Home Blog

33 Tahun Kemudian, Pembantaian di Lapangan Tiananmen Masih Penting bagi Dunia

Dorothy Li

Tanggal 3 Juni 1989, adalah malam berdarah bagi para pengunjuk rasa mahasiswa pro-demokrasi. Kala itu, tank-tank meluncur menuju ke Lapangan Tiananmen, Beijing untuk memusnahkan orang-orang dan apapun di jalanan. Gas air mata dan peluru tajam membanjiri alun-alun.

Para pengunjuk rasa yang panik menyandarkan tubuh-tubuh yang lemas ke sepeda, bus, dan ambulans untuk mengangkut mereka pergi. Ribuan pengunjuk rasa tak bersenjata diperkirakan tewas.

Pembunuhan massal tersebut mengejutkan dunia. Sebagai tanggapan, kala itu Presiden AS George H.W. Bush mengutuk pembantaian tersebut. Kemudian menangguhkan pengiriman senjata ke Tiongkok dan memberlakukan beberapa sanksi.

“Tapi mereka segera beralih,” kata Li Hengqing, mantan pemimpin mahasiswa 1989 yang sekarang tinggal di Washington. Li menunjukkan bahwa sebagian besar sanksi langsung dicabut dan hubungan ekonomi kembali dilanjutkan.

“Kebetulan saya percaya bahwa kontak komersial telah memimpin, pada esensinya adalah pencarian lebih banyak terhadap kebebasan ini,” kata Bush pada konferensi pers yang diadakan sehari setelah pembantaian Tiananmen. 

“Saya pikir karena orang memiliki insentif komersial, apakah itu di Tiongkok atau  sistem totaliter lainnya, langkah menuju demokrasi menjadi lebih tak terhindarkan,” katanya. 

Teori itu digambarkan  “sangat konyol,” kata Yuan Hongbing, seorang cendikiawan Tiongkok yang kemudian diskors dari tugasnya karena berpartisipasi dalam aksi protes Tiananmen. Ia mengatakan kebijakan keterlibatan Washington dengan Tiongkok menguntungkan PKT. Bahkan, membantu rezim komunis mengumpulkan kekuatan ekonomi selama tiga dekade. 

“[Respon] Barat menguatkan PKT,” kata Chen Weijian, seorang komentator Tiongkok yang meninggalkan daratan Tiongkok ke Selandia Baru dua tahun setelah tindakan keras Tiananmen.

Setelah 33 tahun, “pembangunan ekonomi tak mengarah ke Tiongkok yang bebas,” kata Chen, yang merupakan pendiri majalah pro-demokrasi Tiongkok dan diselidiki karena mendukung demonstrasi 1989. Sebaliknya, PKT berusaha menggunakan kekuatan ekonomi untuk “mengubah aturan komunitas internasional” dan mengekspor model kontrol penindasannya ke seluruh dunia.

Chen mengutip percakapan antara Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden.

Selama pidato baru-baru ini di kelas kelulusan Akademi Angkatan Laut, Biden mengatakan bahwa Xi mengatakan kepadanya bahwa demokrasi akan jatuh dan “otokrasi akan menjalankan dunia.”

“Ketika dia menelepon saya untuk memberi selamat kepada saya pada malam pemilihan, dia mengatakan kepada saya apa yang dia katakan berkali-kali sebelumnya,” kata Biden pada 27 Mei, merujuk pada Xi. 

“Dia berkata, ‘Demokrasi tidak dapat dipertahankan di abad ke-21. Otokrasi akan menjalankan dunia. Mengapa? Hal-hal berubah begitu cepat. Demokrasi membutuhkan konsensus, dan itu membutuhkan waktu, dan Anda tidak punya waktu.’

“Dia salah,” kata Biden.

Disensor di Tiongkok

Hong Kong, sebagai tempat terakhir untuk memperingati para korban pembantaian 1989 di pulau yang dikuasai PKT, melarang peringatan massal sejak tiga tahun lalu, dengan alasan pandemi, di tengah pengekangan kebebasan Hong Kong yang lebih luas di tangan rezim komunis.

Para pemimpin kelompok di balik acara nyala lilin tahunan  ditahan setelah didakwa melakukan subversi di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan PKT. Mereka termasuk di antara lebih dari 150 orang yang  didakwa atau dihukum berdasarkan Undang-Undang kejam yang telah digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat di pusat demokrasi yang pernah berkembang pesat.

Pada peringatan tahun ini, puluhan polisi berpatroli di Victoria Park, tempat acara penyalaan lilin tahunan  yang pernah digelar sebelumnya.

Di daratan Tiongkok, aksi protes Lapangan Tiananmen, sebuah gerakan dipimpin oleh pemuda yang mengadvokasi reformasi demokrasi, masih merupakan topik yang tabu. Sampai hari ini, rezim partai komunis Tiongkok tidak akan mengungkapkan jumlah atau nama mereka yang terbunuh akibat kekejamannya. 

Rezim mencoba untuk menghapus semua kenangan pembantaian berdarah dengan menghapus setiap penyebutan peristiwa dari internet negara. Lebih parah lagi, kerap menekan para kerabat korban untuk memastikan agar mereka tetap bungkam. Akibatnya, generasi muda Tionghoa tidak menyadari apa yang terjadi pada malam itu.

Meskipun rezim terus menekan kenangan pada hari itu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan “terus berbicara dan mempromosikan akuntabilitas atas kekejaman rezim Tiongkok dan pelanggaran hak asasi manusianya termasuk yang terjadi di Hong Kong, Xinjiang, dan Tibet.”

“Kepada rakyat Tiongkok dan mereka yang terus menentang ketidakadilan dan mencari kebebasan, kami tidak akan melupakan 4 Juni,” katanya dalam pernyataan 3 Juni.

Pandemi

Tahun ini, Lapangan Tiananmen dilockdown beberapa minggu sebelum 4 Juni, sebagai  langkah pencegahan pandemi di bawah kebijakan “nol-COVID” rezim. 

Pendekatan kejam, yang dimaksudkan untuk menghilangkan setiap kasus infeksi dalam komunitas dengan memberlakukan lockdown dan karantina wajib, menyebabkan terjadinya kekurangan makanan dan penundaan perawatan medis bagi jutaan orang yang dilockdown di seluruh Tiongkok. 

“[PKT] ingin mengendalikan virus melalui pendekatan yang tidak menghormati hak asasi manusia, yang sama seperti yang dilakukan pada 4 Juni,” kata Chen.

Bagi Chen, kasus Li Wenliang, seorang dokter yang termasuk orang pertama memperingatkan tentang wabah COVID-19 awal di Wuhan, adalah alarm bagi dunia tentang bagaimana penindasan PKT dapat mempengaruhi mereka. Dokter tersebut ditegur oleh polisi pada Januari 2020 ketika pihak berwenang meremehkan tingkat keparahan wabah. Li kemudian meninggal dunia karena virus.

Chen mengatakan pandemi saat ini akan berbeda jika rezim tidak menyensor whistleblower dan pihak lain yang mencoba membunyikan alarm. “Akhirnya dunia mulai memahami PKT sekarang.”

Luo Ya dan Eva Fu berkontribusi pada laporan ini.

Simulasi Penyerbuan Istana Kepresidenan Taiwan, Lokasi Latihan Rahasia Militer PKT Terungkap

Ketegangan di Selat Taiwan terus meningkat, dan rencana PKT untuk menyerang Taiwan secara militer kembali terungkap. Media Jepang menemukan bahwa tentara PKT telah membangun sebuah kota di gurun Mongolia Dalam yang dibuat menyerupai kawasan Bo’ai di Taipei, lokasi Istana Kepresidenan Taiwan. Para ahli memperkirakan langkah ini bertujuan untuk melatih pasukan PKT mengenali medan, sehingga saat menyerang Taiwan mereka bisa dengan cepat menguasai istana presiden.

EtIndonesia.  Japan News Network baru-baru ini merilis sebuah video berdurasi sekitar 13 menit yang menyebutkan bahwa dalam citra satelit Google dari tahun lalu, tampak strategi militer PKT untuk menyerang Taiwan. Di gurun Mongolia Dalam terlihat sebuah kota kecil lengkap dengan jalan dan berbagai bangunan.

Secara resmi, lokasi ini dinamakan “Lapangan Tembak Zuo Qi, Alxa, Mongolia Dalam”, namun jurnalis Jepang yang membandingkannya menemukan bahwa kota kecil ini sebenarnya adalah tiruan dari kawasan di Taipei. Model tiruannya adalah kawasan Bo’ai di sekitar Istana Kepresidenan Taiwan. Bila dibandingkan dengan peta online Taipei, terlihat bahwa tata letak jalan di kedua tempat sangat mirip.

Wartawan Jepang yang baru-baru ini melakukan kunjungan ke kawasan Bo’ai di Taipei menemukan bahwa di sepanjang jalan terdapat banyak kantor lembaga penting Taiwan, termasuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, dan di ujungnya adalah Istana Kepresidenan.

