Li Xi
Pasca aksi protes menentang lockdown atau “Gerakan Kertas Putih” dalam skala besar di berbagai tempat di Tiongkok, kebijakan Nol-Covid yang selama ini diterapkan ketat oleh PKT (Partai Komunis Tiongkok) telah dilonggarkan, Tim Komprehensif Pencegahan & Pengendalian Gabungan di bawah naungan Dewan Negara RRT (Republik Rakyat Tiongkok) telah dibubarkan, tapi aksi penangkapan terhadap pelaku unjuk rasa Gerakan Kertas Putih masih terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan akan ada perhitungan pasca kejadian.
Stasiun Pemancar Mikro & Big Data Sebagai Alat PKT Membuat Perhitungan
Menurut informasi yang diungkap akun Twitter “Teacher Li is Not Your Teacher” (@whyyoutouzhele), di kota Chengdu Provinsi Sichuan, pengunjuk rasa yang turut serta dalam Gerakan Kertas Putih mendapat telepon dari polisi yang menanyakan apakah dirinya ikut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut? Juga ditanya apakah ‘Kode Kesehatannya (menggunakan Kode 3 Warna, red.) telah berubah menjadi warna kuning? Menurut penuturan netizen tersebut, dalam pembicaraan di telepon itu polisi mengatakan mereka telah merangkum daftar orang-orang yang ikut berunjuk rasa, dan sedang memverifikasi data tersebut lewat panggilan telepon. Pihak kepolisian distrik Haizhu kota Guangzhou bahkan tanpa pemberitahuan apapun langsung melakukan penangkapan.
“Twitter “Teacher Li is Not Your Teacher” juga mengungkapkan, “Warganet mengunggah artikel, dikatakan bahwa pemerintah kota Shanghai sedang menjalankan stasiun pemancar mikro, lewat tautan antara jejaring internet operator dengan pusat Big Data, yang digunakan untuk merekam data ponsel yang keluar masuk di jejaring tersebut, lalu lewat informasi di ponsel mengumpulkan rute lintasan orang yang lalu lalang. Semua pangkalan mikro itu dipasang di berbagai tempat umum seperti pertokoan, pusat perbelanjaan, hotel, lahan parkir, dan taman-taman di gedung perkantoran di sekitar pemukiman.”
Apakah stasiun pemancar mikro ini ada kaitannya dengan penangkapan presisi yang dilakukan PKT? Reporter ET telah mewawancarai seorang programmer Silicon Valley yang selama ini menentang totaliter digital yakni Zhong Shan untuk membahas apa sebenarnya stasiun pemancar mikro tersebut.
Zhong Shan menyatakan, “Stasiun pemancar mikro diperkuat menjadi setara sistem 5G, dengan berbasis pada sistem 4G yang ada, atau diperkuat dengan berbasis pada sistem 5G yang sudah ada.”

“Pertama, dapat membantu mendobrak ‘silo informasi’ di perkotaan. Titik pengawasan dan stasiun pemancar terkoneksi satu dengan yang lain, yang dapat mengakses jejaring dari 4G menjadi 5G dengan standar yang sama.”
“Kedua, setelah stasiun pemancar mikro 5G masuk ke dalam sistem pengawasan dapat langsung saling terhubung, pemantauan gabungan dengan AI dan IoT (Internet of Things, red.) yang berteknologi canggih pun menjadi semakin real-time dan lancar (secara luas menghubungkan berbagai jenis gadget, berdefinisi tinggi, aliran data tinggi, dan tanpa jeda).”
“Ketiga, koneksi ini menyebabkan ekspansi kekuasaan seketika, polisi di tingkat bawah pun dapat mengakses data pemantauan AI dan Big Data serta langsung bertindak. Sederhananya, bahkan seorang polisi pamong praja turun ke jalan pun sudah diterapkan penegakan hukum berteknologi tinggi.”
“Ada satu kemampuannya yang sangat gila, yakni tingkat akurasi pelacakan lintasannya meningkat drastis. Niat awal teknologi ini tadinya adalah untuk berkolaborasi dengan sistem mengemudi otomatis, meningkatkan koneksi yang mulus pada band frekuensi tinggi yang dialami di blind spot yang terhalang gedung pencakar langit, ini membuat setiap sudut dan gang di perkotaan selalu dapat terhubung dengan frekuensi tinggi yang berkecepatan tinggi. Jika diaplikasikan untuk pengawasan maka akibatnya adalah ponsel dapat ditelusuri secara online dan real-time, akurasi penentuan posisi dengan tingkat kesalahan 50 meter untuk benda yang bergerak lambat dan definisi tinggi HD4K tanpa jeda dengan mudah dapat dicapai dengan jejaring stasiun pemancar ini. Apalagi dipadukan dengan sistem pengawasan CCTV yang ada, ini dapat memastikan video berkualitas dan beresolusi tinggi diunggah ke Cloud, sistem pemrosesan identifikasi wajah setempat dapat secara real-time memantau tanpa adanya jeda.”
