ErabaruNews – Sidang paripurna terakhir Parlemen Eropa tahun 2017 diselenggarakan pada 12-14 Desember di kota Strasbourg, Prancis. Dengan memperoleh suara terbanyak, laporan ulasan tentang 20 tahun kembalinya Hongkong yang dibawakan oleh anggota parlemen Inggris Alyn Smith telah diadopsi oleh Uni Eropa.
Laporan tersebut mengecam pemerintah komunis Tiongkok karena terlalu banyak campur tangan dalam urusan internal Hongkong. Mereka juga meminta rezim Beijing untuk mematuhi asas-asas Hukum Dasar dan asas ‘satu negara, dua sistem’, sehingga Hongkong dapat merealisasikan pemilihan yang transparan dan adil.
Laporan ulasan tentang 20 tahun kembalinya Hongkong mencakup banyak pengamatan terhadap perkembangan ekonomi dan perdagangan, politik, dan hak asasi manusia. Ada pula perkembangan undang-undang, kebebasan pers dan perkembangan lainnya di Hongkong dalam 20 tahun terakhir.
Laporan ini mengecam pemerinta komunis Tiongkok atas campur tangan yang berlebihan dalam urusan internal Hongkong.
Sebanyak 589 orang anggota parlemen turut dalam pemilihan laporan yang akan diadopsi Uni Eropa, akhirnya laporan ulasan tentang 20 tahun kembalinya Hongkong terpilih karena memperoleh 490 suara dukungan.
“Tetapi mereka harus dapat menghormati perbedaan yang ada di Hongkong, menghormati hak-hak yang diberikan oleh pemerintah Inggris kepada warga Hongkong. Mereka perlu berjanji untuk tidak bercampur tangan sehingga mengganggu sistem di Hongkong,” ujar Anggota Parlemen UE dari Inggris, David Coburn.
Anggota Parlemen UE dari Inggris, Janice Atkinson mengatakan situasi di sana saat ini mengkhawatirkan. Sepak terjang komunis dinilai akan berdampak buruk pada Hongkong.
“Sesungguhnya Hong Kong mampu menerapkan otonomi dengan baik, termasuk di bidang keuangan. Warga Hongkong sudah sewajarnya memiliki sistem pemilihan yang bebas dan adil. Dan yang pasti, demokrasi perlu terus dipertahankan,” ujar Janice.
Laporan tersebut juga menyinggung Demontrasi Hongkong (Gerakan Payung) tahun 2014. Disebutkan bahwa selama 20 tahun terakhir ini, banyak jurnalis media, kritikus memperoleh tekanan, dipaksa untuk mengundurkan diri atau menghadapi ancaman kekerasan. Demokrasi dan kebebasan di Hongkong kian mengkhawatirkan. (NTDTV/Sinatra/waa)