Home Blog

33 Tahun Kemudian, Pembantaian di Lapangan Tiananmen Masih Penting bagi Dunia

Dorothy Li

Tanggal 3 Juni 1989, adalah malam berdarah bagi para pengunjuk rasa mahasiswa pro-demokrasi. Kala itu, tank-tank meluncur menuju ke Lapangan Tiananmen, Beijing untuk memusnahkan orang-orang dan apapun di jalanan. Gas air mata dan peluru tajam membanjiri alun-alun.

Para pengunjuk rasa yang panik menyandarkan tubuh-tubuh yang lemas ke sepeda, bus, dan ambulans untuk mengangkut mereka pergi. Ribuan pengunjuk rasa tak bersenjata diperkirakan tewas.

Pembunuhan massal tersebut mengejutkan dunia. Sebagai tanggapan, kala itu Presiden AS George H.W. Bush mengutuk pembantaian tersebut. Kemudian menangguhkan pengiriman senjata ke Tiongkok dan memberlakukan beberapa sanksi.

“Tapi mereka segera beralih,” kata Li Hengqing, mantan pemimpin mahasiswa 1989 yang sekarang tinggal di Washington. Li menunjukkan bahwa sebagian besar sanksi langsung dicabut dan hubungan ekonomi kembali dilanjutkan.

“Kebetulan saya percaya bahwa kontak komersial telah memimpin, pada esensinya adalah pencarian lebih banyak terhadap kebebasan ini,” kata Bush pada konferensi pers yang diadakan sehari setelah pembantaian Tiananmen. 

“Saya pikir karena orang memiliki insentif komersial, apakah itu di Tiongkok atau  sistem totaliter lainnya, langkah menuju demokrasi menjadi lebih tak terhindarkan,” katanya. 

Teori itu digambarkan  “sangat konyol,” kata Yuan Hongbing, seorang cendikiawan Tiongkok yang kemudian diskors dari tugasnya karena berpartisipasi dalam aksi protes Tiananmen. Ia mengatakan kebijakan keterlibatan Washington dengan Tiongkok menguntungkan PKT. Bahkan, membantu rezim komunis mengumpulkan kekuatan ekonomi selama tiga dekade. 

“[Respon] Barat menguatkan PKT,” kata Chen Weijian, seorang komentator Tiongkok yang meninggalkan daratan Tiongkok ke Selandia Baru dua tahun setelah tindakan keras Tiananmen.

Setelah 33 tahun, “pembangunan ekonomi tak mengarah ke Tiongkok yang bebas,” kata Chen, yang merupakan pendiri majalah pro-demokrasi Tiongkok dan diselidiki karena mendukung demonstrasi 1989. Sebaliknya, PKT berusaha menggunakan kekuatan ekonomi untuk “mengubah aturan komunitas internasional” dan mengekspor model kontrol penindasannya ke seluruh dunia.

Chen mengutip percakapan antara Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden.

Selama pidato baru-baru ini di kelas kelulusan Akademi Angkatan Laut, Biden mengatakan bahwa Xi mengatakan kepadanya bahwa demokrasi akan jatuh dan “otokrasi akan menjalankan dunia.”

“Ketika dia menelepon saya untuk memberi selamat kepada saya pada malam pemilihan, dia mengatakan kepada saya apa yang dia katakan berkali-kali sebelumnya,” kata Biden pada 27 Mei, merujuk pada Xi. 

“Dia berkata, ‘Demokrasi tidak dapat dipertahankan di abad ke-21. Otokrasi akan menjalankan dunia. Mengapa? Hal-hal berubah begitu cepat. Demokrasi membutuhkan konsensus, dan itu membutuhkan waktu, dan Anda tidak punya waktu.’

“Dia salah,” kata Biden.

Disensor di Tiongkok

Hong Kong, sebagai tempat terakhir untuk memperingati para korban pembantaian 1989 di pulau yang dikuasai PKT, melarang peringatan massal sejak tiga tahun lalu, dengan alasan pandemi, di tengah pengekangan kebebasan Hong Kong yang lebih luas di tangan rezim komunis.

Para pemimpin kelompok di balik acara nyala lilin tahunan  ditahan setelah didakwa melakukan subversi di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan PKT. Mereka termasuk di antara lebih dari 150 orang yang  didakwa atau dihukum berdasarkan Undang-Undang kejam yang telah digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat di pusat demokrasi yang pernah berkembang pesat.

Pada peringatan tahun ini, puluhan polisi berpatroli di Victoria Park, tempat acara penyalaan lilin tahunan  yang pernah digelar sebelumnya.

Di daratan Tiongkok, aksi protes Lapangan Tiananmen, sebuah gerakan dipimpin oleh pemuda yang mengadvokasi reformasi demokrasi, masih merupakan topik yang tabu. Sampai hari ini, rezim partai komunis Tiongkok tidak akan mengungkapkan jumlah atau nama mereka yang terbunuh akibat kekejamannya. 

Rezim mencoba untuk menghapus semua kenangan pembantaian berdarah dengan menghapus setiap penyebutan peristiwa dari internet negara. Lebih parah lagi, kerap menekan para kerabat korban untuk memastikan agar mereka tetap bungkam. Akibatnya, generasi muda Tionghoa tidak menyadari apa yang terjadi pada malam itu.

Meskipun rezim terus menekan kenangan pada hari itu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan “terus berbicara dan mempromosikan akuntabilitas atas kekejaman rezim Tiongkok dan pelanggaran hak asasi manusianya termasuk yang terjadi di Hong Kong, Xinjiang, dan Tibet.”

“Kepada rakyat Tiongkok dan mereka yang terus menentang ketidakadilan dan mencari kebebasan, kami tidak akan melupakan 4 Juni,” katanya dalam pernyataan 3 Juni.

Pandemi

Tahun ini, Lapangan Tiananmen dilockdown beberapa minggu sebelum 4 Juni, sebagai  langkah pencegahan pandemi di bawah kebijakan “nol-COVID” rezim. 

Pendekatan kejam, yang dimaksudkan untuk menghilangkan setiap kasus infeksi dalam komunitas dengan memberlakukan lockdown dan karantina wajib, menyebabkan terjadinya kekurangan makanan dan penundaan perawatan medis bagi jutaan orang yang dilockdown di seluruh Tiongkok. 

“[PKT] ingin mengendalikan virus melalui pendekatan yang tidak menghormati hak asasi manusia, yang sama seperti yang dilakukan pada 4 Juni,” kata Chen.

Bagi Chen, kasus Li Wenliang, seorang dokter yang termasuk orang pertama memperingatkan tentang wabah COVID-19 awal di Wuhan, adalah alarm bagi dunia tentang bagaimana penindasan PKT dapat mempengaruhi mereka. Dokter tersebut ditegur oleh polisi pada Januari 2020 ketika pihak berwenang meremehkan tingkat keparahan wabah. Li kemudian meninggal dunia karena virus.

Chen mengatakan pandemi saat ini akan berbeda jika rezim tidak menyensor whistleblower dan pihak lain yang mencoba membunyikan alarm. “Akhirnya dunia mulai memahami PKT sekarang.”

Luo Ya dan Eva Fu berkontribusi pada laporan ini.

Trump Larang Total Warga dari 12 Negara Masuk AS, Batasi Perjalanan dari 7 Negara

EtIndonesia. Pada 4 Juni, Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah pengumuman yang secara total melarang warga dari 12 negara, termasuk Afghanistan, Iran, dan Myanmar, untuk masuk ke Amerika Serikat. Selain itu, terdapat tujuh negara lain yang dikenai pembatasan perjalanan.

Trump Terapkan Larangan Perjalanan ke 19 Negara

Dalam pengumuman tersebut, Trump menyatakan:  “Saya telah menginstruksikan Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, Menteri Keamanan Dalam Negeri, dan Direktur Intelijen Nasional untuk berkoordinasi dalam mengidentifikasi negara-negara di seluruh dunia yang memiliki kekurangan serius dalam sistem pemeriksaan dan penyaringan, sehingga perlu dilakukan penangguhan seluruh atau sebagian akses masuk warga negara tersebut.”

Menurut isi pengumuman, mulai 9 Juni, warga dari negara-negara berikut akan dilarang memasuki Amerika Serikat:

  • Afghanistan
  • Iran
  • Myanmar
  • Chad
  • Republik Kongo
  • Guinea Khatulistiwa
  • Eritrea
  • Haiti
  • Libya
  • Somalia
  • Sudan
  • Yaman

Trump menjelaskan bahwa beberapa negara dalam daftar ini sering menolak menerima kembali warganya, atau memiliki tingkat pelanggaran izin tinggal visa yang dianggap “tidak dapat diterima” oleh pemerintah Trump, serta “secara terang-terangan mengabaikan hukum imigrasi Amerika Serikat.”

Negara-negara seperti Sudan, Yaman, dan Somalia dimasukkan ke dalam daftar karena kekurangan dalam sistem penyaringan dan pemeriksaan keamanan.

Selain itu, tujuh negara lainnya dikenai pembatasan perjalanan sebagian, yaitu:

  • Burundi
  • Kuba
  • Laos
  • Sierra Leone
  • Togo
  • Turkmenistan
  • Venezuela

Untuk negara-negara ini, sebagian program visa untuk masuk AS ditangguhkan, namun tidak diberlakukan larangan total.

Trump menegaskan bahwa larangan perjalanan ini merupakan langkah penting untuk memperkuat keamanan nasional, dan bahwa Amerika Serikat harus “melindungi warganya dari serangan teroris dan ancaman terhadap keamanan nasional maupun keselamatan publik.”

Larangan perjalanan ini akan mulai berlaku pada Senin, 9 Juni pukul 00:01 waktu bagian timur AS.

Visa Pelajar dari Tiongkok Diperketat

Selain negara-negara yang disebutkan di atas, pemerintahan Trump juga tengah memperketat program visa perjalanan dari Tiongkok. Pemerintah AS menyatakan akan secara “agresif” membatalkan visa pelajar dari Tiongkok.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa langkah ini akan mencakup pelajar asal Tiongkok yang memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Tiongkok, atau yang sedang belajar di bidang-bidang strategis.

Rubio juga telah memerintahkan semua kedutaan dan konsulat AS di seluruh dunia untuk menangguhkan wawancara visa pelajar, karena Departemen Luar Negeri tengah mempersiapkan perluasan pemeriksaan terhadap akun media sosial pemohon visa.

