Steve Milne
Hasil studi dari para peneliti University of Melbourne di Australia menemukan bahwa anak-anak berisiko lebih tinggi terkena asma jika ayah mereka terpapar asap rokok saat mereka masih anak-anak.
Diterbitkan pada Kamis 15 September di European Respiratory Journal, penelitian juga menunjukkan bahwa risiko asma seorang anak meningkat lebih lanjut, jika ayah mereka menjadi perokok setelah terpapar asap pasif sebagai seorang anak.
Menurut para peneliti, temuan ini menyoroti kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh rokok. Tak hanya pada perokok dan anak-anak mereka, tetapi bahkan pada cucu-cucu mereka.
Berdasarkan data dari Tasmanian Longitudinal Health Study (TAHS), yang dimulai pada 1968 dan mengamati 1.689 anak, ayah mereka, dan kakek nenek dari pihak ayah, peneliti membandingkan data apakah anak-anak menderita asma pada usia tujuh tahun dengan data apakah ayah mereka dibesarkan dengan orangtua yang merokok.
Selain itu, ayah perokok atau bekas perokok juga dipertimbangkan.
“Kami menemukan risiko asma non-alergi pada anak-anak meningkat sebesar 59 persen jika ayah mereka terpapar asap rokok di masa kanak-kanak, dibandingkan dengan anak-anak yang ayahnya tidak terpapar, kata peneliti Jiacheng Liu dalam rilis University of Melbourne pada Kamis.
“Risikonya bahkan lebih tinggi, yaitu 72 persen, jika para ayah terpapar asap rokok dan terus merokok sendiri.”
Rekan peneliti, Dr. Dinh Bui mengatakan kepada The Epoch Times pada Senin 19 September bahwa ini menunjukkan bahwa ketika anak-anak juga langsung terpapar asap pasif dari ayah mereka yang merokok di rumah, paparan langsung tambahan ini menambahkan dampak buruk dari penularan epigenetik.
“Dengan kata lain, paparan langsung kepada keturunan mengubah hubungan antara paparan pasif kepada ayah dan asma keturunannya,” katanya, seraya menambahkan pria yang terpapar asap rokok saat masih anak-anak masih, dapat menurunkan risiko asma yang mereka wariskan kepada anak-anak mereka jika mereka menghindari merokok.
Suspek Perubahan Epigenetik
Sementara para peneliti tidak yakin bagaimana kerusakan yang disebabkan oleh perokok pasif diturunkan kepada anak cucu mereka, Prof. Shyamali Dharmage, yang memimpin TAHS, mengatakan mereka menduga terkait dengan perubahan epigenetik.
“Di sinilah faktor-faktor di lingkungan kita, seperti asap tembakau, berinteraksi dengan gen kita untuk mengubah ekspresinya. Perubahan ini dapat diwariskan tetapi mungkin sebagian dapat dibalik untuk setiap generasi,” katanya.
Meskipun perubahan epigenetik tidak mengubah urutan DNA, tetapi dapat mengubah cara tubuh membaca urutan DNA.
“Ada kemungkinan asap tembakau menciptakan perubahan epigenetik dalam sel yang akan terus memproduksi sperma ketika anak laki-laki tumbuh dewasa. Perubahan ini kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya,” jelas Dharmage.
Langkah selanjutnya bagi para peneliti adalah bagaimana menentukan apakah peningkatan risiko asma berlanjut hingga kehidupan dewasa dan apakah ayah yang terpapar asap rokok selama masa kanak-kanak mereka, menurunkan risiko alergi atau penyakit paru-paru lainnya kepada anak-anak mereka. (asr)