Selain kunjungan langsung, wartawan juga menggunakan alat pengukur jarak dan menemukan bahwa panjang total jalan di kawasan Bo’ai Taipei adalah 973 meter, sementara di versi tiruan di Mongolia Dalam hanya berbeda 2 meter, yakni 971 meter.

Mengenai tujuan pembuatan replika kawasan Bo’ai ini, Zhong Zhidong, peneliti di Institut Riset Keamanan Nasional Taiwan, mengatakan kepada media Jepang bahwa PKT membangun kawasan tiruan ini untuk membiasakan tentaranya dengan lingkungan sekitar Istana Kepresidenan Taiwan, sehingga saat melancarkan serangan, mereka dapat dengan cepat mencapai lokasi dan melumpuhkan lembaga pemerintahan Taiwan.

Zhong juga menyebutkan bahwa di depan Monumen Chiang Kai-shek terdapat Lapangan Liberty seluas 250.000 meter persegi, sebuah area terbuka yang sangat luas. Jika pasukan terjun payung PKT mendarat di sana, area tersebut cukup untuk menampung satu kesatuan militer penuh. Setelah mendarat, pasukan PKT bisa segera bergerak menuju Istana Kepresidenan.

Ia menegaskan bahwa citra satelit ini sekali lagi membuktikan bahwa Istana Kepresidenan Taiwan adalah target utama dalam rencana serangan PKT ke Taiwan.

Selain itu, jurnalis Jepang juga menemukan bahwa di Pelabuhan Pulau Shangchuan, Kota Jiangmen, Provinsi Guangdong, terdapat sejumlah kapal nelayan besar yang dilengkapi dengan meriam air bertekanan tinggi. Seorang awak kapal mengungkapkan bahwa kapal-kapal ini selain digunakan untuk menangkap ikan, juga memiliki fungsi sebagai kapal milisi.

Pakar militer Jepang Kohara Bonsai menganalisis bahwa jika Taiwan diserang, kapal-kapal milisi ini kemungkinan besar akan menjadi yang pertama bergerak, menggunakan kedok sebagai aktivitas sipil untuk melakukan gangguan terhadap Taiwan, serta menghambat campur tangan militer Amerika Serikat. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Israel Terus Memperluas Serangannya di Gaza: Tidak Ada Campur Tangan Asing dalam Pertempuran untuk Bertahan Hidup

Pada 20 Mei, Israel melanjutkan perluasan serangannya ke Jalur Gaza. Sementara itu, semakin banyak bantuan internasional mulai masuk ke Gaza. Sebagai sekutu, Inggris menyatakan ketidakpuasan terhadap aksi militer terbaru Israel dan bahkan mengumumkan sanksi terhadap permukiman Israel di Tepi Barat. Menteri Luar Negeri Israel menanggapi dengan pernyataan keras.

EtIndonesia. Pada Selasa 20 Mei, Israel kembali meluncurkan serangan ke Jalur Gaza. Asap tebal terlihat membubung di langit wilayah tersebut.

Militer Israel menyatakan bahwa putaran serangan terbaru ini bertujuan untuk menyelamatkan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan menghancurkan kekuatan bersenjata kelompok militan tersebut.

Video yang dirilis oleh militer Israel menunjukkan bahwa mereka tengah melancarkan operasi berskala besar di Gaza.

Dalam sebuah pernyataan, militer Israel menyebutkan bahwa dalam 24 jam terakhir, Angkatan Udara Israel telah menyerang lebih dari 100 target milik Hamas.

Menurut pejabat kesehatan Palestina, serangan udara Israel dari Senin malam hingga Selasa dini hari menewaskan sedikitnya 60 orang.

Sementara itu, setelah Israel mengizinkan sejumlah bantuan masuk secara terbatas, truk bantuan pertama telah tiba di Gaza.

Dalam sebuah video, terlihat beberapa truk bantuan melintasi titik perbatasan Kerem Shalom, memasuki wilayah Gaza.

Di hari yang sama, pemerintah Inggris mengkritik aksi militer Israel di Gaza. Inggris mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Israel dan akan memberlakukan sanksi baru terhadap permukiman Israel di Tepi Barat.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan: “Israel baru-baru ini mengumumkan akan mengizinkan jumlah dasar makanan masuk ke Gaza, tetapi ini sama sekali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.”

Sehari sebelumnya, Inggris, Prancis, dan Kanada mengeluarkan pernyataan bersama, mendesak Israel untuk menghentikan pertempuran di Gaza dan memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.

Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, pada  Selasa menegaskan bahwa Israel tidak akan menerima campur tangan pihak luar dalam urusan keamanannya.

 “Ini adalah negara yang bangga, negara yang merdeka, sedang berjuang demi kelangsungan hidupnya. Kami tidak akan menerima adanya pihak asing yang mengatur soal keamanan nasional kami,” ujarnya. 

Di hari yang sama, Perdana Menteri Qatar, yang sedang menjadi mediator dalam perundingan gencatan senjata Gaza, menyatakan dalam forum ekonomi bahwa beberapa minggu terakhir belum ada kemajuan berarti dalam negosiasi antara Israel dan Hamas.


“Kedua pihak memiliki perbedaan mendasar: satu pihak ingin menggunakan perjanjian parsial untuk mencapai kesepakatan menyeluruh, sementara pihak lainnya hanya menginginkan kesepakatan satu kali untuk mengakhiri perang dan membebaskan seluruh sandera,” kata Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed Al-Thani.

Pemerintah Israel menyatakan bahwa tujuan militer mereka adalah menguasai seluruh wilayah Gaza untuk memaksa Hamas membebaskan semua sandera, serta memastikan bantuan kemanusiaan tidak jatuh ke tangan milisi Hamas. (Hui/asr)

Laporan disusun oleh jurnalis NTD, Zhao Fenghua.

Ketidakhadiran Amerika Serikat Menimbulkan Pertanyaan tentang Efektivitas “Perjanjian Epidemi” WHO

EtIndonesia. Sidang ke-78 Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) dibuka pada Senin (19 Mei) di Jenewa. Pada  Selasa, lebih dari 100 negara anggota menyetujui sebuah “Perjanjian Pandemi”, dengan harapan dapat mencegah terulangnya kekacauan global seperti saat pandemi virus COVID-19. Namun, absennya Amerika Serikat memicu keraguan terhadap efektivitas perjanjian tersebut.

Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS, Robert Kennedy Jr., menyampaikan dalam video tajam yang ditayangkan pada sidang WHO  Selasa (20 Mei):

“Kami mendukung kerja sama kesehatan internasional, tapi tidak boleh lagi terikat oleh campur tangan politik yang korup dari perusahaan farmasi negara musuh dan agen-agen LSM mereka.”

Ia secara langsung menuding WHO gagal dalam menangani pandemi virus Komunis Tiongkok dan menuduh WHO telah berkompromi dengan rezim PKT.

“Meski Amerika Serikat selama ini menjadi penyumbang dana terbesar bagi WHO, negara-negara seperti PKT justru menggunakan pengaruh mereka demi kepentingan sendiri, bukan demi kepentingan kesehatan publik global.”

Beberapa jam sebelum pernyataan Kennedy disiarkan, negara-negara anggota WHO telah menyetujui sebuah “Perjanjian Pandemi”, yang bertujuan menjamin bahwa pada wabah berikutnya, seluruh dunia dapat mengakses obat-obatan, terapi, dan vaksin secara adil.

Dalam pemungutan suara tersebut:

  • 124 negara memberikan suara setuju
  • Tidak ada negara yang menolak
  • 11 negara abstain, termasuk Polandia, Israel, Italia, Rusia, Slovakia, dan Iran

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut perjanjian ini sebagai “kemenangan bagi kesehatan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan aksi multilateral”, serta menyatakan bahwa perjanjian ini “akan melindungi dunia dari ancaman pandemi”.

Namun, ketidakhadiran Amerika Serikat menimbulkan keraguan dari berbagai pihak mengenai efektivitas dan legitimasi perjanjian tersebut.

Kennedy menegaskan: “Saya mendesak para menteri kesehatan dunia dan WHO untuk menganggap penarikan diri Amerika sebagai peringatan serius. Saya dan Presiden Trump bukannya menolak kerja sama internasional — sama sekali tidak. Kami hanya ingin kerja sama internasional yang adil, efisien, dan transparan bagi semua negara anggota.”

Sebagai mantan penyumbang terbesar WHO, Amerika Serikat di bawah Presiden Trump langsung mengumumkan keluar dari WHO pada hari pertama kembali menjabat. Keputusan ini menyebabkan WHO mengalami defisit anggaran besar. Reformasi keuangan dijadwalkan akan dibahas dalam pertemuan WHO minggu ini. (Hui/asr)

Laporan oleh Wang Ziyi, NTD News, Amerika Serikat

NATO Kewalahan, Rusia Bergerak: Paus Baru Muncul Sebagai ‘Penentu Nasib Ukraina’?