Ia menyatakan, “Pada 2019 pemerintah Hong Kong telah mengeluarkan program uji coba ‘Multi-Functional Smart Lamppost’, teknologi inilah yang digunakan untuk diuji coba lebih dulu di Hong Kong, efisiensinya dalam menangkap orang sangat tinggi.”
“Tidak hanya itu saja, jika polisi dapat mengerahkan stasiun pemancar mikro yang berbasis mobil, maka akan dapat mengumpulkan segala informasi dari SIM card para pengguna di sekitarnya (dapat mengambil semua data pengguna 4G+5G), lalu mencocokkan Kode Kesehatan terkait dengan Kode Perjalanan, lantas dapat tercapai cekal (pencegahan – penangkalan) dan pengendalian yang akurat.”

CCTV adalah perlengkapan standar, untuk memudahkan sistem pengawasan dengan Big Data
secara luas. (koresponden yang diwawancara)
Kemudian Zhong Shan menjelaskan dengan contoh kasus ditangkapnya seorang mahasiswa lulusan Central Academy of Fine Arts (CAFA) bernama Zhang Donghui pada Agustus tahun ini di sub-distrik Wangjing kota Beijing akibat melakukan pencoretan pada dinding di 8 pos pelayanan tes PCR dengan tulisan “Tiga tahun sudah, aku sudah mati rasa”, “Setelah kejadian polisi memeriksa rekaman CCTV, menelusuri jejaknya hingga akhirnya berhasil menangkap Zhang Donghui. Jika stasiun pemancar 5G dikoneksikan pada sistem pemantau yang menjangkau sampai lokasi tersebut, diperkirakan Zhang Donghui mungkin sudah tertangkap pada saat baru menuliskan kata pertama.”
Zhong Shan menyatakan, “Seandainya stasiun pemancar mikro ini belum ada, kasus di Chengdu sekarang, dengan Kode Kesehatan yang mengiringi setiap orang dipadukan dengan identifikasi wajah pada rekaman CCTV, sudah bisa secara akurat membuat perhitungan di kemudian hari, inilah alasan mengapa sekarang walaupun sudah tidak ada pandemi, tapi Kode Kesehatan dan Kode Perjalanan tidak mungkin dihapus.”
Bagaimana Menghadapi Tekanan Presisi PKT
Pasca Gerakan Kertas Putih banyak warga yang diperiksa ponselnya oleh polisi, distrik Xuhui kota Shanghai mengerahkan anggota polisi memeriksa pejalan kaki yang lalu lalang di sekitar Jalan Urumqi, dengan fokus pada pemeriksaan terhadap ponsel milik mahasiswa apakah terpasang dengan aplikasi Twitter, YouTube, TikTok, Telegram, Potato, Shadowrocket, dan lain sebagainya, juga peranti lunak VPN untuk melewati firewall, lalu dilaporkan kepada grup besar data komprehensif distrik Xuhui.
Zhong Shan mengusulkan, “Jika terpaksa harus menghadapi pemeriksaan ponsel, sebelumnya persiapkan ponsel berteknologi rendah, misalnya menggunakan ponsel 3G kaum manula yang hanya bisa untuk menelepon dan mengirim SMS, serta tidak ada fungsi aplikasinya, ponsel seperti itu tidak bisa diperiksa, bahkan bisa mengurangi risiko dilacak. Stasiun pemancar berada dalam kondisi sistem 3G, akurasi posisinya menjadi sangat rendah, pada umumnya tidak bisa mencapai tingkat akurasi tinggi ataupun real-time, sebisa mungkin tidak menyimpan nomor apapun.”
“Ponsel pintar yang digunakan sehari-hari jagalah agar selalu kosong kontennya, disarankan menggunakan akun luar negeri ponsel Apple dan menggunakan nomor telepon luar negeri untuk mendaftar di Apple Store. Dalam phonebook jangan menyimpan nomor telepon yang tidak perlu, juga jangan menunjukkan nama asli. Gunakan dua kali verifikasi yakni sandi mengunci layar pada ponsel dikombinasikan dengan sandi masuk perangkat lunak. Dalam kondisi kartu SIM dipastikan aman, baru menggunakan kode verifikasi surel atau dengan SMS.”
“Satu hal lagi, jika pemeriksa tidak menunjukkan bukti identitas seorang polisi, dan bukan saat berada di pusat transportasi atau kereta dalam arti luas, memeriksa ponsel dan bukti identitas adalah tindakan polisi yang melanggar hukum, bisa mengatakan kepadanya jika tidak menghentikan tindakan yang melanggar wewenang dan kedisiplinan, Anda berhak melaporkannya kepada inspektur lewat telepon untuk memperingatkan polisi itu.”