Selain itu, pemerintah AS juga akan merevisi standar pemeriksaan visa untuk memperketat seleksi bagi pemohon visa dari Tiongkok dan Hong Kong di masa mendatang. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Benarkah Xi Jinping Akan Mundur? Bocoran Kesepakatan Rahasia dan Perang Dingin di Balik Layar

EtIndonesia. Sebuah babak baru drama politik Tiongkok terkuak hari ini ketika Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan percakapan telepon selama satu setengah jam dengan Xi Jinping. Dalam pembicaraan yang diumumkan secara resmi oleh kantor berita Xinhua, Xi bahkan secara terbuka mengundang Trump untuk melakukan kunjungan ke Beijing. Namun di balik publikasi yang tampak biasa itu, tersembunyi serangkaian anomali yang mengundang tanda tanya besar di kalangan pengamat dan diplomat internasional: apakah ini pertanda kekuasaan Xi Jinping di ujung tanduk?

Keanehan Fatal di Rilis Xinhua: Xi Jinping Tanpa Gelar Presiden

Salah satu kejanggalan paling mencolok justru datang dari siaran resmi Xinhua, lembaga berita Pemerintah Tiongkok yang sangat ketat dalam penggunaan protokol dan gelar negara. Pada rilis pertama terkait percakapan telepon ini, Xinhua menulis judul “Xi Jinping dan Presiden AS, Trump melakukan percakapan telepon” tanpa mencantumkan gelar “Presiden” pada Xi Jinping. Padahal, sesuai tradisi dan protokol resmi Tiongkok, setiap komunikasi atau pertemuan antarpemimpin negara harus menyebutkan gelar secara lengkap di kalimat pertama.

Tak lama kemudian, Xinhua mengedit berita tersebut dengan menambahkan gelar Presiden pada Xi Jinping. Namun, keanehan tetap terlihat jelas karena kedua versi—yang salah dan yang sudah diperbaiki—masih bisa diakses secara bersamaan di situs resmi Xinhua. Pengamat luar negeri, Tang Jun, menilai ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan sebuah sinyal politik yang sangat besar: apakah Xi Jinping benar-benar masih menjabat sebagai Presiden Tiongkok, atau justru status itu kini tengah dipertanyakan oleh lingkaran dalam kekuasaan?

Pertemuan Tidak Lazim di Tengah Rumor Perubahan Kekuasaan

Sehari sebelumnya, Xi Jinping diketahui menerima kunjungan Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, di kompleks Zhongnanhai. Yang menarik, lokasi pertemuan bukanlah di ruang-ruang kenegaraan utama seperti Balai Rakyat ataupun Gedung Tamu Negara Diaoyutai—melainkan di sebuah rumah pribadi Xi, tepat di sebelah kantornya sendiri di bagian barat laut Fengzeyuan, Zhongnanhai. Fakta ini bocor lewat media Belarusia, yang mempublikasikan foto outdoor plakat Chunyi Zhai, bangunan privat Xi, menambah keyakinan bahwa Xi telah kehilangan akses ke kantor Sekretaris Jenderal di Yingtai, pulau kecil di danau selatan Zhongnanhai yang selama ini dikenal sebagai pusat kekuasaan tertinggi PKT.

Dalam pertemuan itu, Xi bahkan secara terang-terangan mengatakan: “Kantor saya ada di sebelah.” 

Ini pertama kalinya dia menerima tamu penting di lokasi tersebut—sebuah langkah yang secara protokol sangat janggal dan memperkuat dugaan bahwa ia sudah tidak lagi bekerja di kantor Sekjen resmi. Bloomberg juga menyoroti hal ini dalam laporan tanggal 5 Juni, menegaskan perubahan lokasi sebagai indikator pergolakan kekuasaan internal.

Selain itu, pertemuan ini juga diwarnai pengumuman rencana parade militer memperingati 80 tahun kemenangan Perang Dunia II pada 3 September mendatang di Beijing, di mana Vladimir Putin dijadwalkan hadir. Xi bahkan mengundang Lukashenko untuk hadir, sekaligus pada KTT Shanghai Cooperation Organization. Namun, bagi banyak pengamat, parade militer dan undangan besar-besaran ini justru dibaca sebagai upaya Xi menegaskan eksistensinya di tengah ancaman perubahan kekuasaan.

Gelombang Rumor Suksesi dan Negosiasi Politik di Balik Layar

Di balik layar, rumor tentang perubahan kekuasaan di tubuh Partai Komunis Tiongkok semakin deras. Nama Wang Yang, mantan anggota Politbiro, santer disebut-sebut akan kembali ke Zhongnanhai sebagai Sekretaris Jenderal transisi. Menurut bocoran, kepulangan Wang Yang bukanlah perintah dari atas, melainkan hasil negosiasi alot dengan para elite Partai. Wang mengajukan sejumlah syarat keras: Menteri Luar Negeri, Wang Yi dan juru bicara Kemenlu Hua Chunying harus mundur, serta mantan Menlu Qin Gang harus dikembalikan ke posisinya untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.

Sumber internal menyebut, pada pertemuan rahasia di Henan, sejumlah tokoh kunci Partai secara langsung meminta Xi Jinping untuk pensiun dengan cara terhormat dan memfasilitasi transisi damai. Syarat utama yang diajukan Xi adalah jaminan keamanan penuh bagi dirinya dan keluarga, perlindungan makam serta monumen ayahnya (Xi Zhongxun), serta janji tidak akan ada aksi balas dendam atau “bersih-bersih politik.” Para senior Partai kabarnya sepakat, menawarkan “kesepakatan garis bawah”: Xi turun secara sukarela tanpa pengusiran paksa, dan hak-hak keluarga Xi tetap dijamin.

Kesepakatan ini juga melibatkan Wakil Ketua Komisi Militer, Jenderal Zhang Youxia, yang disebut-sebut telah mengamankan kendali militer dan memastikan transisi berjalan lancar.

Xi Jinping Berusaha Lakukan Serangan Balik: Trump dan Putin Jadi “Jaminan Politik”?

Meski berbagai tanda menunjukkan kekuasaannya mulai rapuh, Xi Jinping tetap berupaya melakukan “serangan balik.” Pengamat menilai, Xi memanfaatkan momentum kehadiran dua tokoh besar dunia—Trump dan Putin—untuk membangun kembali citra pengaruh internasional dan memperkuat posisinya di mata elite Partai Komunis Tiongkok.

Strategi semacam ini pernah dipakai Xi pada masa jabatan pertama Trump, saat posisi domestiknya juga lemah dan dia membutuhkan legitimasi eksternal untuk bertahan. Namun, banyak analis berpendapat, situasi kali ini jauh berbeda: kekuatan militer telah dikuasai oleh faksi Zhang Youxia, dan lawan-lawan politik Xi telah membangun konsensus anti-Xi yang solid.

Kunjungan Lukashenko ke Beijing pun ditafsirkan sejumlah kalangan sebagai “misi pengintaian” dari Putin, guna memastikan kondisi riil Xi di balik layar. Banyak yang mempertanyakan, setelah kehilangan kantor dan pengaruh formal, apakah Putin masih akan menaruh kepercayaan pada Xi dalam konteks hubungan bilateral dan aliansi strategis Tiongkok–Rusia?

Penutup: Ke Mana Arah Tiongkok Selanjutnya?

Dengan serangkaian keanehan rilis berita, perubahan lokasi pertemuan penting, serta gelombang rumor pergantian kepemimpinan, drama politik di Tiongkok kini memasuki fase genting yang jarang terjadi dalam sejarah Partai Komunis modern. Apakah Xi Jinping benar-benar akan turun secara terhormat atau justru tersingkir dalam gelombang kudeta “halus”? Akankah jaminan untuk keluarganya benar-benar dijaga? Dan, apakah parade militer serta undangan terhadap Trump dan Putin hanya menjadi “dekorasi terakhir” dari kekuasaan yang segera berlalu?

Situasi ini menandai babak baru ketidakpastian politik di Tiongkok, dengan implikasi besar bagi masa depan negeri itu, kawasan Asia Timur, dan tatanan global.

Putin Kecam Keras Rezim Kyiv Sebagai “Organisasi Teroris”, Perang Memburuk dan Picu Ancaman Nuklir

EtIndonesia. Menanggapi meningkatnya aksi provokatif militer dari pihak Ukraina, Presiden Rusia, Vladimir Putin akhirnya menyampaikan pernyataan publik yang tajam. Dia mengecam pemerintahan Ukraina sebagai “rezim ilegal Kyiv” dan menuduh mereka telah berubah menjadi organisasi teroris yang menyerang Rusia setelah mengalami kerugian besar di medan tempur. Di sisi lain, Presiden AS, Donald Trump juga mengungkapkan bahwa dalam percakapan pada 4 Juni, Putin menyatakan Rusia harus membalas serangan drone Ukraina yang baru-baru ini meningkat.

Putin: Rezim Kyiv Telah Menjadi Organisasi Teroris, Situasi Perang Kian Memburuk

Menurut laporan media pemerintah Rusia, RT, dua insiden sabotase rel kereta di wilayah Bryansk dan Kursk Rusia beberapa hari lalu disebut sebagai “tindakan terorisme yang jelas.” Putin menyebut serangan ini dilakukan langsung di bawah komando pimpinan tinggi Ukraina.

Dua serangan itu terjadi pada 31 Mei dan 1 Juni, menyebabkan tujuh orang tewas dan lebih dari 120 lainnya luka-luka. Putin menilai tujuan serangan tersebut adalah untuk menggagalkan putaran kedua perundingan damai antara Rusia dan Ukraina yang dijadwalkan berlangsung di Istanbul, Turki, serta bertepatan dengan intensifikasi serangan drone Ukraina.

Putin menegaskan bahwa serangan-serangan ini semakin membuktikan bahwa rezim Kyiv tengah bertransformasi menjadi organisasi teroris. Dia juga menuduh bahwa negara-negara Barat yang mendukung Ukraina sebenarnya turut menjadi kaki tangan dalam aksi teror tersebut.

Dalam pidatonya, Putin mengatakan: “Serangan terhadap warga sipil dilakukan dengan sengaja. Ini mengonfirmasi kekhawatiran kami bahwa rezim Kyiv telah kehilangan legitimasi dan berubah menjadi organisasi teroris.”

Dia juga menegaskan, meski pihak Ukraina sempat mengajukan permintaan untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi dan menghentikan pertempuran, saat ini, “tidak ada gunanya bernegosiasi dengan rezim yang menggunakan terorisme sebagai senjata.”