EtIndonesia. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyampaikan pandangan yang cukup berimbang terkait penanganan krisis Rusia-Ukraina. Dalam pernyataannya, Rubio mengingatkan bahwa pelabelan Presiden Rusia, Vladimir Putin sebagai penjahat perang berisiko memperkeruh suasana dan bisa menjadi penghalang serius bagi upaya perundingan damai antara kedua negara. Dia menegaskan bahwa AS tetap berkomitmen untuk mempertimbangkan sanksi tambahan kepada Rusia, namun prioritas utama tetap mendorong tercapainya perdamaian yang berkelanjutan di Ukraina.

Rubio menambahkan, tekanan internasional harus diimbangi dengan ruang dialog. 

“Jika kita ingin mendorong proses damai yang nyata, komunikasi harus tetap terbuka, bahkan dengan pihak-pihak yang dianggap lawan,” ujar Rubio. 

Pendekatan ini mendapat perhatian dunia internasional di tengah situasi medan tempur yang masih terus memanas, terutama di kawasan timur dan selatan Ukraina.

Ukraina Desak Uni Eropa untuk Sanksi Lebih Keras: Seruan Pembekuan Aset dan Sanksi Sekunder

Di sisi lain, Pemerintah Ukraina menunjukkan sikap tegas dengan menyiapkan dokumen setebal 40 halaman yang diajukan ke Uni Eropa. Dokumen tersebut berisi permintaan agar negara-negara anggota Uni Eropa mengambil langkah lebih drastis dalam mengisolasi Moskow secara ekonomi dan diplomatik.

Beberapa poin utama dalam dokumen Ukraina, di antaranya:

  • Pembekuan aset-aset Rusia di wilayah Uni Eropa, termasuk aset pribadi para pejabat tinggi Rusia dan perusahaan yang diduga terlibat mendukung invasi militer.
  • Penerapan sanksi sekunder terhadap negara atau perusahaan yang masih membeli minyak dari Rusia, sebuah langkah yang selama ini menjadi perdebatan hangat di antara negara-negara Eropa Barat yang masih sangat bergantung pada energi Rusia.

Sikap ini menegaskan bahwa Ukraina tidak hanya mengandalkan kekuatan militer di medan perang, tetapi juga memanfaatkan tekanan politik dan ekonomi global sebagai senjata utama untuk melemahkan posisi Rusia di panggung internasional.

Manuver Putin di Kursk: Simbolisasi “Pemulihan Wilayah” dan Pesan Geopolitik

Pada 20 Mei, Presiden Rusia, Vladimir Putin secara mendadak melakukan kunjungan ke wilayah perbatasan barat Rusia, Kursk. Ini merupakan kunjungan pertamanya ke wilayah tersebut sejak tentara Rusia berhasil mengusir militer Ukraina dari Kursk pada akhir April lalu.

Menurut pengamat militer, kunjungan Putin tidak sekadar menunjukkan keberadaan fisiknya di daerah rawan konflik, melainkan juga sebagai simbolisasi keberhasilan dan “pemulihan wilayah” Rusia setelah serangkaian serangan balasan Ukraina.

Dalam lawatannya, Putin memantau secara langsung pembangunan reaktor nuklir kedua di wilayah Kursk, bertemu dengan para pejabat daerah, serta berdialog dengan relawan setempat. Namun demikian, pihak Ukraina menegaskan bahwa pertempuran di wilayah Kursk masih terus berlangsung, dan klaim keberhasilan Rusia dinilai sebagai upaya propaganda.

Insiden Jet Tempur Rusia di Laut Baltik: Ketegangan NATO Meningkat

Stasiun berita CTS Taiwan melaporkan, pada 13 Mei lalu, Rusia untuk pertama kalinya mengerahkan jet tempur canggih Su-35 guna mengawal armada kapal yang tengah dikenai sanksi oleh Inggris. Dalam peristiwa itu, pesawat tempur Rusia bahkan sempat melanggar wilayah udara Estonia, yang secara langsung memicu respons cepat dari NATO.

Ketika otoritas militer Estonia berupaya melakukan pemeriksaan terhadap kapal tanpa bendera yang melintas di perairan mereka, jet tempur Rusia secara agresif melakukan manuver penghalangan. Insiden ini segera meningkatkan status siaga militer di seluruh kawasan Baltik, dan dinilai sebagai bentuk pembalasan Rusia terhadap tekanan sanksi yang diberlakukan oleh Barat.

Sementara itu, ketegangan juga terjadi di kawasan utara Eropa. Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, melaporkan adanya pergerakan kapal Rusia yang mencurigakan di sekitar jalur kabel bawah laut penghubung antara Polandia dan Swedia. Polandia langsung merespons dengan mengerahkan jet tempur dan kapal perang hingga akhirnya kapal Rusia tersebut memilih kembali ke pelabuhan di negaranya. Insiden ini memperkuat kekhawatiran akan potensi sabotase atau spionase bawah laut yang dapat mengancam infrastruktur kritis Eropa.

Vatikan Ambil Peran: Paus Baru Leo XIV Siap Mediasi Perundingan Damai Rusia-Ukraina

Di tengah berbagai dinamika militer dan diplomasi, sebuah inisiatif perdamaian baru muncul dari Vatikan. Pada 20 Mei, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, secara resmi mengumumkan bahwa Paus baru, Leo XIV, siap mengambil peran aktif dalam memediasi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina. Vatikan telah menawarkan diri sebagai tuan rumah negosiasi, menunjukkan keterlibatan langsung dalam meredakan konflik yang telah menewaskan ribuan jiwa dan memaksa jutaan orang mengungsi.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengonfirmasi bahwa pemerintah Kyiv tengah mempertimbangkan Vatikan sebagai lokasi strategis untuk memulai perundingan damai. Menurut sumber diplomatik, Vatikan dinilai netral dan memiliki kapasitas moral serta spiritual yang sangat kuat untuk memfasilitasi dialog lintas negara dan agama.

Namun, terdapat catatan menarik dari pihak Vatikan. Situs resmi Vatikan menyoroti rekam jejak Paus Leo XIV selama bertugas di kawasan Asia—khususnya di Philipina, India, Jepang, dan Indonesia. Tidak ada satu pun pernyataan resmi yang menyinggung hubungan Vatikan dengan Tiongkok atau Partai Komunis Tiongkok (PKT). Hal ini menimbulkan tanda tanya di kalangan pengamat, mengingat Paus sebelumnya, Fransiskus, kerap mengambil sikap terbuka terhadap Tiongkok. Sikap baru Vatikan ini dinilai sebagai pesan tersirat terkait posisi mereka terhadap isu-isu geopolitik Asia, serta kemungkinan adanya perubahan arah kebijakan diplomasi Takhta Suci ke depan.

Kesimpulan: Konflik Berkepanjangan, Harapan Baru pada Upaya Damai Internasional

Situasi konflik antara Rusia dan Ukraina hingga kini masih jauh dari kata selesai. Manuver militer Rusia di perbatasan, respons keras Barat dengan ancaman sanksi baru, serta diplomasi ekonomi Ukraina menjadi gambaran nyata bahwa tensi masih sangat tinggi. Namun, langkah baru yang ditunjukkan Vatikan melalui Paus Leo XIV memberikan secercah harapan bagi terwujudnya perundingan damai yang sesungguhnya.

Dunia internasional kini menanti, apakah upaya mediasi spiritual dan diplomasi lintas agama ini mampu menjadi jembatan rekonsiliasi di tengah retaknya tatanan global akibat perang yang telah berjalan lebih dari dua tahun ini.

Objek Terbang Tak Dikenal Sering Tabrak Pesawat Militer AS, Diduga Terkait Aksi Mata-Mata atau Penyelundupan Narkoba

Baru-baru ini, sebuah jet tempur F-16 “Viper” milik militer Amerika Serikat mengalami tabrakan dengan drone saat latihan, menyebabkan kerusakan pada kanopi kokpit. Menurut data dari Administrasi Penerbangan Federal (FAA) AS, sepanjang tahun lalu tercatat 757 laporan benda terbang tak dikenal (UFO), sebagian besar terjadi di wilayah perbatasan. 

Beberapa dugaan menyebut drone tersebut dikendalikan oleh kartel narkoba untuk menyelundupkan obat terlarang, sementara sebagian insiden lain tidak bisa dijelaskan dan memunculkan spekulasi terkait UFO.

EtIndonesia.  Berdasarkan dokumen FAA, pada Januari 2023, sebuah jet tempur F-16 “Viper” milik AS yang sedang melakukan latihan di wilayah udara Arizona ditabrak oleh sebuah drone berwarna oranye-putih. Benda terbang tersebut menghantam bagian atas kanopi transparan kokpit, menyebabkan kerusakan dan memaksa jet tersebut berhenti terbang sementara. Pada keesokan harinya, tiga insiden serupa juga dilaporkan.

