Misteri yang Belum Terpecahkan : Tembus Ruang & Waktu? Rahasia Pedang Pusaka nan Unik

Fu Yao

Pedang nomor wahid di kolong langit?! Tidak berkarat setelah ribuan tahun, dengan mudah menyayat 20 lembar kertas, “Teknologi tinggi” zaman klasik apa saja yang terkandung dalam Pedang Goujian (Sword of Goujian, red.) milik Kaisar Goujian dari Kerajaan Yue itu? Mengapa Pedang Pusaka Kaisar Yue itu justru muncul di Makam Kerajaan Chu?

Menemukan Benda Pusaka

Pada akhir 1965, di Kabupaten Jiangling Provinsi Hubei telah berhasil digali sekumpulan makam kuno Kerajaan Chu. Di saat menggali kuburan Chu nomor 1 di Wangshanqiao, telah ditemukan sebilah pedang pusaka di dalam sebuah kotak pernis di samping sang empunya makam, waktu itu semua orang terkejut. Karena di masa Dinasti Zhou Timur (Periode Musim Semi & Gugur, dan Zaman Negara Berperang, 770 – 221 SM, red.), semua orang menggunakan pedang perunggu. Pedang yang tergali keluar pada dasarnya berwarna hitam legam, penuh dengan karatan, begitu terlihat langsung bisa diketahui bahwa itu adalah barang antik, seperti “Pedang Kaisar Fuchai” dari Kerajaan Wu. Tapi pedang kuno di makam Chu ini justru tampak berbeda seperti ini:


Tidak hanya seluruh pedang berwarna coklat keemasan yang terlihat begitu berharga, bahkan pada gagang pedang dan pelindung silang tidak ditemukan secuil pun karatan, cahaya dingin berpendar, hawa pedang seakan menusuk, seperti baru kemarin dikuburkan ke dalam tanah. Dikabarkan saat pekerja tidak sengaja memegang bilah pedang, tangannya langsung terluka berdarah cukup dalam. Betapa pedang klasik itu luar biasa tajam.

Waktu itu semua orang kegirangan, karena tahu telah menemukan benda pusaka. Mungkinkah ini adalah salah satu dari sepuluh pedang tersohor… yang telah menampakkan diri?!

Sepuluh Pedang Tersohor

Julukan Sepuluh Pedang Tersohor ada sejak Periode Musim Semi dan Gugur, empu/ahli pedangnya hanya dua orang, yakni: Gan Jiang dari Kerajaan Wu dan Ou Yezi dari Kerajaan Yue. Menurut kabar kedua ahli pedang tersebut adalah saudara seperguruan. Lima pedang di antaranya yakni Pedang Zhanlu, Pedang Juque, Pedang Shengxie, Pedang Yuchang, dan Pedang Chunjun, adalah karya tempaan Ou Yezi khusus bagi Kaisar Kerajaan Yue. Pembaca mungkin jarang mendengar Yunchang, tapi mungkin mengetahui perihal putranya, yakni: Gou Jian yang terkenal berkat ketabahannya menghadapi cobaan ketika menjadi tawanan di negara Wu hingga akhirnya berhasil bangkit dari keterpurukan. 

Menurut catatan dalam kitab “The Spring and Autumn Annals of Wu and Yue”, Kaisar Yunchang Kerajaan Yue pernah meminta Xue Zhu yang ahli pedang untuk menilai kelima bilah pedang tersebut. Komentar Xue Zhu terhadap empat bilah pedang pertama ada kelebihan ada pula kekurangan, ia tidak segan-segan mengkritiknya, satu-satunya yang dipujinya tiada henti adalah Pedang Chunjun. Dikatakan pedang ini memiliki aura tenang, ibarat tunas teratai di tengah danau, tekstur motif pada bilah pedang begitu menonjol ibarat bintang di langit, cahayanya yang berpendar terlihat memantulkan kilauan tak terhingga. Pedang ini sungguh berharga, karena saat Ou Yezi menempa pedang itu, ia telah menggunakan “intisari dari langit dan bumi”.