Dia menantang: “Siapa yang mau berunding dengan para teroris yang mengandalkan tindakan teror untuk mencapai tujuan mereka?”

Lebih lanjut, Putin menuduh Kyiv hanya berpura-pura ingin berdialog, padahal kenyataannya, mereka justru menggunakan aksi teror untuk menutupi kekalahan besar di garis depan. Dia menyebut pendekatan Kyiv terhadap perdamaian sebagai tidak tulus, dan menilai bahwa mereka lebih mementingkan kekuasaan daripada nyawa manusia dan stabilitas kawasan.

Percakapan Putin-Trump Picu Kekhawatiran Eskalasi Perang

Di tengah situasi yang memanas, percakapan antara Presiden Putin dan Presiden Trump menjadi sorotan dunia. Menurut laporan CNN, Trump mengungkapkan bahwa Putin secara gamblang menyatakan perlunya membalas serangan drone Ukraina. Beberapa media Rusia bahkan menyebut situasi telah mendekati “garis merah” penggunaan senjata nuklir, dan menyerukan pembalasan besar-besaran terhadap Ukraina.

Analis militer Rusia di berbagai media juga menyuarakan reaksi keras, menuntut tanggapan militer yang jauh lebih tegas terhadap Ukraina. Beberapa bahkan mengklaim bahwa aksi drone Ukraina telah mencapai ambang batas yang dapat memicu penggunaan senjata nuklir.

Siaran dari televisi nasional Rusia menyebutkan bahwa sejumlah penasihat politik Putin mendorong tindakan balasan langsung terhadap Kyiv. Pernyataan-pernyataan tersebut menambah kekhawatiran global terhadap kemungkinan Rusia akan mempertimbangkan opsi serangan nuklir.

Meskipun Putin tidak secara eksplisit menyatakan akan menggunakan senjata nuklir, dia memberikan sinyal bahwa Rusia tidak akan mengesampingkan opsi tersebut jika Ukraina terus melakukan serangan serupa.

Ancaman Nuklir Meningkat: Rusia Bisa Intensifkan Serangan Udara Tanpa Pandang Bulu

Meski potensi penggunaan senjata nuklir dinilai masih kecil, para pakar menunjukkan bahwa menurut doktrin militer terbaru Rusia, jika infrastruktur militer yang dianggap “sangat penting” diserang, maka Rusia secara hukum diperbolehkan membalas dengan senjata nuklir.

Namun, mayoritas analis percaya bahwa alih-alih meluncurkan serangan nuklir, Rusia lebih mungkin memperkuat intensitas serangan udara besar-besaran ke kota-kota dan infrastruktur sipil Ukraina, menggunakan misil dan drone secara lebih agresif sebagai bentuk pembalasan.

Media internasional kini memantau dengan ketat reaksi Rusia, sambil mencoba memahami motif di balik pernyataan keras Putin. Analis geopolitik seperti Ian Bremmer menyatakan bahwa respons Rusia kemungkinan akan lebih destruktif, terutama mengingat Rusia kesulitan meraih kemenangan signifikan di medan perang darat.

Dunia Waspada: Ancaman Perang Nuklir Membayangi, Tekanan Global Menguat

Dengan meningkatnya ketegangan dalam konflik Rusia-Ukraina, dunia internasional menunjukkan kekhawatiran yang serius terhadap eskalasi lebih lanjut. Sejumlah negara memperingatkan bahwa provokasi terhadap Rusia bisa memicu konsekuensi yang sangat berbahaya.

Para diplomat dari AS dan Eropa menegaskan bahwa mereka akan memantau dengan ketat perkembangan situasi dan siap memberikan tanggapan terhadap setiap tindakan lanjutan Rusia. Ancaman nuklir yang kembali mencuat membuat komunitas global meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Moskow.

Meski begitu, menurut berbagai analisis, meskipun retorika nuklir Rusia terdengar sangat keras, Putin kemungkinan besar akan memilih untuk melanjutkan kampanye serangan udara intensif terhadap infrastruktur Ukraina daripada benar-benar menggunakan senjata nuklir—karena langkah tersebut dapat membawa Rusia pada isolasi internasional dan konsekuensi militer besar-besaran.

Seiring Putin semakin keras mengecam rezim Kyiv sebagai organisasi teroris dan menyuarakan ancaman serius di panggung internasional, masa depan konflik Rusia-Ukraina semakin diliputi ketidakpastian. Apakah yang akan terjadi selanjutnya—peningkatan pemboman terhadap kota-kota Ukraina, atau eskalasi ke ancaman nuklir—yang jelas, risiko dan ketegangan global kini berada di titik yang sangat kritis. (jhn/yn)

Presiden AS dan Rusia Bicara 1,5 Jam Lewat Jalur Langsung, Trump: Putin Akan Membalas Serangan Mendadak Ukraina

EtIndonesia. Pada 4 Juni waktu setempat, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon untuk membahas serangan drone Ukraina terhadap pangkalan angkatan udara Rusia. Trump mengungkapkan melalui media sosial bahwa Putin “dengan nada yang sangat tegas” menyampaikan bahwa Rusia akan membalas serangan Ukraina tersebut. Namun, Trump juga mengakui bahwa meskipun pembicaraan berlangsung baik, “belum terlihat secercah harapan menuju perdamaian.”

Ini merupakan kali pertama Trump secara terbuka menanggapi serangan drone Ukraina yang menembus jauh ke dalam wilayah Rusia dalam beberapa hari terakhir. Gedung Putih mengatakan bahwa pihak AS sebelumnya tidak memiliki informasi intelijen tentang operasi militer tersebut. Dalam pembicaraan tersebut, Trump juga menegaskan hal ini kepada Putin. Menurut penjelasan penasihat diplomatik Kremlin, Yuri Ushakov, hal ini menjadi salah satu poin utama dalam pembicaraan kedua pemimpin tersebut.

Waktu percakapan antara Trump dan Putin terbilang cukup panjang, namun dalam unggahannya, Trump tidak menjelaskan secara gamblang bagaimana reaksinya terhadap pernyataan Putin yang berjanji akan melakukan balasan. Dia juga tidak menunjukkan ketidaksabaran atau kemarahan yang sebelumnya sering dia tunjukkan terkait perang berkepanjangan Rusia. Sebaliknya, sikapnya kali ini terkesan lebih tenang. Yuri Ushakov menggambarkan pembicaraan itu sebagai “positif dan cukup konstruktif,” seraya menambahkan : “Saya percaya sangat bermanfaat bagi Trump untuk mendengar langsung pandangan kami mengenai insiden ini.”

Ukraina: Kami Belum Menutup Pintu Negosiasi

Menanggapi pembicaraan antara Trump dan Putin, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy juga menyampaikan pandangannya melalui media sosial. 

Dia menulis: “Sudah banyak pihak yang mencoba berdialog dengan Rusia, namun negosiasi-negosiasi tersebut tidak pernah membawa perdamaian yang nyata, bahkan tidak mampu menghentikan perang. Ironisnya, Putin kini merasa bisa berbuat semaunya.”

Dia memperingatkan: “Ketika Putin berjanji akan membalas, itu berarti setiap serangan baru, setiap penundaan diplomatik, adalah cara Rusia menunjukkan jari tengah kepada dunia, menantang mereka yang masih ragu-ragu untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow.”

Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, Andrii Yermak, dalam sebuah konferensi pers di Washington juga menyatakan bahwa saat ini Rusia hanya mengandalkan kekuatan dan tidak menunjukkan niat politik untuk mengakhiri perang. 

“Namun itu bukan berarti Ukraina telah menutup pintu bagi negosiasi,” tegasnya.

Apakah Trump Akan Menelepon Zelenskyy Juga?

Trump telah berulang kali berjanji akan “mengakhiri perang dengan cepat,” namun belakangan tampaknya mulai kehilangan kesabaran. Dia tidak hanya menyerukan kepada Putin untuk “menghentikan pertempuran,” tetapi juga sempat menyebut Putin “sudah benar-benar gila.” Meskipun begitu, hingga kini Trump belum menyatakan apakah ia akan mendukung sanksi baru terhadap Rusia.

Percakapan telepon kali ini merupakan pembicaraan pertama antara Trump dan Putin sejak 19 Mei lalu. Dalam percakapan tersebut, mereka juga membahas program nuklir Iran serta kemungkinan Rusia akan terlibat dalam pembicaraan dengan Iran. Sementara itu, belum diketahui apakah Trump juga akan melakukan percakapan langsung dengan Presiden Zelenskyy dalam waktu dekat.

Perundingan Rusia-Ukraina Masih Mandek, Hanya Sepakat Tukar Jenazah

Pada Senin (2/6) lalu, Rusia dan Ukraina kembali melakukan pertemuan langsung di Istanbul, Turki—yang menjadi pertemuan kedua dalam dua minggu terakhir. Kedua pihak saling bertukar memorandum mengenai syarat-syarat gencatan senjata. Namun, pembicaraan hanya berlangsung satu jam dan tidak menghasilkan kemajuan substansial. Satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah pertukaran ribuan jenazah prajurit yang gugur dari kedua belah pihak.

Zelenskyy mengungkapkan bahwa Ukraina dan Rusia kemungkinan akan kembali melakukan pertukaran tawanan perang akhir pekan ini. Namun, ia juga mengkritik proses negosiasi yang berlangsung, menyebutnya sebagai “pertunjukan politik” yang bertujuan untuk mengulur waktu, menunda sanksi, dan memberi kesan kepada AS bahwa Rusia masih terbuka untuk bernegosiasi.(jhn/yn)

Kim Jong-un Tersenyum! Lee Jae-myung Menang Telak sebagai Presiden Korea Selatan, Media Korea Utara Langsung Melaporkan Keesokan Harinya

EtIndonesia. Satu hari setelah Lee Jae-myung dari Partai Demokrat Bersatu terpilih sebagai Presiden Korea Selatan ke-21, media resmi Korea Utara pada hari Kamis (5/6) langsung melaporkan hasil pemilu tersebut. Ini merupakan kali pertama media Korea Utara secara eksplisit menyebut hasil pemilihan Presiden Korea Selatan dan secara langsung menyebut nama Lee Jae-myung, yang memicu berbagai spekulasi terkait potensi perubahan dalam hubungan antara Korea Utara dan Selatan.