Mantan penyelidik Pentagon, Luis Elizondo, baru-baru ini mengatakan bahwa wilayah Arizona, terutama dekat perbatasan dengan Meksiko, kerap mengalami lalu lintas udara yang padat, dan banyak warga yang melaporkan penampakan benda terbang tak dikenal.

Setiap kali pilot melaporkan fenomena udara tak dikenal (UAP), FAA mencatat dan mendokumentasikannya. Laporan terbaru menunjukkan bahwa dari Mei 2023 hingga Juni 2024, pemerintah AS menerima 757 laporan semacam itu, namun hingga kini baru 49 kasus yang berhasil diselesaikan.

Dilaporkan bahwa benda-benda terbang kecil tak dikenal yang terlihat di Arizona sering kali muncul berkelompok di atas wilayah pelatihan udara militer, bahkan hingga delapan unit sekaligus, dan sering diklasifikasikan sebagai drone.

Pada Februari 2023, Senat AS mengadakan sidang terkait insiden balon mata-mata PKT . Departemen Pertahanan AS mengkonfirmasi bahwa balon tersebut memiliki kemampuan pengintaian dan telah beberapa kali memasuki wilayah udara AS dan negara lain. Insiden ini memicu ketegangan antara AS dan PKT serta mendorong peningkatan keamanan dan pengawasan wilayah udara Amerika.

Beberapa pejabat AS menduga bahwa benda-benda terbang misterius ini bisa saja merupakan drone milik kartel narkoba asing, digunakan untuk kegiatan pengintaian atau penyelundupan narkoba. Ron Vitiello, mantan penasihat senior Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, menyebut bahwa para pengedar narkoba memiliki sumber daya finansial besar dan telah lama menggunakan drone canggih yang sulit dilacak, mampu membawa hingga 10 kilogram narkoba dalam sekali terbang.

Namun, laporan tentang benda terbang tak dikenal tidak hanya mencakup aktivitas manusia, tetapi juga bisa melibatkan fenomena anomali yang tidak dapat dijelaskan.

Pada 13 November 2024, DPR AS mengadakan sidang dengar pendapat mengenai Fenomena Anomali Tak Dikenal (UAP). Banyak bukti menunjukkan bahwa sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, telah secara diam-diam melakukan penelitian terhadap fenomena UFO selama puluhan tahun, yang disebut sebagai perlombaan persenjataan rahasia. (Hui)

Laporan oleh Liu Jiajia, reporter NTD di Amerika Serikat.

Gelombang Baru COVID-19 Melanda Tiongkok, Kematian Meningkat, Pemerintah Diduga Menyembunyikan Fakta

  • Beberapa wilayah di Tiongkok belakangan ini kembali mengalami gelombang baru pandemi. Banyak pasien mengalami demam, sakit tenggorokan, dan mata merah bengkak, diduga terinfeksi varian virus baru. 
  • Virolog asal Amerika Serikat, Dr. Lin Xiaoxu, memperingatkan bahwa gelombang ini mungkin melibatkan infeksi gabungan beberapa jenis virus, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya penularan flu burung antar manusia. Di kalangan masyarakat beredar kabar tentang banyak kasus kematian mendadak dan antrean panjang di rumah duka, menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah PKT kembali menyembunyikan situasi pandemi.
  • Seorang blogger Tiongkok mengatakan: “COVID-19 datang lagi, tren penyebaran terjadi di banyak wilayah.”

EtIndonesia. Sejak Maret 2025 lalu, berbagai daerah di Tiongkok mulai mengalami lonjakan kasus. Banyak warga melaporkan mata merah dan bengkak, terasa sakit, gatal, serta kering setelah terinfeksi, dicurigai akibat varian virus baru. Banyak pula yang mengalami demam dan sakit tenggorokan, serta kesulitan untuk pulih.

Seorang pasien di Tiongkok mengeluhkan: “Hari ini hari ke-8 saya kena COVID. Suara saya masih serak seperti bebek. Siapa sangka? Ini sudah tahun 2025, kenapa saya masih bisa kena COVID? Kenapa saya masih jadi ‘yang positif’?”

Sejak wabah pertama di Wuhan lima tahun lalu, virus corona tak pernah benar-benar hilang di Tiongkok, dan pemerintah terus menyamarkannya dengan berbagai istilah.

Pada 18 Mei, Zhou Xiaoni, kepala unit pernapasan di Rumah Sakit Paru-paru Wuhan, mengatakan kepada media pemerintah bahwa gelombang COVID kali ini didominasi oleh subvarian NB.1 dari varian XDV, yang memiliki kemampuan lolos dari sistem imun lebih kuat.

Sebelumnya, Pusat Pengendalian Penyakit Distrik Chaoyang, Beijing, secara tidak biasa mengeluarkan peringatan kesehatan yang menyebut bahwa varian dominan saat ini adalah subvarian NB.1, meski menyatakan tingkat virulensinya belum menunjukkan perubahan signifikan.

Dr. Lin Xiaoxu, pakar virologi asal AS, menyatakan:  “Menentukan varian mana yang akan mendominasi saat ini bukanlah hal yang paling utama. Yang lebih penting adalah apakah kelompok usia rentan terhadap infeksi berubah. Selain itu, jika saat ini banyak pasien kritis di rumah sakit, kita perlu tanya: apakah mereka hanya terinfeksi COVID atau ada infeksi gabungan lainnya? Di masa lalu, infeksi saluran pernapasan di Tiongkok, seperti yang terlihat dari data Rumah Sakit Xiehe Beijing tahun lalu, menunjukkan bahwa banyak pasien mengalami infeksi gabungan 3–4 virus sekaligus. Jadi kalau sekarang banyak kasus parah, bisa jadi bukan hanya karena COVID. Apalagi jika pemerintah juga menyembunyikan kemungkinan adanya infeksi flu burung pada manusia.”

Pada 19 Mei, akademisi Zhong Nanshan dari Akademi Teknik Tiongkok kembali muncul menyatakan bahwa gelombang COVID kali ini sedang dalam “fase menanjak” dan diperkirakan akan mencapai puncak lalu selesai sebelum akhir Juni. Namun, warga daratan Tiongkok memberi kesaksian bahwa banyak orang di sekitar mereka meninggal mendadak dan pemerintah terus menutup-nutupi kenyataan.

Seorang warga Tianjin, Mr Wang, mengatakan:  “Banyak yang meninggal mendadak. Tetangga kami, ayahnya sehat-sehat saja, tiba-tiba meninggal. Saat dibawa ke krematorium, mereka bilang antriannya panjang sekali.”

Departemen Kesehatan Hong Kong pada 15 Mei melaporkan bahwa tingkat positif COVID di Hong Kong meningkat dari 6,2% pada awal April menjadi 13,7%. Dalam empat minggu terakhir, tercatat 30 kasus kematian. Namun kondisi sebenarnya masih belum jelas.

Selain itu, media daratan juga melaporkan kematian sejumlah tokoh dan akademisi muda. Pada 16 Mei, Yin Wuming (45 tahun), profesor di Akademi Seni Nanjing, dan Liu Xi (44 tahun), kepala Departemen Komunikasi Fakultas Hukum dan Sastra di Universitas Sains dan Teknologi Zhejiang, meninggal mendadak di hari yang sama.

Dr. Lin Xiaoxu menyimpulkan:  “Saya rasa banyak fakta sebenarnya tidak diungkap ke publik. Pemerintah hanya menyebut permukaannya saja dan menggunakan COVID sebagai alasan. Situasi serius yang sesungguhnya tidak disampaikan ke masyarakat.” (Hui/asr)

Laporan oleh Tang Rui dan Xiong Bin, reporter NTD

Sangat Takut, Anjing Asuh yang Dikurung Akhirnya Memberi Kesempatan Lagi pada Manusia

EtIndonesia. Perjalanan Tiki adalah perjalanan patah hati—dan penyembuhan.

Saat pertama kali tiba di penampungan, Tiki benar-benar dikurung. Menurut ibu asuhnya, dia “tidak punya keinginan untuk hidup.” Pendiam. Tidak bergerak. Menarik diri. Dia tidak mau makan, tidak mau bergerak, bahkan tidak mau menatap mata.

Dia hanya bertahan hidup, tidak hidup.

Jadi, dia membawanya pulang.

Tetap saja, tidak ada yang berubah pada awalnya. Tiki tetap berada di kandangnya, terlalu takut untuk keluar, menolak makanan, menghindari semua sentuhan. Ibu asuhnya menggambarkannya sebagai “anjing asuh yang sangat takut dikurung.”

Namun, dia pernah mengalami hal ini sebelumnya—dengan anjing-anjing lain yang telah kehilangan kepercayaan—dan dia tidak akan menyerah.

Hari-hari berlalu. Kemajuannya lambat. Pada Hari ke-10, dia berbagi bahwa Tiki masih terlalu takut untuk disentuh, tetapi ada sesuatu yang berubah: dia mulai duduk di dekatnya, menatapnya, menangis pelan.