Dikabarkan saat Ou Yezi menempa pedang tersebut, Gunung Chijin di tenggara kota Shaoxing terbelah dan memperlihatkan sebuah tambang timah, Sungai Ruoye yang dalam di dekat sana mengering, dan muncul tambang perunggu berkualitas prima. Tembaga dan timah inilah bahan baku yang wajib digunakan dalam menempa pedang perunggu. Begitu girangnya setelah menemukan tambang berharga itu, Ou Yezi memilih hari baik, membangun tungku untuk mengecor pedang. Ajaibnya adalah, begitu kelima pedang tersebut selesai dibuat, belahan di Gunung Chijin menutup kembali dan Sungai Ruoye kembali dipenuhi air. Tidak ada lagi logam berkualitas baik, sehingga pedang yang ditempa Ou Yezi pun menjadi pedang pusaka satu-satunya di dunia. Menurut penjelasan Xue Zhu, ketika Ou Yezi menempa pedang Chunjun, Dewa Hujan di langit mengguyur air membersihkan jalan, Dewa Petir menabuh genderangnya memberi semangat, naga langit memegang tungku, Kaisar Langit menghembuskan angin, Dewa Taiyi turun ke dunia memberi perlindungan, sehingga berhasil menempa Pedang Chunjun ini. Bukankah pedang ini sangat berharga?

Setelah mendengar penjelasan itu, Kaisar Yunchang menyimpan pedang Juque dan pedang Chunjun, lalu tiga pedang lainnya diberikannya kepada Kaisar Helu dari Kerajaan Wu, untuk mempererat hubungan kedua negara. Kaisar Helu juga seorang pecinta pedang, dengan sendirinya sangat menyukai pedang pemberian tersebut. 

Lalu dipanggilah Gan Jiang, dan menanyakan apakah Gan Jiang dapat menempa beberapa bilah pedang baginya? Gan Jiang membawa serta istrinya Mo Ye berkeliling sekitar Gunung Mogan di dekat Kota Hangzhou untuk mencari lokasi yang terbaik, lalu mulai membangun tungku untuk menempa pedang. Pedang pusaka hasil tempaan mereka juga cukup ajaib, dalam kitab “The Spring and Autumn Annals of Wu and Yue” disebutkan “mengambil intisari dari lima gunung, menggabungkan enam unsur keharmonisan, menjaga keseimbangan langit dan bumi, Yin dan Yang berpadu, serta ratusan Dewa datang mengamati”, sepertinya pedang juga ditempa dalam kondisi manusia dan Dewa saling berdampingan.

Waktu itu ada pula sebuah hikayat yang mengatakan setelah tiga bulan melebur logam, bebatuan mineral itu tidak juga mencair, mereka tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Sang istri Mo Ye mengatakan, pedang pusaka adalah benda dewata, agar dapat digunakan oleh manusia, sepertinya harus dimasukkan unsur manusia ke dalamnya. Satu legenda yang diceritakan adalah, usai mengucapkan kata-kata itu Mo Ye melompat ke dalam tungku penempaan, lalu bebatuan mineral akhirnya mencair menjadi perunggu cair, dan pedang pusaka pun dapat ditempa. Ini bisa dibilang semacam hiperbola seni. 

Dalam buku sejarah disebutkan, sepasang suami istri itu memotong rambut dan kukunya sendiri lalu dilemparkan ke dalam tungku, kemudian batu mineral dalam tungku pun mencair. Sepertinya penjelasan ini lebih nyata. Mengapa demikian? Pada dasarnya para Dewa selalu berbelas kasih pada manusia, jika pedang pusaka adalah benda dewata, mungkinkah Dewa akan senang mengorbankan darah manusia hidup untuk mencairkan logam? Kemudian Gan Jiang dan istrinya berhasil menempa sepasang pedang jantan dan betina, inilah yang kemudian disebut Pedang Gan Jiang-Mo Ye. Tapi kemudian Gan Jiang menyimpan pedang jantan, dan hanya memberikan pedang betina.

Tiga pedang terakhir yakni Longyuan, Tai’e, dan Gongbu juga memiliki asal usul yang luar biasa. Menurut penjelasan pada kitab “Yue Jue Shu”, ketiga pedang tersebut adalah Kaisar Zhao dari Kerajaan Chu yang meminta Ou Yezi dan Gan Jiang bersama-sama menempanya. Keduanya datang ke sebuah tempat yang disebut Gunung Cishan, gunung itu dibelah, air sungai dikeringkan, baru ditemukan batu mineral sebagai bahan untuk menempa pedang di dasar sungai. Mengenai bagaimana kedua tokoh tersebut menemukan gunung itu, dan mengapa begitu yakin di dasar sungai itu terdapat logam mineral, tidak ada yang tahu. Di kalangan rakyat beredar legenda, Ou Yezi mendapat pencerahan dari Dewa lewat mimpi, bahkan diberikan dua ekor bangau putih kepadanya sebagai penunjuk jalan, sehingga ia bisa menemukannya.