Menurut laporan dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) dan surat kabar resmi Partai Buruh Korea, Rodong Sinmun, pemilu Korea Selatan digelar pada hari Selasa (3/6). Pemilu ini dipercepat menyusul pemakzulan Presiden sebelumnya, Yoon Suk-yeol, oleh parlemen akibat insiden “Darurat Militer” yang terjadi pada 3 Desember. Mahkamah Konstitusi menyatakan pemakzulan sah pada bulan April, yang kemudian memicu pemilu dini. Laporan menyebutkan bahwa Lee Jae-myung berhasil memenangkan pemilu tersebut, namun tidak memberikan komentar lebih lanjut terkait isi kampanye atau sikap kebijakan Lee.

Yang membuat perhatian publik tertuju adalah kecepatan Korea Utara dalam melaporkan hasil pemilu ini dan penyebutan langsung nama Lee Jae-myung, sebuah hal yang sangat tidak biasa. Sebelumnya, ketika kandidat dari kubu konservatif seperti Lee Myung-bak dan Park Geun-hye terpilih, media Korea Utara biasanya lambat memberikan laporan atau bahkan sama sekali tidak menyebutkan nama mereka. Sebaliknya, untuk tokoh progresif seperti Moon Jae-in, media Korea Utara menunjukkan reaksi yang jauh lebih cepat. Respons cepat terhadap kemenangan Lee kali ini dianggap sebagai sinyal bahwa Pyongyang sangat memperhatikan perubahan dalam dinamika politik Seoul.

Pada 4 Juni, Lee Jae-myung resmi dilantik sebagai Presiden, dan dalam pidato pelantikannya, dia menekankan pentingnya memulai kembali dialog dengan Korea Utara. Dia mengatakan: “Kita akan menyembuhkan luka akibat perpecahan dan perang, dan membangun masa depan yang damai dan sejahtera,” seraya menambahkan bahwa “perdamaian selalu lebih baik daripada perang.” 

Meski demikian, dia tetap menegaskan akan bersikap waspada terhadap provokasi nuklir dari Korea Utara, namun akan membuka jalur komunikasi secara aktif.

Berbeda dengan pendahulunya Yoon Suk-yeol yang dikenal bersikap keras terhadap Pyongyang, Lee Jae-myung menampilkan pendekatan yang lebih lunak. Analis dari Institut Persatuan Korea, Hong Min, menyatakan bahwa Lee tidak menetapkan prasyarat untuk memulai dialog dan secara terbuka menyatakan kesediaan untuk menyelesaikan perbedaan melalui negosiasi, yang mencerminkan “sikap berbeda terhadap Korea Utara.”

Selain perubahan kebijakan luar negeri, Lee Jae-myung juga memprioritaskan pemulihan ekonomi domestik. Dalam upacara pelantikannya di parlemen, dia mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memperluas paket stimulus ekonomi hingga mencapai 35 triliun won Korea, untuk membantu rumah tangga dan usaha kecil-menengah yang terdampak oleh tarif internasional dan guncangan ekspor. 

Dia memperingatkan: “Bangkitnya proteksionisme dan restrukturisasi rantai pasokan merupakan ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup kita,” dan bertekad untuk memulihkan siklus ekonomi melalui kebijakan fiskal ekspansif.

Dalam pemilu tersebut, Lee Jae-myung meraih 49,4% suara, unggul signifikan atas rival konservatifnya Kim Moon-soo yang memperoleh 41,2%. Kekalahan Kim dipengaruhi oleh perpecahan internal partai dan keberadaan kandidat ketiga yang menyedot suara konservatif. 

Usai dinyatakan menang, Lee segera bertemu dengan para petinggi militer Korea Selatan dan menegaskan pentingnya menjaga kesiapsiagaan untuk menghadapi potensi provokasi dari Korea Utara, mencerminkan upayanya menjaga keseimbangan antara pencapaian perdamaian dan menjaga keamanan nasional.(jhn/yn)

Bintang Raksasa yang Mencengangkan: 1 Juta Kali Lebih Terang dari Matahari

EtIndonesia. Di kedalaman semesta yang luas tak berujung, ada benda-benda langit yang keberadaannya membuat manusia hanya bisa mengagumi kebesaran Sang Pencipta. Salah satu di antaranya adalah V766 Centauri—sebuah bintang yang menggetarkan hati. Meski bukan bintang paling terang, V766 adalah salah satu bintang kuning superraksasa terbesar dan paling misterius yang pernah dikenal manusia. Keberadaannya yang megah menantang pemahaman kita tentang siklus hidup bintang dan membangkitkan rasa hormat terhadap keteraturan semesta yang luar biasa.

Raksasa Kuning Terbesar di Alam Semesta

V766 Centauri terletak sekitar 3.600 parsek dari Bumi, berada di rasi bintang Centaurus di belahan langit selatan. Para ilmuwan memperkirakan radius bintang ini mencapai lebih dari 1.300 kali ukuran Matahari. Tak hanya berukuran kolosal, cahayanya pun sangat menyilaukan—sekitar 1 juta kali lebih terang dari Matahari.

Meski begitu, hingga tahun 2014, bintang ini masih sangat minim penelitian. Baru setelah European Southern Observatory (ESO) mengerahkan instrumen interferometer teleskop raksasa mereka, tabir misteri bintang raksasa yang selama ini “tertidur” itu mulai terbuka.

Siklus Hidup Aneh: Menari Bersama Bintang Pendamping

V766 bukanlah bintang yang hidup sendiri. Dia memiliki dua bintang pendamping. Salah satunya adalah bintang tipe-B yang berada cukup jauh, sementara satu lagi adalah bintang dengan suhu rendah yang sangat dekat—bahkan bersentuhan langsung dengannya. Para astronom menduga bahwa ukuran V766 yang sangat besar kemungkinan disebabkan oleh pertukaran massa dengan bintang pendampingnya yang dekat—suatu fenomena yang sangat langka.

Dari hasil observasi, diketahui bahwa bintang pendamping yang lebih kecil mengorbit V766 setiap 1.300 hari, menciptakan sistem “bintang gerhana ganda”, di mana sebagian cahaya dari bintang utama akan tertutupi secara berkala, menyebabkan perubahan intensitas cahaya yang diamati dari Bumi.

Spektrum cahayanya pun tidak stabil, berfluktuasi antara tipe G8Ia+ hingga K3Ia+, dan perubahan kecerahannya juga tidak teratur. Dari ukuran awal sekitar 40 kali Matahari, V766 telah membesar menjadi bintang superraksasa merah. Lapisan luarnya tengah meledak dan menyebar ke angkasa, seperti raksasa tua yang perlahan-lahan hancur. Diperkirakan, bintang ini bisa berubah menjadi blue supergiant (superraksasa biru) atau luminous blue variable (bintang variabel biru yang sangat terang), dan kemudian meledak sebagai supernova sebelum akhirnya menjadi bintang Wolf-Rayet tahap akhir.

Bintang Unik: Ukuran yang Berubah Sesuai Suhu

Salah satu hal yang paling mengagumkan dari V766 adalah fenomena langka: ukuran tubuhnya berubah tergantung suhu permukaannya. Ketika mengembang, suhu permukaannya justru menurun. Ini sangat tidak biasa dalam dunia bintang. Bintang ini seolah memiliki napas, mengembang dan menyusut seperti makhluk hidup, mengikuti irama kosmiknya sendiri.

Tim peneliti internasional dari Observatorium Côte d’Azur di Nice, Prancis, menemukan bahwa ukuran V766 bahkan 50% lebih besar dari Betelgeuse, salah satu bintang merah superraksasa paling terkenal, kembali mengguncang pemahaman ilmiah tentang batas ukuran bintang.

Pelajaran dari Alam Semesta: Keteraturan dalam Keagungan

Meski alam semesta tampak kacau dan acak, di balik itu semua tersembunyi keteraturan yang luar biasa. Keberadaan V766 bukan hanya fenomena astronomi, tapi juga seperti pengingat hening bahwa—bahkan dari jarak ribuan tahun cahaya—semesta tetap tunduk pada suatu tatanan yang lebih tinggi. Keagungan dan keanehannya bukanlah hasil dari kekacauan acak, melainkan tampak seperti bagian dari rancangan yang sangat bijak.

Saat kita menatap bintang di langit, melihat kilau dan kekuatan yang tak terbayangkan, mungkin kita bisa sejenak melepaskan kegelisahan hidup sehari-hari. Luasnya semesta dan megahnya benda-benda langit mengajarkan kita bahwa meski hidup ini singkat, kita bisa menjalani perjalanan yang bersinar, penuh makna, dan akhirnya kembali ke keheningan abadi.

Kisah V766 Centauri bukan sekadar kisah sebuah bintang—ia adalah bisikan lembut semesta kepada umat manusia. Di balik cahaya bintang dan keheningan galaksi, mungkin benar ada kekuatan yang lebih tinggi yang mengatur segalanya dengan indah.(jhn/yn)

6 Jenis Benda yang Tidak Boleh Dibersihkan dengan Alkohol — Sekali Tersentuh Bisa Rusak Total dan Tak Bisa Diperbaiki!

Keterangan gambar: 7 jenis benda yang tidak boleh dibersihkan dengan alkohol—sekali terkena bisa rusak dan tidak bisa diperbaiki. (Sumber gambar: Adobe Stock)

EtIndonesia. Alkohol memang dikenal sebagai cairan serbaguna untuk disinfeksi dan pembersihan. Namun, tahukah Anda? Beberapa benda justru tidak boleh bersentuhan dengan alkohol sama sekali. Bukannya bersih, malah bisa langsung rusak! Yuk, simak daftar 6 benda yang tidak boleh dibersihkan dengan alkohol, supaya Anda tidak menyesal di kemudian hari.

1. Kacamata

Kotoran di kacamata memang menyebalkan, tapi jangan pernah membersihkannya dengan alkohol! Alkohol memang bisa mengangkat noda, tetapi juga bisa merusak lapisan pelindung lensa, seperti lapisan anti-UV atau anti-pantul. Akibatnya, lensa jadi buram dan tak nyaman dipakai. Bahkan, bagian frame berbahan logam bisa terkikis dan meninggalkan bekas noda tak sedap dipandang.

Saran: Gunakan campuran air dan sedikit sabun cuci piring, lalu keringkan dengan kain lembut yang bersih. Untuk kacamata mahal, sebaiknya gunakan cairan pembersih khusus kacamata agar hasil lebih optimal dan aman.