@simonsits Day 6 with Tiki: he hung outside of his crate for 30 ENTIRE MINUTES 😭 @Muddy Paws Rescue @ASPCA ♬ original sound – taolee

“Saya merasa itu adalah caranya untuk mengatakan bahwa dia benar-benar menginginkan kasih sayang dan dia benar-benar ingin dicintai,” katanya, “tetapi dia tidak tahu bagaimana melakukannya.”

Kemudian tibalah hari ke-13. Saat kesabaran, cinta, dan kegigihannya yang lembut membuahkan hasil.

Tiki mendekat.

@simonsits Day 13 with Tiki: to be loved is to be changed 🥹 @Muddy Paws Rescue @ASPCA ♬ Blackbird – 🪲🎸

Dan kali ini, dia mengizinkannya untuk menyentuhnya.

Itulah keajaiban yang diharapkan oleh para pengikutnya. Tiki akhirnya memutuskan untuk mengambil risiko atas kepercayaan—dan dengan melakukannya, mengambil langkah pertamanya yang nyata menuju kehidupan baru yang penuh cinta.

Saksikan momen ajaib itu terungkap. Itu adalah momen yang tidak akan Anda lupakan.(yn)

Sumber: sunnyskyz

Kesehatan Global Melampaui Batas Negara: Jaringan Keamanan Kesehatan Global Utuh Dapat Dicapai dengan Keterlibatan Taiwan

Seruan Dukungan Penuh Berbagai Kalangan di Indonesia bagi Partisipasi Taiwan dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) dan Seluruh Pertemuan, Kegiatan, dan Mekanisme Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

oleh Bruce Hung

Seiring meningkatnya perubahan global, tantangan dan ancaman kesehatan publik yang tidak mengenal batas negara, kerja sama global semakin menjadi kunci dalam menghadapi berbagai krisis kesehatan.

Taiwan terus berpartisipasi aktif dalam isu-isu kesehatan global dan berkomitmen untuk mendukung sistem kesehatan global. Maka dengan berpartisipasinya Taiwan dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) dan pertemuan, kegiatan, serta mekanisme yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diharapkan agar lebih banyak negara dapat mencapai tujuan cakupan kesehatan universal yang dicanangkan oleh WHO.

Khususnya dalam berbagi praktik sukses dengan negara-negara lain di berbagai bidang seperti jaminan kesehatan universal, manajemen keuangan, dan kesehatan digital.

WHO masih memimpin pembangunan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional penting yang menjunjung tinggi hak kesehatan semua orang.

Representative of Taipei Economic and Trade Office (TETO), Bruce Hung

Kendati demikian, Tiongkok terus memutarbalikkan dua resolusi, yaitu Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2758 dan Resolusi WHA25.1. Kenyataannya, kedua resolusi tersebut tidak menyebutkan Taiwan atau Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok, dan tidak memberikan hak kepada Republik Rakyat Tiongkok untuk mewakili Taiwan di WHO. 

Sehingga, jika terus mengecualikan Taiwan, WHO tidak hanya mengabaikan hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan, tetapi juga menghambat upaya pencegahan, kesiapan, dan penanganan global terhadap darurat kesehatan masyarakat internasional.

Taiwan dan Indonesia adalah mitra di kawasan Indo-Pasifik yang berbagi nilai-nilai kebebasan dan demokrasi. Hubungan kedua belah pihak sangat erat, yang dibuktikan dengan pertukaran intens dan konstan antarmasyarakat.

Saat ini, terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan, dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal untuk bekerja dan berbisnis di Indonesia. Jumlah kunjungan wisatawan antara Taiwan dan Indonesia pun setiap tahunnya mencapai 500.000 orang. Ketidakikutsertaan Taiwan dalam WHO dan partisipasinya dalam pertemuan dan mekanisme terkait tidak hanya merugikan rakyat Taiwan, tetapi juga kesejahteraan kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) di Taiwan.

Kerugian tersebut dikarenakan tidak adanya akses sewaktu-waktu sumber daya dan informasi terkait penyakit menular, serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global. Sehingga hal ini dapat menimbulkan risiko dan celah dalam jaringan keamanan kesehatan masyarakat global.

Taiwan telah mencapai kemajuan dan kontribusi signifikan dalam meningkatkan kesehatan universal, sehingga siap untuk berbagi pengalaman dan keahlian ini dengan dunia.

Saat ini, Rumah Sakit National Taiwan University dan Rumah Sakit Far Eastern Memorial telah melakukan berbagai program kerja sama dengan institusi medis di Indonesia, meliputi pelatihan tenaga medis, pertukaran akademisi, dan penelitian klinis.

Sejak pemerintah Indonesia mulai mendorong rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR) pada tahun 2022, lebih dari 80% rumah sakit telah menyelesaikan pembangunan dan pengembangan kebutuhan perangkat lunak serta aplikasi terkait, seperti perawatan medis pintar (smart medical care), biomedis, dan aplikasi kecerdasan buatan generatif (generative AI). Bidang ini, khususnya perangkat medis pintar (smart medical equipment), merupakan area yang secara umum diunggulkan oleh startup di Taiwan.

Pemerintah Taiwan juga bersedia berbagi pengalaman dengan Indonesia, seperti layanan medis pintar (smart medical) dan pengalaman kesehatan masyarakat yang berkualitas, serta menyediakan berbagai kursus profesional mencakup sistem jaminan kesehatan, manajemen medis, dan perawatan klinis. Dengan harapan dapat memperkuat kerja sama medis bilateral Indonesia-Taiwan dan membantu pengembangan industri medis demi mewujudkan visi kesehatan universal di Indonesia.

Dalam mengantisipasi pandemi di masa depan sejak dini, WHO merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) pada tahun 2024, dan diharapkan dapat mengadopsi Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement) pada sesi ke-78 ini, guna mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif.

Taiwan saat ini memang belum dapat bergabung dengan WHO dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, sehingga tidak dapat berpartisipasi secara langsung. Namun, kami tetap ingin aktif bertukar ilmu dan pengalaman kami dalam menangani pandemi serta belajar dari negara lain.

Selama COVID-19, Taiwan banyak mengadopsi langkah-langkah penanganan dan pencegahan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, mahadata (big data), dan jaringan pengawasan.

Selain itu, kami turut menyumbangkan peralatan dan kebutuhan medis seperti tabung oksigen, ventilator, masker, pakaian isolasi, termometer, dan peralatan pandemi lainnya kepada negara-negara sahabat seperti Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan pun telah meningkatkan sistem perawatan kesehatan dan kesehatan masyarakatnya sesuai dengan rekomendasi WHO. Hal itu dicapai dengan memperkuat Pelayanan Kesehatan Primer (primary health care) dan kesehatan gigi, mencegah dan mengendalikan penyakit menular ataupun tidak menular, meningkatkan cakupan kesehatan universal, dan memberikan kontribusi pada keamanan kesehatan global.

WHO adalah organisasi kesehatan masyarakat internasional terpenting. Namun, hak kesehatan 23 juta rakyat Taiwan masih diabaikan oleh WHO karena faktor politik.

Dengan ini, kami mengimbau WHO untuk mengakui kontribusi jangka panjang Taiwan terhadap keamanan kesehatan global dan hak asasi manusia di bidang kesehatan.

Kami juga mendesak WHO dan semua pihak di Indonesia untuk bersikap lebih terbuka dan fleksibel, berpegang pada prinsip profesionalisme dan inklusivitas, serta secara proaktif dan pragmatis mengundang Taiwan untuk berpartisipasi dalam WHA. Termasuk ikut serta dalam pertemuan, kegiatan, serta mekanisme yang diselenggarakan oleh WHO, seperti Perjanjian Pandemi WHO yang masih dalam tahap negosiasi.

Melalui ini pula, Taiwan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan semua negara di dunia untuk bersama-sama mewujudkan visi “Kesehatan adalah Hak Asasi Manusia Mendasar” yang tertuang dalam Konstitusi WHO dan “Tidak meninggalkan siapa pun” dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. (***)

*Representative Taipei Economic and Trade Office (TETO)

Strategi Rahasia Terbongkar: Israel dan Iran Siap Perang, Tiongkok dan Rusia Mainkan Kartu Pamungkas!

EtIndonesia. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mencapai titik didih. Sumber-sumber intelijen Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Israel kini benar-benar mempersiapkan opsi militer untuk menyerang fasilitas nuklir Iran. Di saat bersamaan, dunia juga dikejutkan dengan perubahan drastis sikap Tiongkok terhadap Hamas serta semakin eratnya hubungan strategis antara Iran dan Rusia. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran global akan potensi pecahnya konflik kawasan yang lebih luas, yang bisa berdampak langsung pada stabilitas dan keamanan dunia.

Israel Bersiap Menyerang Fasilitas Nuklir Iran: Sinyal Perang atau Hanya Gertakan?

Berdasarkan laporan terbaru dari intelijen Amerika Serikat, Pemerintah Israel kini tengah berada dalam fase paling serius dalam persiapan militer untuk menyerang fasilitas nuklir Iran. Langkah ini secara nyata berseberangan dengan pendekatan diplomasi yang saat ini diupayakan pemerintahan Presiden AS, Donald Trump terhadap Iran.