Gunung Cishan ini menurut riset adalah Gunung Qinxi yang terletak di selatan Kota Kabupaten Longquan Provinsi Zhejiang. Warga desa setempat mewarisi cerita turun temurun sejak dulu kala bahwa di tempat itu dulu adalah tempat kedua tokoh itu menempa pedang. Kedua tokoh mengalihkan air dari Danau Jianchi itu ke dalam tujuh buah kolam yang berbentuk formasi Tujuh Bintang Utara, ketujuh kolam terletak di sekeliling tungku penempa. Jadi tiga pedang yang ditempa disitu disebut juga Pedang Tujuh Bintang, yang paling terkenal adalah Pedang Tujuh Bintang Longyuan. Dikabarkan di dalam pedang terdapat gambar tujuh bintang utara. Kemudian untuk menghindari tabu penamaan Kaisar Gaozu Li Yuan dari Dinasti Tang, nama Pedang Longyuan diganti menjadi Pedang Longquan. Masyarakat sekarang bicara soal pedang pusaka kerap membicarakan Pedang Tujuh Bintang, atau Pedang Longquan, dari tempat inilah asalnya.

Bisa disimpulkan, 10 bilah pedang pusaka ini masing-masing memiliki sisi ajaibnya, namun semuanya berasal dari Kerajaan Yue. Di antaranya dari Kerajaan Wu ada 4 bilah, dari Kerajaan Chu ada 3 bilah, dari Kerajaan Yue ada 2 bilah, Gan Jiang sendiri menyimpan satu bilah. Bila hari ini yang berhasil digali adalah salah satu dari 10 pedang ternama ini, pedang manakah itu?

Pedang Goujian Kaisar Yue

Mari kita simak apa keajaiban pada pedang yang satu ini.

Pedang kuno ini memiliki panjang 55,7 cm, lebar 4,6 cm; panjang gagang 8,4 cm; berat pedang kurang dari 1 kg, mungil namun serasi. Pada tubuh pedang terdapat ukiran bertekstur berbentuk belah ketupat, pelindung silang sisi depannya disemat dengan semacam batu lapis lazuli biru, di sisi belakang disemat dengan batu pirus turquoise, teknik pengerjaannya sangat halus. Tak hanya itu, pada 1977, dalam film dokumenter berjudul “Swords of Legend”, di hadapan kamera, peneliti menggoreskan pedang secara perlahan, dengan mudahnya lebih dari 20 lembar kertas tersayat. Ketajaman bilahnya, sepertinya sulit ditandingi pada masanya.

Namun, kelebihan pedang ini yang telah mempermalukan teknik modern karena tak mampu menandinginya tidak hanya pada ketajamannya saja. 5 kelebihan utama lainnya yang telah diakui adalah sebagai berikut:

1. Tidak berkarat setelah ribuan tahun

Bahan utama pedang ini adalah tembaga dan timah, yaitu yang sering ditemukan pada pedang perunggu dari Periode Musim Semi dan Gugur. Lalu mengapa pedang ini berwarna coklat keemasan, dan tidak seperti perunggu pada umumnya yang berwarna hitam kehijauan? Sebenarnya, peralatan perunggu saat baru dibuat selalu berwarna coklat keemasan seperti itu. Bejana perunggu besar yang tergali sekarang, dulunya berwarna mewah dan indah seperti itu, ditambah lagi dengan ukiran bertekstur yang indah, sangat mewah memukau, maka para raja suka menggunakan bejana seperti itu sebagai alat dalam bersembahyang. Tetapi tembaga sangat mudah timbul patina (yang berwarna hijau muda sebagai akibat proses penuaan, red.), sehingga saat digali keluar dari tanah yang kita lihat biasanya adalah seluruh permukaan tertutup lapisan bulu hijau, yang berwarna hitam kehijauan.