2. Akrilik (Acrylic)

Permukaan akrilik yang bening dan mengkilap memang menggoda untuk dibersihkan dengan alkohol. Tapi hati-hati—akrilik itu rapuh. Alkohol bisa membuat permukaannya kusam, bahkan muncul retakan kecil yang tidak langsung terlihat. Yang lebih parah, retakannya bisa muncul beberapa saat setelah dibersihkan, seperti bom waktu!

Saran: Gunakan kain lembut yang dibasahi air sabun hangat. Jangan gunakan sikat kasar atau alkohol agar permukaan tetap bening dan tidak rusak.

3. Lantai Kayu (Parket)

Ada anggapan salah di internet bahwa menambahkan alkohol ke air pel lantai bisa membunuh kuman lebih efektif. Padahal, alkohol justru bisa merusak permukaan lantai kayu, membuatnya pudar, kasar, bahkan merusak lapisan pelindung anti air. Akibatnya, air mudah meresap ke dalam kayu dan memicu jamur serta pembengkokan.

Saran: Gunakan cairan pembersih khusus untuk lantai kayu. Ini cukup untuk membersihkan sekaligus menjaga daya tahan lapisan pelindung lantai Anda.


4. Sofa Kulit Asli

Sofa berbahan kulit memang terlihat mewah, tapi juga sangat sensitif terhadap alkohol. Penggunaan alkohol bisa menyebabkan kulit mengeras, memudar, atau muncul noda permanen. Kerusakan ini sering kali tidak bisa diperbaiki, dan membuat sofa kehilangan kesan “mahal”-nya.

Saran: Gunakan kain lembut yang sedikit dibasahi air, lalu usap perlahan area yang kotor. Setelah itu, oleskan pelembap khusus kulit atau bahkan hand cream. Lebih baik lagi, gunakan pembersih khusus kulit atau minta bantuan profesional.

5. Interior Mobil

Banyak orang membersihkan bagian dalam mobil dengan alkohol karena ingin membasmi bakteri. Tapi justru sebaliknya, alkohol bisa merusak lapisan pelindung interior, menyebabkan warna pudar, tekstur kasar, bahkan menguningnya plastik akibat reaksi kimia.

Saran: Gunakan air bersih dan pembersih khusus interior mobil. Dengan begitu, kualitas tampilan tetap terjaga, dan Anda tetap bisa mendapatkan efek pembersih yang aman.

Jangan pernah membersihkan laptop dengan alkohol. (Sumber gambar: Adobe Stock)

6. Laptop (Notebook)

Membersihkan layar laptop dengan alkohol memang terlihat praktis, tapi bisa berakibat fatal. Alkohol bisa menghapus lapisan pelindung anti-refleksi layar, menyebabkan tampilan jadi buram dan silau. Bahkan, alkohol bisa merusak keyboard dan casing, membuat warnanya pudar atau permukaannya terkelupas.

Saran: Gunakan cairan khusus pembersih layar untuk bagian monitor, dan kain lembab (bukan basah) untuk bagian luar dan keyboard. Hati-hati jangan sampai cairan masuk ke dalam mesin karena bisa memicu korsleting atau merusak komponen internal.

Penutup

Alkohol memang praktis, tapi tidak cocok untuk semua benda. Terutama bagi barang-barang yang rentan terhadap korosi atau pelapisan khusus. Cara terbaik adalah mengenali dulu jenis materialnya, lalu pilih metode pembersihan yang aman. Bila ragu, cukup gunakan air bersih dan kain lembut—metode klasik tapi sangat efektif.

Ingat, membersihkan dengan cara yang benar adalah investasi jangka panjang bagi keindahan dan keawetan barang-barang kesayangan Anda.(jhn/yn)

Xi Jinping Muncul Setelah 15 Hari Hilang, Siapa Sebenarnya yang Mengendalikan Tiongkok?

EtIndonesia. Jagat politik Tiongkok kembali diguncang oleh kemunculan Xi Jinping di hadapan publik setelah 15 hari lamanya ‘menghilang’ tanpa jejak yang jelas. Publikasi pertemuan Xi dengan Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko pada 4 Juni justru memunculkan lebih banyak pertanyaan dibandingkan jawaban, menambah lapisan misteri terhadap dinamika kekuasaan di pusat pemerintahan Tiongkok.

Pertemuan yang Janggal dan Minim Ekspresi

Pada tanggal 4 Juni, Xi Jinping untuk pertama kalinya muncul kembali ke hadapan kamera setelah absen hampir dua pekan. Dia menerima kunjungan resmi Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko. Namun, ada kejanggalan mencolok dalam momen penting ini. Alih-alih diumumkan secara luas oleh media resmi Tiongkok seperti biasanya, foto-foto pertemuan justru pertama kali beredar melalui media pemerintah Belarusia. Media resmi Tiongkok hanya merilis rilis teks tanpa menyertakan dokumentasi visual apa pun.

Lebih jauh lagi, ekspresi wajah Xi dalam foto-foto yang beredar tampak dingin dan jauh dari kesan ceria yang biasa dipertontonkan dalam pertemuan diplomatik. Tidak ada senyum ramah, tidak ada gestur hangat, dan tidak pula terlihat antusiasme dalam gestur tubuhnya. Kemunculan Xi yang ‘datang dan pergi’ tanpa penjelasan, serta minimnya bukti visual dari pihak Tiongkok, memantik spekulasi liar di dalam dan luar negeri: benarkah itu Xi Jinping yang asli? Apakah dia masih memegang kendali penuh atas kekuasaan? Atau justru ada pergolakan besar yang sengaja ditutup-tutupi?

Analisis Para Pengamat: Krisis Kekuasaan atau Pengalihan Isu?

Cai Shengkun, seorang pengamat politik Tiongkok yang sering menjadi rujukan dalam menganalisis dinamika internal Partai Komunis Tiongkok (PKT), menilai kemunculan Xi di saat yang sangat sensitif — bertepatan dengan peringatan tragedi Tiananmen 4 Juni — lebih sebagai bentuk pengalihan isu. Menurutnya, keputusan memperlihatkan Xi di hadapan publik merupakan manuver strategis untuk mengurangi spekulasi mengenai potensi keretakan atau perebutan kekuasaan di tingkat tertinggi.

Namun, cara kemunculan yang tidak wajar dan minim eksposur visual justru memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di lingkaran dalam kepemimpinan. Sejumlah analis luar negeri bahkan berani menyebut, muncul kemungkinan bahwa Xi Jinping hanya menjadi ‘boneka’ sementara kendali nyata telah berpindah ke tangan kelompok elite partai lainnya.

Peran Kunci Para Sesepuh PKT: Wen Jiabao dan Zhang Youxia

Isu krisis kepemimpinan ini juga memunculkan nama-nama lama yang selama ini disebut-sebut telah pensiun dari panggung utama, yakni Wen Jiabao (mantan Perdana Menteri) dan Jenderal Zhang Youxia (mantan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat). Menurut laporan dan analisis yang beredar di media luar negeri, kedua sosok ini saat ini justru berperan penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di tengah situasi politik yang rapuh.

Wen Jiabao dikenal luas sebagai figur moderat yang selalu mengedepankan stabilitas nasional, sedangkan Zhang Youxia dianggap sebagai representasi kepentingan militer dan penjaga ortodoksi PKT. Ketegangan antara kelompok yang berfokus pada “weiwen” (stabilitas sosial) dan kelompok yang ingin menekan kemarahan rakyat (minyuan) kini menjadi pertarungan yang sangat menentukan masa depan Tiongkok.

Titik Balik: Tiongkok Menuju Keruntuhan, Fragmentasi, atau Demokrasi?

Dengan berbagai rumor kudeta, spekulasi kesehatan, hingga isu pemaksaan mundur yang beredar luas, Tiongkok benar-benar berada di persimpangan jalan sejarah. Para analis memprediksi, hasil tarik-menarik antara kekuatan penstabil (weiwen) dan arus besar ketidakpuasan masyarakat (minyuan) bisa berujung pada beberapa skenario ekstrem.

Pertama, skenario keruntuhan pusat: apabila otoritas di Zhongnanhai benar-benar goyah, ada kemungkinan Tiongkok mengalami fragmentasi atau pecahnya kontrol pusat, sehingga beberapa provinsi bisa saja memilih jalur sendiri, baik secara ekonomi maupun politik.

Kedua, skenario reformasi bertahap menuju demokrasi: jika para elite partai menyadari tekanan dari bawah terlalu kuat untuk dibendung, bukan tidak mungkin terjadi transisi damai ke arah sistem politik yang lebih terbuka dan demokratis — meski jalannya tentu penuh tantangan dan resistensi dari kelompok konservatif.

Ketiga, status quo diperkuat dengan represi baru: apabila kelompok penguasa berhasil meredam kemarahan rakyat dan merebut kembali kendali, Tiongkok bisa saja kembali pada pola lama, memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan represi, dan menjaga kekuasaan satu partai dengan tangan besi.

Media dan Opini Publik: Ketidakpastian Memuncak

Sikap diam dan minimnya transparansi dari pihak resmi Tiongkok membuat ruang spekulasi semakin luas. Media sosial Tiongkok dibanjiri berbagai teori konspirasi — dari rumor penggunaan doppelganger (pengganti) hingga cerita soal krisis kesehatan Xi yang parah. Sementara itu, media luar negeri dengan bebas menyebarluaskan analisis-analisis yang menambah panas suasana.

Dalam beberapa hari terakhir, istilah “di manakah Xi Jinping?” menjadi trending topic di platform-platform diskusi politik, tidak hanya di Tiongkok tetapi juga di dunia internasional. Banyak pihak menilai, apapun kebenaran di balik kemunculan Xi yang janggal ini, situasi politik Tiongkok saat ini sangat rentan terhadap gejolak dan perubahan besar.

Kesimpulan: Tiongkok di Ambang Babak Baru

Kemunculan Xi Jinping setelah 15 hari menghilang bukanlah penanda kembalinya stabilitas, melainkan alarm keras akan potensi krisis yang sedang berkembang di jantung kekuasaan Tiongkok. Apakah negara ini akan mampu melewati badai internal tanpa kehilangan kontrol? Ataukah justru babak baru dalam sejarah modern Tiongkok akan segera dimulai?

Masyarakat dunia menanti, dan para pengamat internasional tetap mewaspadai setiap gerak-gerik berikutnya dari para elite di Beijing. Untuk saat ini, teka-teki seputar Xi Jinping, kekuasaan, dan masa depan Tiongkok masih menjadi drama yang belum menemukan jawaban akhirnya.