Beberapa pejabat senior di Washington mengaku khawatir, jika Israel benar-benar melancarkan serangan ke Iran, tindakan tersebut akan menjadi tantangan langsung bagi Amerika Serikat dan dapat memicu eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah. Hingga kini, Pemerintah AS sendiri belum dapat memastikan apakah Israel akan benar-benar melancarkan serangan, namun kemungkinan tersebut dinilai semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir, terutama menyusul stagnasi dalam negosiasi kesepakatan nuklir antara AS dan Iran.

Salah satu sumber di lingkungan pemerintahan AS menuturkan: “Jika kesepakatan nuklir gagal menghentikan upaya pengayaan uranium Iran, kemungkinan Israel untuk mengambil tindakan militer sangatlah besar. Militer Israel telah meningkatkan kesiapan, mengatur ulang logistik amunisi udara, dan melaksanakan latihan tempur secara intensif.”

Namun demikian, sejumlah analis juga meyakini bahwa langkah Israel ini bisa jadi merupakan bagian dari strategi tekanan psikologis atau upaya ‘gertakan’ terhadap Iran dan sekutunya, serta untuk memperingatkan Amerika agar tidak membuat kesepakatan nuklir yang dianggap merugikan kepentingan Israel.

Lebih jauh, beredar informasi bahwa jika AS akhirnya menyetujui perjanjian nuklir yang dinilai “buruk” atau merugikan Israel, maka pemerintahan Netanyahu telah siap mengambil langkah sendiri tanpa menunggu lampu hijau Washington. 

“Netanyahu kini berada di posisi serba sulit,” ujar mantan pejabat intelijen Israel, Panikov. “Dia harus mencegah lahirnya perjanjian yang bisa membahayakan keamanan Israel, namun di saat yang sama dia tidak ingin merusak hubungan dengan Trump. Jika tanpa dukungan Amerika—khususnya terkait pengisian bahan bakar di udara dan bom penghancur bunker—Israel akan sangat kesulitan untuk menghancurkan seluruh infrastruktur program nuklir Iran secara mandiri.”

Tiongkok Tiba-Tiba Mengubah Sikap Terhadap Hamas: Dari Mendukung jadi Mengecam Keras

Situasi Timur Tengah semakin kompleks dengan perubahan sikap dramatis dari Tiongkok terhadap kelompok Hamas. Dalam wawancara eksklusif dengan media Israel ILTV, Duta Besar Tiongkok untuk Israel, Xiao Junzheng, menyatakan dengan tegas bahwa aksi kekejaman Hamas adalah “tidak manusiawi, tidak dapat dimaafkan, dan pantas dikecam.” Dia menegaskan bahwa Pemerintah Tiongkok secara resmi mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil Israel.

Pernyataan mengejutkan ini segera menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial dan kalangan pengamat politik. Banyak warganet menilai, perubahan sikap Tiongkok ini terjadi karena Hamas sudah dianggap “tidak lagi memiliki nilai guna strategis” bagi Beijing. Para pengamat juga menuding Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai aktor oportunis yang tidak memiliki prinsip, tidak peduli pada hukum internasional maupun norma kepercayaan, dan lebih mengandalkan tipu daya serta kekerasan dalam menjalankan agenda globalnya.

Tak lama setelah pernyataan tersebut, pada tanggal 18 Mei, Kedutaan Besar Tiongkok di Israel secara tiba-tiba mengumumkan status darurat bagi warganya. Israel dinyatakan sebagai “zona risiko tinggi,” dan warga negara Tiongkok dianjurkan segera meninggalkan Israel. Langkah ini secara luas ditafsirkan sebagai perintah evakuasi terselubung dari Pemerintah Tiongkok, menandakan adanya kekhawatiran serius atas potensi konflik yang lebih besar di wilayah tersebut.

Iran dan Rusia Perkuat Aliansi: Teken Pakta Strategis 20 Tahun & Perjanjian Perdagangan Bebas

Di tengah ketegangan militer di kawasan, Iran dan Rusia justru menunjukkan langkah konsolidasi strategis yang semakin erat. Pada 21 Mei, media pemerintah Iran melaporkan bahwa Parlemen Iran resmi menyetujui perjanjian kemitraan strategis selama 20 tahun dengan Rusia. Perjanjian ini sendiri telah diteken pada 17 Januari lalu dan sebelumnya telah diratifikasi oleh Parlemen Rusia pada bulan April.

Meski tidak mencakup pasal aliansi militer ataupun komitmen bantuan pasca-serangan, pakta strategis ini tetap dipandang sangat penting dalam memperkuat hubungan kedua negara di bidang ekonomi, politik, dan pertahanan. Selain itu, pada waktu yang hampir bersamaan, perjanjian perdagangan bebas antara Iran dan Uni Ekonomi Eurasia—yang dipimpin Rusia—juga efektif berlaku mulai 15 Mei. Perjanjian ini memberikan preferensi bea masuk hingga 94% untuk ekspor produk-produk Rusia ke Iran, menandai babak baru dalam integrasi ekonomi kawasan Eurasia dan Timur Tengah.

Dampak Global: Krisis Berlapis, Potensi Konflik Regional, dan Peta Diplomasi Baru

Kondisi geopolitik saat ini menunjukkan betapa rentannya perdamaian di kawasan Timur Tengah. Persiapan militer Israel untuk menyerang fasilitas nuklir Iran menjadi alarm bagi dunia akan risiko pecahnya perang besar-besaran, yang tidak hanya melibatkan negara-negara di kawasan, namun juga bisa menyeret kekuatan-kekuatan global seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok.

Perubahan sikap Tiongkok terhadap Hamas pun dinilai sebagai sinyal bahwa Beijing mulai berhitung ulang atas kepentingannya di Timur Tengah, sekaligus menandakan kemungkinan adanya rekonsolidasi strategi diplomasi regional. Sementara penguatan hubungan Iran-Rusia semakin mempertegas terbentuknya blok-blok kekuatan baru, yang siap menantang dominasi AS di berbagai lini.

Di tengah arus perubahan besar ini, dunia kini menanti langkah selanjutnya dari masing-masing aktor. Apakah Israel benar-benar akan menyerang Iran? Bagaimana respons AS, Rusia, dan Tiongkok jika konflik meletus? Dan apakah upaya diplomasi masih bisa meredam potensi bencana yang mengancam perdamaian dunia?

Tak Menunggu Amerika, Inggris dan Uni Eropa Lebih Dulu Bertindak! Menlu AS Beri Peringatan Keras: Jika Tak Ada Kemajuan Damai, Sanksi Baru Akan Dijatuhkan ke Rusia

EtIndonesia. Pada hari Selasa, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio menyampaikan pernyataan tegas di hadapan Senat: jika negosiasi damai antara Ukraina dan Rusia tidak menunjukkan kemajuan, maka AS akan mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia. Rubio juga membantah anggapan bahwa AS sedang melemahkan dukungan militernya terhadap Ukraina.

Menurut laporan Jin10 News Media pada hari Rabu  (21/5), pernyataan tersebut disampaikan saat Rubio memberikan kesaksian di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS. Dia ditanya apakah mendukung rancangan undang-undang baru yang tengah digagas oleh Senator Partai Republik,  Lindsey Graham, yang bertujuan menjatuhkan sanksi lebih keras kepada Rusia.

RUU tersebut mencakup ketentuan untuk mengenakan tarif hingga 500% pada produk yang diimpor dari negara-negara yang masih membeli minyak dan gas dari Rusia—upaya untuk secara langsung menekan pembiayaan perang Rusia.

Rubio menjawab, jika memang sudah jelas bahwa Rusia sama sekali tidak berminat pada perjanjian damai dan hanya ingin melanjutkan perang, maka kemungkinan besar AS akan mengambil langkah sanksi tersebut. Namun dia menambahkan bahwa Presiden Trump percaya, jika AS mulai mengancam dengan sanksi, Rusia justru akan menolak berdialog. Rubio menilai bahwa tetap menjalin komunikasi dengan Moskow dan mendorong mereka kembali ke meja perundingan tetaplah langkah yang bernilai.

Senator Demokrat Kecam Trump: “Putin Sedang Mempermainkan Anda”

Di sisi lain, anggota Komite dari Partai Demokrat melontarkan kritik tajam terhadap Presiden Trump. Mereka menyayangkan bahwa dalam percakapannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, Trump tidak menggunakan kesempatan itu untuk menekan Moskow.

Senator Jeanne Shaheen mengatakan dengan tegas bahwa Putin tidak menunjukkan itikad untuk berunding secara serius demi mengakhiri konflik. Dia bahkan menuding bahwa Putin sedang mempermainkan Trump.