Dengan kata lain, pedang ini tidak berubah sama sekali selama 2.500 tahun. Lalu bagaimana pedang ini bisa dibuat tetap seperti sedia kala? Ada pakar yang berpendapat, timah tidak mudah teroksidasi, permukaan pedang mungkin mengandung lapisan timah yang sangat tipis dan rapat, sehingga terisolasi dari udara. Penjelasan yang lebih umum adalah, mungkin seperti pedang perunggu yang ditemukan pada patung pasukan terakota Kaisar Qinshihuang yang tetap berkilau seperti baru, karena menggunakan teknik anti karat dengan direndam larutan kromium oksida. Akan tetapi, teknik tersebut baru dikuasai manusia modern pada abad ke-20, apakah masyarakat kuno sudah bisa menguasainya sejak ribuan tahun silam?

2. Teknologi komposit logam tingkat tinggi

Pedang perunggu dibuat dengan cara dicor atau casting, dengan kata lain tembaga dan timah dicampur dan dilebur lalu dituangkan ke dalam sebuah cetakan dibentuk menjadi pedang. Dalam kondisi ini, komposisi kedua jenis logam di seluruh pedang seharusnya adalah sama. 

Faktanya, di bagian punggung bilah pedang kandungan tembaganya tinggi, sedangkan pada bagian mata pedang kandungan timahnya yang tinggi. Karena tembaga lebih lunak sedangkan timah lebih keras, perpaduan komposisi seperti ini, membuat bilah pedang lentur, tak mudah patah, namun mata pedang justru sangat tajam. Maka teknologi macam apakah yang harus digunakan dalam hal ini? Dibutuhkan teknologi komposit logam dua kali pengecoran. Dalam dunia metalurgi sekarang ini, metode ini termasuk teknologi dengan taraf kesulitan tingkat tinggi, bagaimana para ahli pedang zaman dulu bisa melakukannya hanya dengan tangan, betul-betul sungguh mengesankan.

3. Hiasan pola belah ketupat

Pada bilah pedang kuno itu dipenuhi dengan hiasan berpola belah ketupat, di persilangan garis pola terdapat hiasan berupa gambar awan petir, permukaan bilah sangat rata dan halus. Pertanyaannya bagaimanakah pola tersebut digambar atau diukir di atasnya? Para pakar menduga seharusnya dengan teknik etsa, yakni terbentuk setelah permukaan bilah pedang dietsa, padahal teknik etsa logam juga ketrampilan yang baru muncul di Barat di masa modern ini.

4. Sebelas lingkaran konsentris berderet

Ujung gagang pada pedang kuno itu berbentuk lingkaran bulat, pada bagian dasarnya terdapat 11 lingkaran konsentris, dan celahnya hanya 0,2 milimeter. Untuk bisa mencapai akurasi semacam ini, khususnya pada logam, dengan mesin bubut modern pun sulit mencapainya, masyarakat kuno telah membuatnya dengan ketrampilan luar biasa dari kedua tangannya. 

5. Ukiran tulisan pada bilah pedang 

Di punggung Pedang Gou Jian terdapat ukiran tulisan delapan karakter Mandarin “Pedang Khusus Milik Kaisar Jiu Jian (越王鳩淺自乍用鐱)”. Ukiran tulisan yang begitu jelas seperti baru, bagaimanakah sebenarnya teknik mengukirkannya pada tubuh pedang? Orang yang khusus membuat pedang kuno tiruan mengatakan teknik yang digunakan adalah salah satu teknik tempa perkakas perunggu zaman dulu yang disebut metode lost-wax casting. Yaitu terlebih dulu dibuatkan matras pedang, lalu benang emas disematkan dengan tangan, lantas dicat dengan cat putih. Akan tetapi, ini juga hanya asumsi saja. Bagaimanakah teknik pengerjaan yang sesungguhnya, masih menjadi misteri.

Lalu siapakah “Kaisar Jiu Jian” ini sebenarnya? Delapan aksara ukiran itu menggunakan skrip jenis “bird-worm seal script”. Ini adalah skrip yang digunakan pada era Kerajaan Wu dan Yue. Maka tidak salah jika sang empunya pedang adalah Kaisar Yue. Namun di dalam sejarah Kerajaan Yue tidak ada raja yang bernama “Jiu Jian”. 