Wanita yang Dinyatakan Meninggal Ternyata Masih Hidup Sebelum Dimakamkan

EtIndonesia. Seorang wanita yang dinyatakan meninggal oleh petugas forensik setelah suaminya menemukannya tidak sadarkan diri di tempat tidur, sedang dibaringkan di dalam peti jenazah ketika petugas kamar jenazah menemukan sesuatu yang mengejutkan — dia masih hidup.

Kisah mengerikan dari Republik Ceko terungkap ketika seorang wanita berusia 88 tahun, yang diduga telah meninggal, menunjukkan tanda-tanda kehidupan di peti jenazahnya.

Menurut Blesk.cz, suami dari wanita yang diduga telah meninggal tersebut menelepon layanan darurat Pilsen untuk membantu istrinya.

Suaminya memberi tahu petugas darurat bahwa “dia tidak bergerak, dia tidak bernapas,” menurut laporan tersebut.

Ketika paramedis tiba, mereka mengonfirmasi kematian wanita tersebut, dan petugas forensik dikirim ke apartemen tersebut.

Pemeriksa mayat juga mengonfirmasi kematian wanita tersebut, dan petugas pemakaman dipanggil untuk memindahkan jenazah ke dalam peti jenazah.

Sang suami juga memberi tahu Blesk : “Para pekerja memindahkannya ke peti mati, dan ketika mereka berada di apartemen di lorong dekat pintu, mereka mengetahui bahwa dia masih hidup.”

Ambulans tiba tak lama kemudian, dan wanita itu dibawa ke rumah sakit.

Meskipun ini mungkin tampak seperti sesuatu yang keluar dari cerita horor, kejadian medis langka ini pernah terjadi sebelumnya.

Menurut Klinik Cleveland, hal ini dikenal sebagai Efek Lazarus.

Dinamai berdasarkan kisah Alkitab tentang Yesus yang membangkitkan Lazarus dari kematian, hal ini biasanya terjadi setelah CPR berakhir.

Biasanya, hal ini terjadi setelah serangan jantung terjadi dan CPR diberikan kepada pasien.

Fenomena medis ini terjadi setelah pasien dinyatakan meninggal secara klinis.

Beberapa waktu kemudian, pasien akan mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan dan harus terus menunjukkan tanda-tanda ini selama lebih dari beberapa detik.(yn)

Sumber: nypost

Apa Itu Kreatin : Haruskah Anda Mengonsumsi Suplemen Ini? Mari Kita Cari Tahu

EtIndonesia. Kreatin adalah senyawa alami yang ditemukan dalam jumlah kecil pada makanan tertentu (seperti daging merah dan ikan) dan diproduksi oleh tubuh, terutama di hati dan ginjal. Kreatin membantu memasok energi ke sel, terutama sel otot, dengan meningkatkan ketersediaan ATP (adenosin trifosfat), yang memicu aktivitas intensitas tinggi dalam waktu singkat.

Kreatin adalah salah satu suplemen olahraga yang paling banyak diteliti dan digunakan secara luas, terutama di kalangan atlet, binaragawan, dan penggemar kebugaran. Meskipun secara umum dianggap aman dan efektif jika dikonsumsi dengan benar, apakah Anda harus mengonsumsinya atau tidak tergantung pada tujuan, status kesehatan, dan gaya hidup pribadi Anda. Baca terus untuk mengetahui manfaat, efek samping, dll. dari kreatin.

Manfaat kesehatan kreatin

  1. Meningkatkan kekuatan dan tenaga otot

Kreatin membantu meningkatkan kekuatan, keluaran tenaga, dan kinerja otot, terutama selama latihan intensitas tinggi dan durasi pendek seperti angkat beban atau lari cepat. Hal ini dikarenakan kreatin meningkatkan penyimpanan fosfokreatin dalam otot, sehingga memungkinkan regenerasi energi yang lebih cepat.

  1. Mendukung pertumbuhan otot

Suplemen kreatin secara teratur dapat membantu meningkatkan massa otot, sebagian karena peningkatan kadar air dalam sel otot dan sebagian lagi karena peningkatan kinerja yang memungkinkan intensitas dan volume latihan yang lebih besar dari waktu ke waktu.

  1. Meningkatkan pemulihan setelah latihan

Kreatin dapat mengurangi kerusakan sel otot dan peradangan setelah latihan yang intens, sehingga mempercepat waktu pemulihan. Hal ini membuatnya bermanfaat bagi mereka yang menjalani latihan intensif atau berpartisipasi dalam olahraga kompetitif.

  1. Meningkatkan fungsi otak

Kreatin juga berperan dalam metabolisme energi otak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kreatin dapat meningkatkan fungsi kognitif, terutama pada individu yang kurang tidur atau orang dewasa yang lebih tua, dan bahkan dapat mendukung kejernihan mental dan daya ingat.

  1. Membantu kesehatan neurologis

Penelitian menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam penggunaan kreatin untuk efek neuroprotektif dalam kondisi tertentu. Meskipun bukan pengobatan, kreatin dapat membantu menjaga fungsi dengan mendukung energi seluler dalam neuron.

Efek samping potensial dari kreatin

  1. Kreatin menarik air ke dalam sel otot, yang dapat menyebabkan penambahan berat badan karena retensi air. Hal ini biasanya tidak berbahaya tetapi mungkin tidak diinginkan bagi atlet dalam olahraga yang sensitif terhadap berat badan.
  2. Beberapa orang mungkin mengalami kembung, kram, atau sakit perut, terutama jika mengonsumsi kreatin dalam dosis besar atau menggunakan kreatin berkualitas rendah. Efek ini sering kali dapat dihindari dengan menggunakan kreatin yang dimikronisasi dan dosis yang tepat.
  3. Meskipun kreatin aman bagi sebagian besar individu yang sehat, mereka yang memiliki masalah ginjal atau mengonsumsi dosis yang sangat tinggi dalam jangka waktu lama harus berhati-hati, karena dapat meningkatkan beban pada ginjal.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan saat mengonsumsi kreatin

  1. Berfungsi paling baik dengan latihan ketahanan

Meskipun kreatin meningkatkan kinerja, kreatin bekerja paling baik jika dikombinasikan dengan latihan kekuatan atau latihan intensitas tinggi secara teratur. Kreatin tidak akan memberikan manfaat yang terlihat jika aktivitas fisiknya minimal.

  1. Tetap terhidrasi

Kreatin meningkatkan kadar air pada otot Anda, jadi penting untuk minum cukup cairan sepanjang hari untuk menghindari dehidrasi atau kram, terutama saat cuaca panas atau selama latihan.

  1. Dosis penting

Protokol umum mencakup fase pemuatan (20g per hari selama 5–7 hari) diikuti dengan dosis pemeliharaan (3–5g setiap hari). Namun, melewatkan fase pemuatan dan hanya mengonsumsi 3–5g setiap hari tetap memberikan manfaat seiring berjalannya waktu.

Mereka yang ingin membangun otot, meningkatkan performa, atau mendukung pemulihan mungkin mendapat manfaat, tetapi selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum memulai suplementasi. (yn)

Sumber: doctor.ndtv

Naskah Laut Mati Ternyata Jauh Lebih Tua dari yang Diperkirakan Sebelumnya, Menurut Penelitian Berbasis AI

EtIndonesia. Banyak Naskah Laut Mati yang jauh lebih tua dari yang diperkirakan para akademisi sebelumnya, dengan beberapa di antaranya berasal dari masa penulisan kuno, menurut sebuah penelitian baru.

Ilmuwan dari Universitas Groningen di Belanda menggunakan kecerdasan buatan untuk memeriksa tulisan tangan pada fragmen-fragmen kuno dan mengklaim bahwa mereka memperoleh tanggal yang lebih akurat untuk beberapa tulisan, termasuk Kitab Daniel, menurut sebuah makalah yang diterbitkan di Plos One.

Program AI yang diberi nama tepat “Enoch” diberi banyak teks kuno yang sudah diberi tanggal dari Israel modern dan Tepi Barat yang juga memiliki tanggal radiokarbon — kemudian menggunakan pembelajaran mesin untuk mempelajari perkembangan tulisan tangan dari 135 fragmen Naskah Laut Mati.

Penelitian tersebut mengklaim bahwa fragmen Kitab Daniel 8-11, yang diperkirakan berasal dari tahun 160-an SM, bisa jadi setua tahun 230 SM, yang bertepatan dengan periode penulisan kitab suci tersebut.

“Dengan alat Enoch, kami telah membuka pintu baru ke dunia kuno, seperti mesin waktu, yang memungkinkan kami mempelajari tangan yang menulis Alkitab,” tulis penulis studi tersebut dalam sebuah pernyataan, Eureka Alert melaporkan.

“Khususnya sekarang setelah kami telah menetapkan, untuk pertama kalinya, bahwa dua fragmen gulungan Alkitab berasal dari zaman penulis yang diduga,” lanjut pernyataan tersebut.

Para peneliti juga mengklaim bahwa fragmen yang ditulis dalam bahasa Aram Herodian dan bahasa Ibrani Hasmonaean — yang dianggap muncul pada abad Pertama dan Kedua SM — sebenarnya lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya dan memberikan sudut pandang baru untuk dugaan penyebaran tulisan selama era itu.

Klaim penanggalan baru ini menghasilkan “kronologi baru gulungan dan penanggalan ulang teks-teks kunci Yahudi kuno yang berkontribusi pada perdebatan terkini tentang asal-usul Yahudi dan Kristen,” kata studi tersebut.

Naskah Laut Mati pertama kali ditemukan pada tahun 1943 oleh dua penggembala Badui yang menemukannya tersembunyi di gua-gua di wilayah Qumran, Israel, dekat Laut Mati. Naskah-naskah ini merupakan fragmen tertua naskah Yahudi yang ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani, Arab, dan Aram yang berasal dari abad ketiga dan kedua SM.

Para cendekiawan mengaitkan kumpulan naskah-naskah keagamaan ini dengan kaum Essens, yang merupakan penganut sektarian Yahudi pada pergantian milenium pertama.(yn)

Sumber:nypost

Telepon 75 Menit yang Mengguncang Dunia: Trump dan Putin Sepakat Tekan Iran, Kiev Jadi Target Balas Dendam?

