Qiao An
Australia, Jepang, dan lebih banyak negara mengikuti AS dan Eropa untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Ukraina menyatakan keadaan darurat. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy terus menyerukan solusi damai untuk krisis tersebut.
Pada konferensi pers bersama dengan presiden Polandia dan Lithuania, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengulangi harapannya bahwa Rusia akan memberikan jaminan keamanan yang jelas. Hal demikian sebagai langkah kunci dalam mengakhiri konfrontasi antara kedua negara.
“Faktanya adalah bahwa hari ini ada 150.000 tentara Rusia di perbatasan kita, wilayah ini untuk sementara diduduki, dan saya percaya bahwa Rusia harus menjadi salah satu negara yang memberikan jaminan keamanan yang jelas. Saya telah berulang kali menasihati Presiden Rusia. Datanglah ke meja perundingan, itu bukan rahasia lagi,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Sementara itu, perdana menteri Ukraina menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB, mendesak negara-negara untuk menggunakan sanksi ekonomi yang keras, pesan yang kuat dan diplomasi agresif untuk mencegah tindakan Rusia lebih lanjut.
Presiden AS Joe Biden lebih lanjut memberlakukan sanksi tambahan, yang secara resmi diumumkan pada Rabu 23 Februari yakni sanksi terhadap Nord Stream 2 dan karyawannya.
Australia, Jepang dan Kanada juga mengikuti sekutu Eropa dan Amerika dalam mengumumkan putaran pertama sanksi terhadap Rusia satu demi satu. Termasuk pengenaan larangan perjalanan dan pembekuan aset pada individu dan entitas yang memiliki kepentingan strategis dan ekonomi. Termasuk, sanksi keuangan yang ditargetkan pada beberapa bank.
Ukraina telah mengumumkan keadaan darurat sambil mendesak warganya di Rusia untuk mengungsi sesegera mungkin. Pada 23 Februari, kota industri Ukraina Kharkiv, yang hanya berjarak 42 kilometer dari perbatasan Rusia, mulai mengerahkan sejumlah besar kendaraan milier dan kendaraan lapis baja. Presiden Zelensky sebelumnya mengatakan bahwa Kharkiv adalah salah satu target kemungkinan serangan Rusia.Â
Amerika Serikat telah lama percaya bahwa Rusia paling siap untuk melancarkan serangan. Rusia berulang kali membantah rencana invasi. Akan tetapi, pada saat yang sama, Rusia mulai menarik staf diplomatiknya dari kedutaan dan konsulatnya di Ukraina.
Pada hari yang sama, lokasi beberapa lembaga pemerintah Ukraina, termasuk Kementerian Luar Negeri, kembali dilumpuhkan oleh serangan siber, begitu pula beberapa bank seperti Bank Nasional Ukraina.
Pada Selasa (22/2), AS menyalahkan Rusia atas serangan siber setelah serangan penolakan layanan (DDoS) secara besar-besaran terhadap lembaga pemerintah dan bank termasuk Kementerian Pertahanan Ukraina. (hui)