Rubio Membantah Trump Lemah terhadap Putin

Menanggapi tuduhan tersebut, Rubio membantah bahwa Trump bersikap lunak terhadap Putin, dan menegaskan bahwa AS masih memiliki posisi tawar yang kuat seperti pada masa pemerintahan sebelumnya. Dia menegaskan bahwa senjata-senjata AS masih mengalir ke Ukraina tanpa henti, bahwa Putin belum mendapatkan satu pun konsesi, dan tidak ada sanksi yang dicabut untuk Rusia.

Namun Rubio juga menekankan bahwa satu-satunya jalan keluar dari konflik ini adalah melalui perundingan damai, dan bahwa AS harus berupaya keras membawa kedua pihak kembali ke meja dialog.

Uni Eropa dan Inggris Bergerak Lebih Dulu

Sementara itu, Uni Eropa dan Inggris telah bergerak lebih awal dari AS. Pada hari Selasa (20/5) waktu setempat, kedua pihak mengumumkan rangkaian sanksi baru terhadap Rusia.

Kementerian Luar Negeri Inggris melansir paket sanksi baru yang menyasar sektor militer, energi, dan keuangan Rusia. Kapal-kapal bayangan (shadow fleet)—yaitu armada laut yang digunakan Rusia untuk menyelundupkan minyak secara ilegal—juga masuk dalam daftar target sanksi Inggris.

Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Kaja Kallas, menyatakan bahwa target sanksi kali ini mencakup hampir 200 kapal shadow fleet, serta berbagai perusahaan keuangan yang diduga membantu Rusia menghindari sanksi internasional.

Kallas juga menekankan bahwa AS perlu mengambil tindakan nyata. Jika Rusia terus menolak gencatan senjata, maka tindakan keras dari komunitas internasional sangat diperlukan. Ia menyerukan agar semua negara yang menyatakan ingin bertindak, benar-benar menepati ucapannya.(jhn/yn)

Indosat Ooredoo Hutchison Luncurkan Pusat Kecerdasan Buatan Pertama di Papua, Percepat Transformasi Digital Inklusif

Jayapura, 22 Mei 2025 – Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) meresmikan AI Experience Center (AIEC) pertama di Jayapura, Papua, sebagai bentuk nyata komitmen perusahaan dalam mendorong pemerataan teknologi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia Timur. Peresmian yang bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini dihadiri oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Nezar Patria, dan Vikram Sinha, President Director & CEO Indosat Ooredoo Hutchison, serta para pemangku kepentingan lokal.

Fokus pada Pendidikan dan Kesehatan

AIEC Jayapura dirancang untuk memberikan solusi nyata di dua sektor utama:

  1. Pendidikan:
    • Menyediakan pembelajaran berbasis AI yang dipersonalisasi untuk pelajar Papua.
    • Platform digital dengan konten lokal untuk mendukung kesetaraan pendidikan nasional.
  2. Kesehatan:
    • Teknologi AI untuk diagnosis dini penyakit seperti TBC, membantu tenaga medis di daerah terpencil.
    • Kolaborasi dengan Wadhwani Foundation dalam pengembangan solusi kesehatan berbasis data.

Nezar Patria menyatakan, “AIEC Jayapura adalah langkah nyata untuk memastikan transformasi digital menjangkau seluruh wilayah Indonesia, termasuk Papua. Kami apresiasi inisiatif Indosat yang membawa teknologi mutakhir ke daerah prioritas.”

Vikram Sinha menambahkan, “AI bukan sekadar teknologi, tapi alat untuk memberdayakan masyarakat. Dengan AIEC, kami ingin memastikan setiap anak bangsa, dari Sabang hingga Merauke, memiliki kesempatan yang sama untuk maju.”

Fasilitas dan Kolaborasi Unggulan

AIEC dilengkapi dengan:

  • Jaringan 5G Indosat tercepat di Papua.
  • Ruang pelatihan, lab inovasi, dan area kolaborasi terbuka untuk pelajar, profesional, dan UMKM.
  • Kemitraan dengan Huawei dan Wadhwani Foundation untuk pengembangan teknologi AI terkini.

Chandra Pradyot Singh, EVP Head of Circle Jakarta Raya IOH, menekankan, “Inisiatif ini mencerminkan komitmen kami untuk membangun ekosistem digital yang inklusif, tidak hanya di kota besar tapi juga di pelosok negeri.”

Dampak Jangka Panjang

Kehadiran AIEC diharapkan dapat:

  • Meningkatkan keterampilan digital masyarakat Papua melalui pelatihan bersertifikat.
  • Mempercepat adopsi teknologi AI di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan.
  • Mengurangi kesenjangan digital antara Indonesia Barat dan Timur.


Pusat inovasi AI pertama di Indonesia Timur yang bertujuan memberdayakan masyarakat melalui teknologi dan kolaborasi.

Serius? Uni Eropa Mulai Ambil Tindakan terhadap Israel

EtIndonesia.Uni Eropa dikabarkan akan menggunakan klausul kedua dalam Perjanjian Asosiasi UE–Israel yang berkaitan dengan hak asasi manusia, sebagai dasar untuk memulai peninjauan terhadap perjanjian tersebut.

Dalam konferensi pers usai pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa pada Selasa (20/5), Kaja Kallas, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, mengungkapkan bahwa para menteri telah melakukan pembahasan mendalam terkait situasi di Timur Tengah. Dia menyatakan bahwa kondisi saat ini di Jalur Gaza dapat digambarkan sebagai bencana kemanusiaan.

Menurut Kallas, sebagian besar menteri luar negeri Uni Eropa mendukung peninjauan terhadap Perjanjian Asosiasi UE-Israel. Langkah ini dinilai penting untuk menyesuaikan hubungan politik dan ekonomi antara Uni Eropa dan Israel dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang dijunjung tinggi dalam perjanjian tersebut.

Uni Eropa Desak Israel Buka Akses Bantuan Kemanusiaan

Kallas menekankan bahwa bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk oleh Israel ke Gaza selama ini “terlalu sedikit dan tak memadai”. Dia menuntut agar Israel segera mengizinkan masuknya bantuan dalam jumlah besar tanpa hambatan, karena prioritas utama saat ini adalah menyelamatkan nyawa manusia.

Rencana Sanksi terhadap Pemukim Ekstremis Terhambat

Terkait dengan isu sanksi terhadap pemukim Israel di Tepi Barat yang dianggap ekstremis, Kallas mengungkapkan bahwa Uni Eropa telah membahas sejumlah langkah konkret. Namun, salah satu negara anggota Uni Eropa disebut menghalangi keputusan tersebut, meski dia tidak menyebutkan negara mana yang dimaksud.

Tentang Perjanjian Asosiasi UE–Israel

Perjanjian Asosiasi UE–Israel ditandatangani pada tahun 2000. Perjanjian ini memberikan kerangka hukum dan kelembagaan bagi kerja sama politik dan ekonomi antara Uni Eropa dan Israel. Salah satu klausul utama dalam perjanjian tersebut menyebutkan bahwa hubungan bilateral didasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.

Serangan Israel ke Gaza Terus Meluas

Dalam beberapa waktu terakhir, Israel meningkatkan intensitas operasi militer di Gaza. Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh otoritas kesehatan Palestina di Jalur Gaza pada 19 Mei, sejak 18 Maret, Israel telah melancarkan berbagai serangan ke banyak wilayah di Gaza, yang mengakibatkan sedikitnya 3.340 orang tewas dan 9.357 lainnya terluka.

Kesimpulan

Langkah Uni Eropa untuk mulai meninjau ulang perjanjian asosiasi dengan Israel merupakan sinyal diplomatik yang kuat bahwa kebijakan Israel di Gaza tidak lagi dapat dibiarkan tanpa konsekuensi. Jika peninjauan ini berlanjut dan diikuti oleh sanksi atau pembatasan kerja sama, maka hubungan Uni Eropa dan Israel berpotensi mengalami perubahan signifikan.(jhn/yn)

Wabah COVID Meningkat di Shanghai dan Shenzhen, Warga: Ada yang Meninggal Dunia, Tapi Rumah Sakit Tidak Menuliskan COVID

EtIndonesia. Baru-baru ini, wabah COVID-19 kembali meningkat di berbagai tempat seperti Shanghai dan Shenzhen. Banyak rumah sakit kembali dipadati oleh pasien. Seorang netizen di Shanghai mengungkapkan bahwa dalam gelombang wabah ini ada pasien yang meninggal dunia, namun rumah sakit tidak mencatat penyebabnya sebagai infeksi COVID.

Wabah di Shenzhen Meningkat Selama 8–9 Minggu Berturut-turut

Pada 20 Mei, Wakil Direktur Komisi Kesehatan Shenzhen sekaligus Kepala Pusat Pengendalian Penyakit Shenzhen, Yan Jixiang, mengkonfirmasi kepada “Shenshi News” bahwa “pemantauan terhadap COVID terus dilakukan, dan saat ini (di Kota Shenzhen) sudah meningkat selama 8–9 minggu berturut-turut.”