EtIndonesia. Konflik Rusia-Ukraina memasuki babak baru kebuntuan diplomatik. Sementara pertempuran di medan perang terus menelan korban, harapan terhadap tercapainya gencatan senjata justru semakin memudar. Dalam situasi yang makin genting ini, dunia internasional menyoroti langkah diplomasi antara dua tokoh besar: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Komunikasi Tingkat Tinggi di Tengah Jalan Buntu

Pada Selasa, 4 Juni, Presiden AS, Donald Trump mengumumkan bahwa dia baru saja menyelesaikan percakapan telepon selama 75 menit dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Isi pembicaraan difokuskan pada dua isu utama: serangan drone skala besar yang dilancarkan Ukraina terhadap wilayah Rusia dan eskalasi isu nuklir Iran.

Menurut Trump, diskusi tersebut berlangsung intens namun tetap dalam koridor diplomasi. 

“Itu adalah percakapan yang baik, tapi tidak menghasilkan perdamaian seketika,” ungkap Trump dalam pernyataannya di Gedung Putih. 

Dia menegaskan bahwa selama dua minggu terakhir, sudah dua kali dirinya berkomunikasi langsung dengan Putin—sebuah intensitas yang jarang terjadi sejak konflik Ukraina memanas.

Trump juga menyinggung sikap keras Putin yang menuntut adanya respons balasan atas serangan drone Ukraina ke wilayah Rusia. 

“Putin sangat tegas. Dia merasa wajib menanggapi setiap aksi Ukraina,” ujar Trump, seraya mengakui belum ada kemajuan berarti dalam upaya damai, baik di jalur diplomasi maupun negosiasi langsung.

Perundingan Mandek, Tuduhan Saling Serang Semakin Sengit

Kebuntuan perundingan kian nyata setelah pertemuan tatap muka antara delegasi Rusia dan Ukraina di Istanbul beberapa waktu lalu hanya berlangsung selama satu jam dan berakhir tanpa titik temu. Kedua pihak kini gagal mencapai kesepakatan terkait gencatan senjata. Sebaliknya, baik Rusia maupun Ukraina saling melontarkan tuduhan baru: serangan terhadap warga sipil, pelanggaran HAM, serta kejahatan kemanusiaan di wilayah konflik.

Dalam keterangan persnya, Trump memilih untuk tidak membeberkan detail upaya pribadi yang mungkin tengah dia tempuh guna mempercepat proses gencatan senjata. Namun, dia menegaskan bahwa isu Iran menjadi salah satu fokus utama percakapan dengan Putin.

Isu Nuklir Iran: Trump dan Putin Satu Suara

Trump menyoroti bahwa dalam kondisi saat ini, pembahasan mengenai pengembangan senjata nuklir oleh Iran sudah tidak bisa ditunda lagi. 

“Saya tegaskan kepada Presiden Putin, Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, titik. Kami sepakat soal ini,” tegas Trump. 

Dia juga menyebut, Putin menunjukkan kesiapan Rusia untuk ikut serta dalam perundingan internasional guna membatasi potensi ancaman nuklir dari Iran.

Pernyataan ini menjadi penting di tengah kekhawatiran komunitas internasional bahwa perang di Ukraina dapat melebar ke kawasan Timur Tengah, apalagi mengingat hubungan erat antara Moskow dan Teheran dalam beberapa tahun terakhir.

Kremlin: Ukraina Dinilai Ekstremis, Negosiasi Dinilai Mustahil

Dari pihak Moskow, Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov membenarkan telah terjadi komunikasi via telepon antara Trump dan Putin, yang membahas sejumlah isu keamanan strategis. Dalam pidato publiknya, Putin bahkan menuding Ukraina telah bertindak layaknya organisasi ekstremis dan tidak menunjukkan itikad baik untuk mencapai perdamaian. 

“Pada kondisi saat ini, negosiasi tidak memungkinkan,” kata Putin.

Putin menambahkan bahwa setiap upaya dialog harus dimulai dari pengakuan atas realitas baru di lapangan dan jaminan keamanan bagi Rusia. Dia menuduh Ukraina justru menggunakan proses negosiasi untuk mencari simpati internasional, bukan untuk menyelesaikan konflik secara nyata.

Putin Hubungi Paus Baru: Minta Solusi Damai Lewat Jalur Diplomasi

Pada hari yang sama, selain berbicara dengan Trump, Putin juga melakukan panggilan video dengan Paus Leo XIV, yang baru saja terpilih sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma. Dalam percakapan itu, Putin menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Paus Leo XIV dan membahas secara khusus upaya penyelesaian krisis di Ukraina.

Kremlin melaporkan, Putin menegaskan kembali bahwa solusi damai harus ditempuh melalui jalur diplomasi dan politik, bukan kekerasan bersenjata. 

“Akar krisis di Ukraina harus dihapuskan agar perdamaian yang adil dan menyeluruh bisa tercapai,” kata Putin dalam pernyataannya.

Sementara itu, Paus Leo XIV menyerukan agar Pemerintah Rusia mengambil langkah konkret mendukung perdamaian dan mengurangi ketegangan di Ukraina. Paus juga menyampaikan harapannya agar semua pihak dapat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas internasional.

Situasi Semakin Tak Pasti, Dunia Was-Was

Meski telah ada komunikasi tingkat tinggi antara Trump dan Putin, kenyataan di lapangan tetap jauh dari harapan. Kegagalan perundingan damai, saling tuding pelanggaran kemanusiaan, hingga ancaman perluasan konflik ke isu nuklir Iran membuat masa depan kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah semakin tak menentu.

Banyak pihak menilai, meski perbincangan antar pemimpin dunia patut diapresiasi, nyatanya belum ada terobosan nyata. Dunia internasional hanya bisa berharap, tekanan diplomasi serta seruan dari tokoh-tokoh penting—termasuk Paus Leo XIV—akan mampu membuka jalan bagi perdamaian yang sesungguhnya, sebelum situasi berubah menjadi krisis global yang lebih besar.

OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil dan Berdaya Tahan, Dukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Jakarta, 2 Juni 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga di tengah dinamika perdagangan global dan ketegangan geopolitik. Pertumbuhan ekonomi domestik yang resilien, intermediasi perbankan yang stabil, serta kinerja positif pasar modal dan keuangan syariah menjadi pilar utama dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Stabilitas di Tengah Ketidakpastian Global

Perekonomian global menunjukkan pelemahan pada Q1-2025, diikuti penurunan inflasi yang mencerminkan melemahnya permintaan. Namun, kebijakan moneter global yang akomodatif, seperti penurunan suku bunga oleh beberapa bank sentral, turut mendukung stabilitas pasar keuangan. Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,87% (yoy) dengan inflasi terkendali di 1,95%, didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89%. Neraca perdagangan juga mencatat surplus, dengan defisit transaksi berjalan menyempit menjadi 0,05% PDB.

Kinerja Pasar Modal dan Derivatif

Pasar saham domestik menunjukkan ketahanan dengan Indeks JCI menguat 6,04% (mtm) ke level 7.175,82, didukung arus modal asing (net buy) sebesar Rp5,53 triliun pada Mei 2025. Kapitalisasi pasar saham mencapai Rp12.420 triliun, naik 6,11% (mtm). Sektor basic material dan energi menjadi penggerak utama, sementara teknologi mengalami pelemahan.

Di pasar obligasi, indeks ICBI menguat 0,78% (mtm) dengan yield SBN turun 4,76 bps. Investor asing mencatatkan net buy obligasi pemerintah sebesar Rp24,09 triliun (mtm). Sementara itu, industri reksa dana mencatatkan Asset Under Management (AUM) sebesar Rp848,88 triliun, tumbuh 1,91% (mtm), dengan reksa dana syariah tumbuh pesat 16,74% (yoy).

Intermediasi Perbankan dan UMKM

Kredit perbankan tumbuh 8,88% (yoy) pada April 2025, didominasi oleh kredit investasi (15,86% yoy) dan kredit korporasi (12,77% yoy). Sementara kredit UMKM tumbuh 2,60%, dengan fokus pada pemulihan kualitas. Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat 4,55% (yoy), mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

Likuiditas perbankan tetap sehat dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) di level 200,35%, dan rasio NPL gross stabil di 2,24%. OJK juga mengawasi ketat pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) yang tumbuh 26,59% (yoy), namun masih terkendali di 0,27% dari total kredit.

Inovasi Teknologi dan Keuangan Digital

Sektor fintech dan inovasi teknologi keuangan (ITSK) terus berkembang. Hingga Mei 2025, OJK telah menyetujui 6 peserta regulatory sandbox untuk aset digital dan kripto, serta mencatat 29 penyelenggara ITSK terdaftar. Transaksi peer-to-peer lending tumbuh 29,01% (yoy), dengan outstanding pembiayaan mencapai Rp80,94 triliun.

Pasar kripto juga menunjukkan tren positif dengan 14,16 juta investor dan transaksi senilai Rp35,61 triliun pada April 2025. OJK telah mengatur 23 entitas dalam ekosistem kripto, termasuk bursa dan kustodian, untuk memastikan perlindungan konsumen.

Penguatan Literasi dan Pelindungan Konsumen

OJK mencatat peningkatan literasi keuangan menjadi 66,46% dan inklusi keuangan 80,51% berdasarkan Survei Nasional SNLIK 2025. Program edukasi seperti Sikapi Uangmu telah menjangkau 5,6 juta peserta, sementara Satgas PASTI berhasil memblokir 1.332 entitas keuangan ilegal pada 2025, termasuk 1.123 pinjol ilegal.

Arah Kebijakan OJK

OJK akan fokus pada:

  1. Stabilitas Sistem Keuangan: Memperdalam pasar modal dan mendorong intermediasi perbankan yang inklusif.
  2. Penguatan UMKM: Melalui akses pembiayaan dan dukungan regulasi seperti RPOJK Akses Pembiayaan UMKM.
  3. Inovasi Digital: Memperkuat kerangka regulasi untuk fintech, aset kripto, dan ITSK.
  4. Keuangan Syariah: Mendorong spin-off unit syariah dan pengembangan produk seperti Cash Waqf Linked Deposit.

Kesimpulan

Kinerja sektor jasa keuangan yang stabil dan berdaya tahan menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Dengan kolaborasi antar pemangku kepentingan, OJK optimis dapat memperkuat peran SJK dalam mendukung pemulihan ekonomi berkelanjutan.

( Edisi Khusus ): Senjata Makanan dan Virus: Strategi Rahasia Tiongkok Menggoyang Keamanan Amerika!”