Zhong Shan menghimbau pemerintah, “Jangan melakukan cara yang tercela dengan membuat perhitungan pasca kejadian, segera bebaskan para tawanan hati nurani yang telah ditangkap. Juga memperingatkan para pelaku yang ikut terlibat dalam Gerakan Kertas Putih berikut sanak keluarga mereka, persiapkan diri untuk mengantisipasi tindakan semena-mena dari polisi, khususnya menggunakan siksaan untuk memaksa mengaku, catat nama-nama polisi jahat, nomor keanggotaan mereka, nomor telepon dan lain sebagainya. Dokumentasikan data oknum yang bertindak semena-mena, kirimkan ke media massa luar negeri untuk diungkap, kejahatan mereka pada akhirnya akan diadili.”
GitHub Diblokir Dengan Tuduhan Penipuan Telekomunikasi
Menurut seorang penulis AS berdarah Yahudi yakni Hannah Arendt yang menganalisa alasan kejahatan pembantaian terhadap Yahudi, dia menilai kejahatan itu terbagi menjadi dua macam, yang pertama adalah “kejahatan ekstrem” pada diri seorang penguasa totaliter, yang kedua adalah “kejahatan dangkal” pada diri orang yang dikuasai atau yang terlibat. Jenis yang kedua ini bahkan jauh melampaui yang pertama. Persis seperti “Judenrat” di Jerman dan Polandia yang bersekongkol dengan NAZI untuk sekaligus dalam skala besar membinasakan bangsanya sendiri. Mereka mengatakan NAZI mengumpulkan semua korban, menyita harta benda mereka, dan mengantarkan mereka ke atas kereta yang kemudian membawa mereka menuju kamp konsentrasi kematian.
Justru pada saat sekarang, aplikasi GitHub (platform jaringan sosial bagi para developer untuk mengelola kode) telah diblokir oleh PKT dengan alasan penipuan telekomunikasi, istilah teknisnya adalah terjadi pencemaran DNS pada analisa URL domain situs webnya oleh firewall yang berciri khas PKT. “Ini mengakibatkan para teknisi kode telah kehilangan platform untuk belajar dan saling berbagi teknik, dan dapat didenda maksimal sampai USD 15.000 dolar”, kata Zhong Shan.
Zhong Shan menghimbau, agar para programmer level teknis di dalam maupun luar negeri agar segera sadar, jangan membantu rezim zalim totaliter digital, dan menolak menjadi orang yang membantu “kejahatan dangkal” itu. Ibarat memelihara harimau justru mencelakakan diri sendiri di kemudian hari, sebaiknya segera aktif berpartisipasi dalam barisan para pengunjuk rasa.
Terakhir Zhong Shan menyatakan, “Generasi Z (pasca 2000) di Tiongkok dikenal sangat patuh terhadap pemerintah, ini dikarenakan mereka lahir dan tumbuh besar di saat Tiongkok berada pada periode yang paling makmur, juga karena PKT sangat mahir memanfaatkan media sosial dan internet untuk melakukan pendoktrinan pada generasi ini. Tapi sekarang, karena tidak puas terhadap sensor menyeluruh oleh pemerintah RRT, juga terhadap kebijakan Nol-Covid serta semakin diperketatnya pengendalian terhadap seluruh warga, di antara mereka ada yang telah mulai mengalami melek politik dan mulai mengambil tanggung jawab. Tapi mulai dari Gerakan 4 Mei 1919, lalu Peristiwa Tiananmen 4 Juni 1989, sampai Gerakan A4 (Gerakan Kertas Putih), perubahan pandangan di lahan ini, berjalan begitu pelan…
Ia berkata, “Pada masyarakat modern ini, acap kali perubahan pandangan memicu perubahan sistem — faktanya, kekuatan pandangan begitu kuat, bahkan mungkin dapat mendobrak pertimbangan kepentingan ekonomi, tekanan dari mesin kekerasan, dan hambatan struktur internasional, dan membongkar perubahan pada sistem. Hanya reformasi sistem yang didirikan di atas pondasi reformasi pandangan, adalah yang terkokoh, dan berkesinambungan, karena begitu pandangan itu terbentuk, acap kali memiliki fleksibilitas yang tinggi.”
Zhong Shan, pernah bernama Wang Zu, lulusan elektro informatika sebuah institut terkenal di Tiongkok. Saat ini ia berprofesi sebagai seorang programmer jaringan komunikasi di Silicon Valley, Amerika Serikat. Sebagai seorang “programmer yang telah sadar”, selama jangka panjang ia telah melawan rezim tirani totaliter digital PKT, serta menghimbau semua pelaku industri teknologi agar mengemban tanggung jawab untuk kembali ke niat awal memperbaiki dunia menjadi lebih baik. (sud)