Siapakah sebenarnya “Jiu Jian”? Riset para pakar paleografi menyimpulkan, “Jiu Jian” adalah nama universal dari “Gou Jian”, dalam bahasa Kerajaan Yue kuno pelafalan kedua aksara tersebut sangat mirip. Kemudian teori ini juga diterima di kalangan arkeolog. Jadi pedang pusaka ini, seharusnya adalah pedang milik Kaisar Gou Jian yang selalu dibawanya kemana-mana. Tadi telah disebutkan, di antara 10 pedang itu Kerajaan Yue memiliki 2 bilah yakni Juque dan Chunjun, Pedang Juque lebih lebar dan besar, Pedang Chunjun lebih kecil. Jika kedua pedang ini benar dimiliki Gou Jian, maka seharusnya adalah yang lebih kecil, yaitu Pedang Chunjun yang dipuji-puji oleh Xue Zhu.

Tetapi pusaka yang begitu berharga ini, mengapa bisa berada di dalam makam raja Kerajaan Chu? Andaikan dikubur di dalam tanah, seharusnya dikubur bersama Gou Jian barulah benar. Sesungguhnya antara Kerajaan Chu dan Yue sejak dulu sudah terjalin hubungan kekerabatan yang sangat tua, biasanya selalu ada perkawinan antar kerajaan. Putri Gou Jian yang bernama Yuè jī, dinikahkan kepada putra mahkota Kaisar Zhao dari Kerajaan Chu. Kemudian Kaisar Zhao sakit keras, Yuè jī, menantunya demi melenyapkan musibah itu, berupaya menukar nyawanya sebagai tumbal, maka putri Gou Jian pun bunuh diri. Namun nyawa Kaisar Zhao tetap tak tertolong. Setelah Kaisar Zhao wafat, untuk mengenang budi pekerti Yuè jī, maka putra mahkota dan para menteri mengangkat anak dari Yuè jī menjadi raja, inilah Kaisar Hui dari Kerajaan Chu, yang juga cucu dari Kaisar Gou Jian. Kemudian keduanya pun menjadi keluarga dekat. Dulu ketika Gou Jian menumpas Kerajaan Wu, Kerajaan Chu juga memberikan bantuan. Jadi teori yang sekarang diakui kalangan arkeolog adalah, Pedang Chunjun ini mungkin berpindah ke Kerajaan Chu menyertai sang putri raja yang dinikahkan ke Chu. Atau Yuè jī, atau mungkin putri lain yang dinikahkan kesana.

Benda Gaib, Pada Akhirnya Akan Sirna

Masyarakat kuno sering mengatakan, benda pusaka memiliki sisi gaib atau spiritualnya. Dalam kitab “Naskah Jin: Riwayat Zhang Hua” terdapat sebuah kisah seperti ini. Dikatakan pada masa Tiga Kerajaan (Sam Kok, red.), Pedang Gan Jiang dan Mo Ye pernah terlihat muncul lagi di tengah masyarakat. Setelah Kerajaan Wu ditumpas habis, secercah aura berwarna ungu yang merupakan simbol raja masih terlihat sangat kuat di wilayah Kerajaan Wu. Ahli astrologi bernama Lei Huan mengatakan bahwa itu adalah aura pedang pusaka, kemudian terbukti benar di bawah aura itu tergalilah sepasang pedang jantan dan betina Gan Jiang dan Mo Ye. Di hari munculnya pedang pusaka, aura ungu itu pun sirna.

Lei Huan mempersembahkan Pedang Gan Jiang kepada Perdana Menteri Zhang Hua, dan menyimpan sendiri pedang Mo Ye. Zhang Hua sangat senang, mengatakan dulu ada seorang peramal pernah memberitahunya bahwa ia akan memperoleh sebilah pedang pusaka di kemudian hari. Tetapi Lei Huan berkata pada Zhang Hua, “Benda yang gaib, pada akhirnya akan sirna, tak akan selamanya mengikuti manusia.”  Tak lama kemudian, Zhang Hua mengalami musibah dan meninggal dunia, Pedang Gan Jiang pun menghilang. Setelah Lei Huan meninggal dunia, putranya yang bernama Lei Hua membawa pedang ke tepi sungai, tahu-tahu pedang pusaka itu dengan sendirinya terlepas dari sarungnya dan kecemplung ke dalam sungai, lalu terlihat dua ekor naga yang mulanya terbang mepet di atas permukaan air untuk kemudian terbang pergi. Sejak saat itu tidak ada lagi orang yang pernah melihat keberadaan Pedang Gan Jiang dan Mo Ye.

Hari ini dengan munculnya kembali Pedang Chunjun, pertanda apakah yang perlu diketahui oleh kita? (sud/whs)