Pusat Pengendalian Penyakit Provinsi Guangdong baru-baru ini merilis data penyakit menular pada April. Jumlah kasus infeksi COVID tercatat sebanyak 23.188 kasus. Dibandingkan dengan Maret yang hanya 3.548 kasus, terjadi peningkatan hampir 20.000 kasus.

Di Hong Kong, indikator utama pemantauan COVID mencapai titik tertinggi dalam setahun terakhir. Tingkat positif dari tes meningkat dari 6,21% empat minggu lalu menjadi 13,66%. Dalam satu bulan tercatat 81 kasus serius pada orang dewasa, di antaranya 31 orang meninggal dunia.

Para ahli memperkirakan puncak infeksi COVID akan terjadi sekitar akhir Mei.

Pada 19 Mei, netizen “Xiao Tao Jie di Shenzhen” mengunggah video di media sosial, mengatakan bahwa dirinya terinfeksi, “Di Shenzhen yang sangat panas ini, saya sampai kedinginan dan harus menyelimuti diri dengan tiga lapis selimut. Walau banyak berkeringat, tapi tetap merasa menggigil.”

Netizen “Shoufu Dashi Xiong” pada 20 Mei mengatakan dalam videonya: “COVID sekarang ganas sekali. Hari ini saya ingin belajar main drum, tapi guru drum saya juga positif.”

Netizen Shanghai: Ada yang Meninggal Dunia Karena COVID

Tak hanya di Shenzhen, peningkatan kasus COVID juga terjadi di Shanghai. Di berbagai rumah sakit di Shanghai, proporsi pasien COVID di unit gawat darurat dan poliklinik demam juga meningkat.

Seorang staf di poliklinik demam Rumah Sakit Pusat Distrik Putuo, Shanghai, mengonfirmasi bahwa proporsi kasus positif COVID memang mengalami peningkatan yang jelas. Perawat akan langsung memberikan surat pengantar untuk pemeriksaan darah, COVID, dan influenza di meja pendaftaran awal guna meningkatkan efisiensi diagnosis.

Netizen Shanghai bernama “Kole Kecheng Zhang Riji” mengunggah video dan mengatakan bahwa pada 10 Mei ia pergi ke Kuil Longhua dan setelah itu merasa tidak enak badan. Kakaknya juga mengalami demam tinggi sepulang dari bepergian pada malam harinya. Ia sendiri mulai mengalami demam tinggi pada malam 11 Mei, merasakan panas dingin yang bergantian. “Saya sudah terkena COVID untuk ketiga kalinya, rasanya kalau terus seperti ini saya tidak akan hidup sampai usia 60.”

Banyak netizen di Shanghai berdiskusi soal COVID di kolom komentar:

  • “Di pabrikku, dari sepuluh orang delapan sedang flu. Aku tanya, kenapa bisa flu di cuaca panas begini? Mereka jawab itu COVID, bikin gemetar.”
  • “Anakku yang usia 15 bulan demam, dan hasilnya positif.”
  • “Sepupuku pulang dari liburan, satu keluarga demam tinggi sampai 40 derajat.”

Ada juga netizen yang mengungkapkan bahwa dalam gelombang COVID ini ada yang meninggal, namun pihak berwenang menyembunyikannya:  “Kalau bukan orang yang kamu kenal, kamu nggak akan tahu. Rumah sakit tidak menuliskan penyebabnya sebagai COVID, tapi pneumonia atau yang lainnya.”

  • “Ada! Di kampung saya pada Maret sudah ada. Teman adik ipar saya meninggal dunia karena COVID.” (Hui/asr)

Laporan oleh Luo Tingting / Editor: Fan Ming – NTD

Pasukan Khusus Israel Menyamar Jadi Perempuan, Masuk ke Wilayah Musuh dan Membunuh Komandan Palestina

EtIndonesia. Pada dini hari tanggal 19 Mei, pasukan khusus militer Israel (IDF) melancarkan operasi rahasia di Kota Khan Younis, wilayah selatan Jalur Gaza. Para anggota pasukan ini mengenakan pakaian sipil untuk menyusup ke pusat kota, bahkan beberapa di antara mereka menyamar sebagai perempuan.

Misi utama mereka adalah menangkap salah satu komandan senior Komite Perlawanan Rakyat Palestina. Namun ketika upaya penangkapan tidak berhasil, mereka justru membunuh target tersebut.

Pada 20 Mei, media Sky News mengutip pernyataan sumber Palestina bahwa dalam operasi tersebut, pasukan khusus Israel membunuh Sarhan—komandan senior divisi militer Komite Perlawanan Rakyat Palestina—secara langsung di tempat. Mereka juga dilaporkan menangkap istri dan anak-anak Sarhan sebelum segera mundur dari lokasi.

Untuk memperkuat penyamaran sebagai warga sipil, pasukan tersebut meninggalkan sebuah tas berisi barang-barang pribadi yang tampak seperti milik pengungsi.

Sumber dari otoritas medis setempat menyatakan bahwa jenazah Sarhan telah dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.

Pihak militer Israel kemudian mengonfirmasi bahwa memang ada operasi khusus yang dilakukan di Khan Younis pada dini hari tanggal 19 Mei, dan bahwa tidak ada korban jiwa dari pihak mereka. Namun, juru bicara militer tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait target operasi ini.

Komite Perlawanan Rakyat Palestina kemudian mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Sarhan tewas dalam operasi penyergapan oleh pasukan khusus Israel. Mereka menjelaskan bahwa Sarhan selama ini bertanggung jawab atas “operasi-operasi khusus” dalam organisasi, dan bahwa dia tewas setelah pasukan Israel gagal menangkapnya hidup-hidup.

Komite Perlawanan Rakyat Palestina dikenal sebagai kekuatan militer terbesar ketiga di Jalur Gaza, berada di bawah Hamas dan Jihad Islam.

Israel Tengah Menjalankan Strategi yang Lebih Luas

Menurut laporan media Tiongkok “NetEase”, operasi pembunuhan Sarhan ini dinilai sebagai salah satu misi pemenggalan kepala (decapitation strike) yang sangat berhasil bagi Israel. Keberhasilan operasi ini tampaknya menunjukkan bahwa Israel tengah melaksanakan strategi militer yang jauh lebih besar.

Operasi militer bersandi “Gideon Chariot” yang saat ini sedang dijalankan oleh pasukan Israel di Gaza bukanlah sekadar serangan sporadis, tetapi bagian dari rencana besar yang tengah digodok secara sistematis.

Selama ini, Israel terus berupaya melemahkan kekuatan Hamas melalui cara-cara militer. Kali ini, mereka menerapkan strategi “divide and conquer” (pecah-belah dan kuasai), yaitu dengan membagi Jalur Gaza menjadi dua wilayah melalui serangan darat berskala besar. Tujuannya adalah memutus kesinambungan teritorial Hamas dan mengurangi pengaruh mereka terhadap warga sipil.

Di saat yang sama, Israel juga membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza. Tindakan ini dilihat sebagai upaya untuk menekan warga sipil agar hengkang dari daerah konflik, meski dari sudut pandang strategi militer, pendekatan ini juga memiliki implikasi yang sangat kompleks.

Israel saat ini tidak hanya menghadapi perlawanan bersenjata dari Hamas, tetapi juga tekanan internasional yang kian meningkat. PBB dan Uni Eropa secara terbuka menyerukan agar Israel segera menghentikan aksi militernya.

Hamas dan Houthi Bermain Strategi Ganda

Masih menurut laporan dari “NetEase”, Hamas saat ini menghadapi tekanan militer yang masif dari Israel dan merespons dengan taktik perang penundaan. Mereka tidak meladeni pertempuran besar-besaran, melainkan memilih untuk bermain waktu, antara lain dengan melepaskan sebagian sandera guna mendapatkan ruang manuver lebih luas.

Strategi ini tidak berarti bahwa Hamas sedang berada di ujung kehancuran atau hendak menyerah. Justru sebaliknya—dalam konteks geopolitik global saat ini, Hamas tampaknya berhasil memanfaatkan kondisi internasional untuk menciptakan semacam “zona penyangga strategis”. Dengan menampilkan sikap “melunak”, Hamas sesungguhnya sedang mengumpulkan amunisi diplomatik untuk mendorong tekanan internasional terhadap Israel.

Peran kelompok Houthi dari Yaman juga menjadi faktor penting. Setelah menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Amerika Serikat, Houthi justru berkali-kali meluncurkan serangan terhadap Israel. Ini bisa diibaratkan sebagai tikaman dari belakang yang membuat Israel semakin tertekan, baik secara internal maupun eksternal.

Dilema Israel: Maju Kena, Mundur Pun Kena

Israel kini berada dalam dilema besar: jika melanjutkan operasi militer, mereka berisiko menghadapi gelombang kecaman dan isolasi dari komunitas internasional. Namun jika mundur sekarang, hal itu akan dianggap sebagai kegagalan strategi militer dan bisa memberikan ruang bagi Hamas untuk bangkit kembali—sebuah ancaman baru bagi keamanan Israel di masa depan.(jhn/ny)