oleh Jing Zhongming
Kebijakan keluarga berencana Satu Anak yang diberlakukan oleh pemerintah komunis Tiongkok selama puluhan tahun, telah menyebabkan ketidakseimbangan dalam populasi Tiongkok. Karena itu, pemerintah sekarang menghadapi jumlah populasi lanjut usia yang sangat besar. The Wall Street Journal (WSJ) Amerika Serikat melaporkan pada 12 Agustus, bahwa karena kurangnya tenaga kerja fisik pria, banyak wanita Tiongkok mulai mengisi pekerjaan fisik berat yang biasanya dilakukan kaum pria, seperti pekerjaan konstruksi dan transportasi
Di awal laporannya, WSJ yang mengutip informasi yang disampaikan oleh Zhang Jianli, seorang pemborong bangunan di Kota Chifeng, Mongolia Dalam menyebutkan bahwa di masa lalu ketika dirinya merekrut tenaga kerja kasar untuk mengisi kebutuhan di proyeknya, ia selalu mencantumkan tulisan Khusus untuk Pria pada kolom iklannya.
Tetapi, sekarang dimana tenaga pekerjaan fisik berat pria cukup sulit didapat, sehingga tulisan pada iklannya terpaksa diubah menjadi Lamaran untuk Pria maupun Wanita.
Sekarang, Zhang Jianli membayar upah harian sebesar RMB. 160 untuk pekerja wanita yang mengangkat kayu dan batu bata di proyek konstruksi, jika mereka bekerja lembur, upah harian bisa mencapai maksimum RMB. 200,-.
Zhang Jianli mengatakan bahwa sebagian besar pekerja wanita yang direkrutnya berusia 40-an dan 50-an tahun. Mereka lebih bersedia melakukan pekerjaan berat dan jarang mengeluh.
Laporan WSJ mengatakan bahwa, semakin banyak wanita Tiongkok mengambil pekerjaan fisik berat yang telah lama dilakukan oleh pria baik pada industri konstruksi, transportasi dan lainnya, yang bertentangan dengan peran gender tradisional di pasar tenaga kerja Tiongkok.
Alasannya adalah karena kekurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh tingkat kelahiran di Tiongkok yang rendah dan populasi yang menua, sehingga pengusaha terpaksa merekrut kaum wanita untuk mengisi lowongan pekerjaan seperti di bangunan, memelihara rel kereta api, mengemudikan truk, dan lain sebagainya.
Laporan juga mengungkapkan bahwa jumlah total pekerja migran di Tiongkok pada tahun 2020 menjadi 286 juta orang, dimana sepertiganya adalah perempuan.
Angka ini mencerminkan adanya perubahan dalam struktur demografi Tiongkok, semakin banyak kaum wanitanya mengisi kesenjangan tenaga kerja pria.
Menurut data terbaru dari Biro Statistik Nasional Tiongkok, tercatat hingga akhir tahun 2018, di daratan Tiongkok terdapat hampir 9,5 juta orang pekerja konstruksi wanita, angka ini setara dengan 14% dari total jumlah pekerja konstruksi, naik sebanyak 4 % dari angka yang tercatat pada tahun 2004 yang hanya 10 %.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja fisik, propaganda komunis Tiongkok terdesak untuk “mengikuti zaman”.
Dalam beberapa tahun terakhir, media resmi terus mempromosikan peran pengemudi truk, pekerja bangunan wanita. Menekankan besarnya kontribusi mereka terhadap ekonomi dan sebagainya.
Contohnya, pada Juli tahun ini, Kantor Berita Xinhua melaporkan cerita Xu Yingying, seorang sopir truk asal Provinsi Hebei. (Hui)