua pihak. Sedangkan pembatasan yang semakin ketat diberlakukan menimbulkan dampak serius bagi masyarakat.

Misalnya pada 18 Juli, para demonstran mengabaikan larangan berkumpul lebih dari lima orang. Massa menumpuk kantong mayat yang dicat dengan cat merah di dekat persimpangan Monumen Demokrasi di Bangkok. Kemudian bergerak ke Gedung Pemerintah untuk memprotes. 

Seorang penyelenggara protes berteriak: “Bahkan jika kita tinggal di rumah, kita masih akan mati karena COVID-19. Itu sebabnya kami harus keluar!”

 Dia mengajukan tiga tuntutan utama, termasuk Prayut Chan-O-Cha mengundurkan diri tanpa syarat; potong anggaran kerajaan dan militer dan berinvestasi dalam perang melawan epidemi, dan memperkenalkan vaksin mRNA .

Infeksi di klub malam elite

Central News Agency melaporkan bahwa gelombang epidemi di Thailand sedang mengamuk. Secara umum diyakini bahwa titik wabah gelombang ini adalah infeksi klaster dari klub malam kelas atas yang terkenal di Bangkok. 

Klub malam ini terkenal dengan klub yang ramai dan merupakan tempat di mana banyak selebriti suka pergi untuk bersantai. Tepatnya sebelum epidemi mereda. Merebaknya infeksi di klub malam itu, menyebabkan banyaknya ketidakpuasan dari golongan atas di Thailand.

Karena virus Komunis Tiongkok yang bermutasi ganda mengamuk, perkembangan epidemi menjadi semakin parah. Bahkan jika pemerintah menerapkan berbagai lockdown, jumlah kasus yang dikonfirmasi masih meningkat pesat, terutama di wilayah Bangkok dan sekitarnya. Jumlah tempat tidur rumah sakit tidak mencukupi. Ada berita kematian di rumah atau bahkan bunuh diri. Selain itu, kuil penuh dengan mayat-mayat karena krematorium tidak dapat menanganinya.

Di sisi lain, berita di media sosial melaporkan rakyat yang mengantre di malam hari atau bahkan terjebak hujan hanya untuk mendapatkan cek antigen gratis yang terbatas, membuat orang-orang mempertanyakan kemampuan pemerintah dalam menanggapi epidemi.

Keraguan tentang kemanjuran vaksin Buatan Tiongkok

Rencana pengiriman vaksin berikutnya tampaknya tidak semulus yang diharapkan pemerintah. Meskipun Siam Bioscience Thailand menandatangani kontrak dengan perusahaan Inggris AstraZenaca untuk memberi wewenang kepada Siam Bioscience untuk memproduksi vaksin AZ di Thailand, akan tetapi kecepatan pengiriman vaksin AZ tidak seperti yang diharapkan. Thailand bahkan terus membeli vaksin Sinovac buatan Tiongkok.

Namun demikian, orang-orang Thailand meragukan efektivitas vaksin buatan Tiongkok itu, hingga berita yang melaporkan tentang staf medis garis depan yang telah divaksinasi 2 dosis vaksin Sinovac, tetapi tetap terdiagnosis positif COVID-19. 

 Dalam perhitungan pemerintah Thailand pada pertengahan Juli bahwa 677.348 staf medis telah menyelesaikan 2 dosis. Di antara mereka, 618 orang terinfeksi virus Komunis Tiongkok. Salah seorang perawat meninggal dunia dan satu dalam kondisi kritis. Pemerintah Thailand segera mengumumkan, bahwa mereka akan memberikan staf medis dosis ketiga vaksin untuk memperkuat mereka.

Karena jumlah kasus baru per hari semakin tinggi, pemerintah Thailand  meluncurkan proyek Kotak Pasir Phuket atau Phuket Sandbox pada 1 Juli untuk menyelamatkan ekonomi. Namun demikian, jumlah kasus yang dikonfirmasi mencapai titik tertinggi terbaru dalam sehari pada hari itu. Ada 5.000 kasus baru dalam sehari, dan jumlah kematian terus meningkat. Sebuah foto yang menjadi viral di media sosial saat pejabat makan di pantai di Phuket, menimbulkan  ketidakpuasan bagi rakyat Thailand.

Thailand meluncurkan rencana vaksinasi skala besar nasional pada 7 Juni lalu. Namun, banyak rumah sakit di Bangkok harus menunda jadwal vaksinasi karena vaksin yang tidak mencukupi, yang menyebabkan meluasnya keluhan warga. Perdana Menteri Thailand meminta maaf atas hal ini pada 15 Juni. Ia menyatakan bersedia bertanggung jawab atas insiden ini.

Prayut terus berkuasa setelah pemilu 2019, tetapi politikus oposisi terus menderita. Pada pertengahan 2020, terinspirasi oleh rakyat Hong Kong, orang-orang yang tidak puas dengan pemerintah meluncurkan gerakan demokrasi.

Setahun lalu, ribuan orang berkumpul di depan Monumen Demokrasi, menuntut agar Prayut mengundurkan diri, mengamandemen konstitusi, dan mereformasi monarki Thailand yang sudah lama tak tergoyahkan.

Ledakan Covid-19 yang dengan cepat melemahkan ekonomi Thailand, respons pemerintah yang tidak tepat selama pandemi juga menjadi sorotan utama  dari masyarakat. (Hui)

Sumber : NTD