EtIndonesia. Pada tahun 2008, dunia dikejutkan oleh skandal susu formula Sanlu di Tiongkok. Tragedi ini bukan sekadar bencana kesehatan publik, melainkan titik balik yang menyingkap wajah gelap industri pangan Tiongkok dan menjadi awal dari eskalasi krisis pangan berskala lintas negara. Kini, 17 tahun berselang, masalah pangan Tiongkok bukannya mereda, justru berkembang menjadi ancaman global—merambah hingga dapur dan laboratorium Amerika, membentuk sebuah perang sunyi tanpa dentuman peluru.

Bagaimana rantai ini terbentuk? Mengapa ancaman itu justru semakin sistemik? Dan benarkah Amerika Serikat kini menjadi target “perang pangan” dan “perang biologis” terselubung yang dijalankan secara terencana oleh rezim Tiongkok?

Keamanan Pangan Tiongkok—Dari Skandal ke Sistem

Bukan Kasus Nakal, Tapi Gagal Sistemik

Masalah pangan di Tiongkok sudah lama melampaui batas insiden perusahaan nakal. Yang terjadi adalah kegagalan sistemik—di mana transparansi dan akuntabilitas nyaris tak pernah jadi prioritas. Dalam sistem yang menjadikan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial sebagai tujuan utama, segala sesuatu di bawahnya, termasuk kesehatan rakyat, kerap dikorbankan.

Kasus Sanlu 2008: Paradigma Kegagalan

Kasus Sanlu mencatat 300.000 bayi menderita batu ginjal akibat susu yang dicampur melamin, dengan korban meninggal mencapai puluhan orang. Laporan-laporan telah masuk selama delapan bulan, namun diredam. Investigasi independen dibungkam, baru setelah rekan dari Selandia Baru melaporkan, kasus ini terbuka. Awalnya, Pemerintah Tiongkok menyangkal, bahkan membungkam media. Saat tak dapat lagi ditutupi, barulah tindakan diambil.

Sanlu gulung tikar, dua peternak dihukum mati, dan Tian Wenhua, ketua Sanlu, dipenjara seumur hidup (namun akhirnya bebas setelah 11 tahun). Ironisnya, dana kompensasi korban diambil dari pinjaman bank milik negara, bukan denda perusahaan—seakan negara rela menanggung beban dosa perusahaan.

Sistem Pengawasan yang Gagal

Alih-alih perbaikan, sistem justru memproduksi pengawas-pengawas setia perusahaan yang kemudian naik jabatan, sementara korban kehilangan segalanya. Pesan tak tertulisnya jelas: selama tak ketahuan, Anda aman; dan jika ketahuan, negara pun siap menanggung. Setelah Sanlu, industri “pangan berisiko” malah makin berkembang liar, jadi model bisnis baru.

Rantai Skandal yang Tak Pernah Usai

Hampir tiap tahun, muncul “inovasi” baru: beras plastik, minyak jelantah yang diolah ulang jadi minyak makan, kapsul gelatin beracun, daging babi mati yang diolah dan diekspor, hingga sayur dan buah berformalin. Antara 2011-2019, lebih dari 900 kasus besar soal keamanan pangan terkuak. Namun, seiring makin ketatnya sensor, yang berkurang bukan kasus, melainkan suara pelapor.

Motif Ekonomi, Oligarki, dan Politik Lokal

Banyak pabrik pangan adalah penyumbang pajak dan lapangan kerja utama daerah. Pejabat setempat bahkan ikut memiliki saham. Maka, membongkar skandal pangan berarti “bunuh diri karier.” Akhirnya, laporan-laporan diganti sampel, audit direkayasa, dan masalah disapu di bawah karpet.

Dari Persoalan Internal Menjadi Ancaman Global

Ketika produk-produk ini membanjiri pasar ekspor, dunia menerima bukan sekadar barang murah, tetapi risiko laten—racun lintas negara. Inilah realisasi slogan Xi Jinping tentang “komunitas nasib bersama umat manusia”, tapi dalam arti yang ironis—komunitas bersama risiko dan racun.

Ekspor Racun ke Amerika—Penetrasi Sistemik dan Serangan Sunyi

Amerika, Sasaran Utama Ekspor Pangan Berisiko

Amerika Serikat, sebagai pasar konsumsi terbesar, menjadi tujuan utama ekspor pangan Tiongkok. Produk dari Tiongkok—mulai dari sayur beku, ikan asin, rempah, bumbu instan, hingga mi dan pangsit—masuk dengan berbagai cara: kemasan ulang, perubahan negara asal, hingga masuk tanpa label jelas.

Modus Operandi: Menembus Pengawasan Amerika

  • Ganti Asal Negara: Barang transit di Vietnam, Thailand, Meksiko, diberi label baru, masuk ke AS.
  • Sertifikat Palsu: Label organik dan halal palsu, terutama pada makanan laut.
  • Celah Regulasi: Memanfaatkan prosedur uji yang berbeda-beda antarnegara bagian.

Studi Kasus

  • 2018, California: Impor ikan asin dari Guangdong mengandung formalin 18x ambang batas, akan masuk supermarket Asia di LA.
  • 2021, Bayam Beku: Produk asal Shandong yang diklaim “Impor Asli Taiwan”, ternyata Tiongkok, mengandung kadmium tinggi.

Mengapa Amerika Mudah Ditembus?

Kepercayaan dan keterbukaan sistem Amerika, tanpa kecurigaan atas sertifikasi dan latar belakang produk, membuat pengawasan menjadi lemah. Pemerintah AS hanya mampu menguji kurang dari 5% sampel makanan impor. Selain itu, lobby importir besar menahan penguatan regulasi, dan perbedaan standar antarnegara bagian memperparah masalah.

Dampak Langsung: Perang Ekonomi di Dapur Amerika

Pangan Tiongkok mengalahkan produk Amerika bukan karena lebih baik, tapi karena murah—biaya produksi ditekan dengan mengorbankan kualitas, keselamatan, dan lingkungan. Data sensus pertanian AS 2022: dalam 10 tahun, petani AS berkurang 200.000 keluarga. Komoditas seperti bawang, jahe, sayuran beku, buah kering, dan ikan—semua produk unggulan ekspor Tiongkok—menggerus pendapatan petani lokal.

Bahkan, kepercayaan terhadap merek Amerika pun tergerus karena merek-merek “impor asli” ternyata hanya label, produksinya di Tiongkok.

Risiko Biologis: Laboratorium Ilegal dan Perang Senyap Melalui Patogen

Kasus Reedley, California—Terbongkarnya Laboratorium Bawah Tanah

Juni 2023, polisi di Reedley, California, menemukan laboratorium ilegal milik Zhu Jiabei, warga Tiongkok. Di sana ada 900 tikus rekayasa genetika (beberapa terinfeksi COVID-19), lebih dari 5.000 sampel penyakit (HIV, hepatitis, dengue, monkeypox). Laboratorium kotor, tanpa izin, dan seluruh operasi dikendalikan dari Tiongkok.

Jaringan Global, Motif Terselubung

Laporan Kongres AS Februari 2024 menyoroti bahwa kasus Reedley kemungkinan hanya “puncak gunung es.” Diduga, laboratorium-laboratorium serupa tersebar di AS, dengan tujuan mengumpulkan data, mensimulasikan wabah, hingga menyiapkan “senjata biologis”.

Sistem Pengawasan Lemah, Jaringan Penyerang Kuat

Tiongkok mengirim sampel, tenaga kerja, dan logistik lewat jalur-jalur tak resmi, menyusupkan “peneliti” lewat jalur akademik dan bisnis.

Mahasiswa atau Eksekutor—Modus Perang Biologis Tiongkok?

Serangkaian Penangkapan yang Bukan Kebetulan

  • Mei 2024, Detroit: Mahasiswa S3 Jilin membawa puluhan sampel jamur patogen Fusarium dan spora, mengaku atas permintaan profesor.
  • November 2023, Newark: Postdoktoral Fudan membawa vaksin dan sel hewan, dideportasi.
  • Februari 2024, San Francisco: Mahasiswa Sun Yat-sen membawa fragmen gen virus flu babi Afrika, ditahan.

Otoritas AS menemukan pola sistematis dan tren meningkat, mengarah pada operasi negara. Dalam sistem pendidikan dan riset Tiongkok, semua kerja sama dan misi luar negeri di bawah pengawasan partai dan birokrasi negara.

Sampel Fusarium: “Bom Waktu” bagi Pertanian Amerika

Fusarium tertentu bisa menghancurkan pertanian dan memicu racun yang membunuh ternak dan manusia. Masuknya patogen ini tanpa pengawasan bisa menimbulkan bencana pertanian dan ekonomi besar-besaran.

Strategi Perang Modern: Hybrid Warfare dan Outsourcing Kejahatan Negara

Mahasiswa, Akademisi, dan Bisnis—Jaringan “Perang Rakyat” PKT

Menggunakan mahasiswa, akademisi, dan perusahaan sebagai operator membuat serangan ini sulit ditangkal dan mudah disangkal. Jika terbongkar, cukup disebut “aksi pribadi”. Inilah model hybrid warfare modern yang dikembangkan Tiongkok.

Serangan Asimetris dan Propaganda Balik

Tiongkok bahkan menyerang balik dengan tuduhan bioterorisme pada AS (misal isu Fort Detrick), menutup jejak dan membingungkan publik.

Respons Amerika: Mulai Menutup Celah

Kini, Amerika bergerak cepat: memperkuat pengawasan bea cukai, memperketat aturan impor pangan dan riset biologis, menyelidiki seluruh jaringan laboratorium ilegal, serta mengawasi mahasiswa asing di bidang pertanian dan biologi.

Namun, tantangan ke depan sangat besar:

  • Bagaimana menjaga keterbukaan dan kebebasan tanpa menjadi korban sistem tertutup negara lain?
  • Apakah Amerika siap menghadapi “perang senyap” tanpa suara dan tanpa peringatan ini?

Menyadari Bahaya, Membangun Ketahanan

Kisah Sanlu 2008 hanyalah permulaan dari drama besar rantai risiko pangan dan biologis yang kini menjangkiti dunia. Apa yang dulu menjadi tragedi di satu negara, kini berkembang jadi perang hening yang menargetkan seluruh masyarakat global, termasuk Amerika.

Amerika dan dunia harus belajar dari sejarah pahit ini: bahwa dalam era keterbukaan global, ketahanan pangan dan biologis adalah benteng utama peradaban. Jika benteng itu runtuh, ancaman terbesar justru datang bukan dari musuh di medan tempur, tapi dari racun dan patogen yang tak kasatmata di meja makan dan laboratorium.